•Nostalgia (B)•

1171 Kata
Xabiru menggenggam tangan Xavira lalu menciumnya hingga terdengar suara kecupan yang khas. "Setelah ini, aku nggak peduli Papi kamu mau marah atau pun nggak ngasih restu untuk kita berdua. Aku mau kamu. Cuma kamu, Xavi." Semua terjadi begitu saja. Mengalir bagaikan air dan Xavira menikmati tiap aliran air itu, tanpa menghentikannya seditik pun. Awalnya, Xabiru hanya mengecup bibir Xavira. Merasa tidak ada penolakan dari perempuan itu, Xabiru pun bergerak lebih jauh. Memilih melumat, mengulum, serta mengisap bagian bawah dan bagian atas bibir Xavira secara bergantian. Entah karena sudah lama tidak bertemu dengan Xavira atau ada faktor lain, yang jelas bibirnya terasa makin manis saat ini. Jika dibandingkan dengan yang dulu. Tangan Xabiru tidak tinggal diam, ia bergerak menelusuri seluk beluk tubuh Xavira. Bagi Xabiru, sangat mudah melepaskan helai benang yang melekat di tubuh perempuan itu. Xabiru benar-benar tidak bisa berhenti, apalagi tatapan sayu dari Xavira yang seakan meminta ia melakukan hal yang lebih jauh lagi. Xabiru mengatur jok mobil yang Xavira duduki agar perempuan itu bisa terlentang. Merek berdua lupa, jika di luar sedang hujan deras. Dan hawa dingin yang tadi dirasakannya pun sirna berganti aura panas bercampur gairah yang mendidih di puncak ubun-ubun masing-masing. "Bi..." Xavira sempat mencegah Xabiru kala laki-laki itu menarik jatuh penghalang yang menutupi tubuhnya. Namun, Xabiru selalu bisa membuat Xavira tidak bisa menolaknya. Xavira terlalu mencintai Xabiru. "Percaya sama aku." Xavira memalingkan wajahnya sebentar ketika Xabiru membuka celana dalamnya dan mengeluarkan bukti gairahnya yang sudah menegang sepenuhnya. Laki-laki itu masih menggunakan kemeja lengkap, penampilannya masih rapi. Berbanding terbalik dengan Xavira yang sudah tidak berbusana. Ciuman panas kembali dilakukan Xabiru seraya menghujamkan miliknya agar menyatu di dalam inti tubuh Xavira. Perempuan itu memeluk erat tubuh Xabiru, apalagi gemuruh guntur menggema memenuhi percintaan panas mereka di dalam mobil. "f**k, uh!" "Bi, pe-lan... ahn..." Xavira meramas bahu Xabiru dengan kedua bola matanya yang terpejam rapat, menikmati penyatuan mereka berdua "Bi... Xabi..." Xabiru semakin menggila tatkala Xavira menyebut namanya dengan setengah mendesah. "Bi... Xabi..." Xabiru baru sadar, jika Xavira memanggilnya dengan sebutan Xabi. Biasanya perempuan iu memanggilnya Biru, bukan Xabi. Panggilan Biru itu hanya khusus untuk Xavira Naraya Rahadi. "Say my name, Beib." Xabiru mengulum telinga Xavira, membuat perempuan itu merinding dengan kedua kaki yang melingkar erat di pinggang laki-laki itu. "Biru..." Tubuh Xavira terhentak-hentak karena hujaman Xabiru dengan tempo yang cepat dan liar. Bahkan, lebih liar dari saat pertama kali mereka berdua melakukannya di kelab malam itu. "Bi, don't stop it. Don't!" Xabiru menyeringai. "Like this, hmm?" Oh, Tuhan! Mulut Xavira tidak ada hentinya meracau, bahkan mendesah dengan lantangnya. Meneriakkan nama Xabiru secara berulang kali karena nikmat yang diberikan oleh laki-laki itu. "Come on! Faster!" "As you wish." Xavira melupakan semuanya. Pikirannya hanya dipenuhi oleh nikmatnya surga duniawi. Tidak lagi berpikir tentang bagaimana khawatirnya Rahadi yang tengah menunggunya pulang atau memikirkan tentang Gilang yang pasti sudah menjemputnya dan mencari-cari keberadaannya. Xabiru menghitung mundur, sebentar lagi. Ya, sedikit lagi. Ia akan menyemburkan benih-benihnya lagi di dalam rahim Xavira. Ini adalah saat-saat yang paling ditunggu oleh Xabiru. Entah berapa kali Xavira sudah o*****e, sedangkan Xabiru baru akan mendapatkannya. Hangat. Itu yang dirasakan Xabiru saat semuanya terurai sempurna membuahi rahim Xavira. Pelepasan puncaknya telah didapatkannya dan Xavira pun lagi-lagi dibuat o*****e oleh Xabiru. Senyum manis kembali terbit di bibir Xabiru kala melihat Xavira terkulai lemas di bawah kendalinya dengan mata terpejam rapat dan bibirnya yang setengah terbuka itu membuatnya ingin memasukinya lagi dan lagi, tanpa henti. "So damn beautiful." ---------- Yang di dalam mobil itu tidaklah cukup. Xabiru berinisiatif tidak akan mengantarkan Xavira pulang. Nyatanya, Xabiru malah membawa Xavira ke apartemennya. "Aku capek, Bi." "I miss you. Really miss you." Xavira luluh lantak lagi. Sekali, dua kali, tiga kali, berkali-kali tidaklah cukup bagi Xabiru. Mereka melakukannya hingga pagi menjemput, bahkan Xabiru tidak tahu sudah berapa kali ia melakukannya dengan Xavira. Semua terasa nikmat dan sayang untuk dilewatkan. "Mau ke mana?" tanya Xabiru masih dengan mata terpejam dan enggan melepaskan tautan tangan mereka, meskipun Xavira sudah berusaha untuk melepaskannya. "Jangan pergi. Tetep sama aku. Di sini." "Bi, Papi pasti nyariin aku semalaman." "I don't care." Xavira mengernyitkan keningnya, bingung. Segampang itu Xabiru bilang, tidak peduli. Bagaimana pun juga, Xavira bukan anak durhaka dan tidak mau menjadi pembangkang. Sesegera mungkin Xavira harus pulang dan meminta maaf pada Rahadi. Xabiru mendesah, membuka kelopak matanya dengan mulut masih menguap. "Kenapa kamu natap aku horror banget?" "Aku mau pulang. Mana baju, tas, dan hape aku?" "Enggak ada." "Maksudnya, nggak ada?" Xavira bingung dengan sikap Xabiru saat ini. "Nggak ada. Barang-barang kamu nggak ada. Kamu nggak boleh pergi dari sini. Tetep di sini sama aku," ucap Xabiru penuh penekanan di setiap katanya. "Nggak ada penolakan." "Egois!" Xabiru tertawa meremehkan. "I do it, because you want." Alis Xavira tertaut lalu membantah. "Aku nggak pernah minta kamu..." "Please, Xav. Jangan nutupin perasaan kamu lagi. I know." Masih bertahan di balik topeng bahwa ia tidak lagi memiliki perasaan pada Xabiru, Xavira berucap lagi. "Aku emang pernah cinta sama kamu. Itu dulu." "Dulu? Sekarang, udah enggak?" "Now, I don't feel the same." Bullshit! "Aku lebih suka kamu jujur." Xavira diam. "Kamu nggak pernah bisa bohong. Kamu tahu itu. Tapi, kenapa kamu maksa bohongin perasaan kamu sendiri?" "Karena kita nggak mungkin bisa sama-sama, Bi!" Xabiru mengusap wajahnya dengan kasar. Embusan napas berat ia keluarkan lalu meraih tubuh Xavira agar mendekat ke arahnya. "Aku akan nikahin kamu. Kamu akan jadi istri aku. Dan kamu juga akan jadi Mama dari anak-anak kita nanti." Really? Itu hanyalah sebuah dongeng indah yang selalu diimpikan oleh Xavira. "Aku akan wujudin semua impian kamu. Semua. Tanpa terkecuali." Tatapan Xabiru menerawang pada masa silam. Kemarin malam, setelah percintaan panas mereka yang menggebu-gebu baik di dalam mobil maupun di apartemen saat ini membuatnya terlempar pada masa lalu. Saat pelepasan diraihnya secara berulang kali dan saat cairan cinta mereka beradu, Xabiru harap akan menjadi buah hati mereka. Dulu, Xavira pernah bercerita tentang impian terbesarnya di dunia ini. Dulu, saat mereka masih berusia sangat kecil untuk mengenal dunia orang dewasa. "Xavi, nanti kalau aku besar... impianku bisa bangun rumah yang lebih bagus dari rumah milik kamu." "Oh, ya, Bi? Bagus itu. Kita nanti akan lebih sering main di rumahmu. Aku bosen sama kita main di rumahku terus." Xabiru kecil menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Dan... kamu? Apa impian terbesar kamu, Xavi?" Tanpa berpikir panjang, Xavira kecil dengan semua kepolosannya itu menjawab dengan penuh keyakinannya. "Aku mau jadi istri kamu, Bi." Mulut Xabiru terbuka lebar, tidak percaya akan ucapan Xavira yang baru saja perempuan itu lontarkan. "Kamu tahu Kak Daniel sama Kak Riani? "Kakak sepupu kamu?" Xavira menganggukkan kepalanya sambil tertawa kecil. "Aku nggak sengaja denger Kak Riani bilang kayak gitu sebelum nikah sama Kak Daniel. Dan lihat... sekarang mereka hidup bahagia. Aku pengin kayak mereka, Bi." Xabiru hanya menatap Xavira yang tengah membayangkan kehidupan masa depannya dengan laki-laki yang ada di hadapannya itu. "Aku pengin kita nikah dan hidup bahagia, selamanya." Sial! Xavira kembali mengingat masa silam dan mulai bernostalgia betapa ia sangat mengharapkan Xabiru menjadi pendamping hidupnya yang sah sedari kecil hingga sudah dewasa, seperti saat ini. Impian Xavira tidak pernah berubah. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN