•Nostalgia (A)•

1323 Kata
"Nostalgia itu mengingat kenangan manis yang terjadi pada masa silam." -Xabiru Kamajaya- ---------- Selama acara reuni itu berlangsung, baik Xabiru maupun Xavira sama-sama terdiam. Tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan, saat teman-temannya berceloteh dengan gurauan yang bisa membuat lainnya terbahak. Namun, ada dua insan manusia yang tidak bisa tersenyum lebar hingga acara berakhir. Xavira menggigit bagian bawah bibirnya seraya merapalkan doa agar hujan di luar gedung itu berhenti mengguyur permukaan bumi ini. Xavira tidak suka hujan, bukan berarti ia membenci hujan. Hanya saja Xavira merasa tidak nyaman kala berada di luar rumah lalu hujan turun dengan derasnya, seperti saat ini. Tangan mungil itu menari-nari di atas keyboard ponsel canggih yang harganya sama dengan satu sepeda motor, jika diperhitungkan. Namun, gerakan jemari tangannya terhenti begitu saja saat ponselnya dirampas secara tiba-tiba. Tentu saja ia terhenyak kaget lalu mendongakkan kepalanya, bola mata keduanya saling bertemu dan berpandangan seperkian detik lamanya. "Bi..." "Aku pengin kita punya banyak waktu berdua, Xav." "A-aku... harus pulang. Papi pasti nyariin aku." Xabiru berjongkok di depan Xavira, tangannya meraih jemari lentik milik perempuan itu lalu mengusapnya. Hatinya terasa dibayangi sesuatu yang memberatkan selama tiga tahun belakangan ini. Jujur. Xabiru tidak bisa menjalani hidupnya dengan tenang, sejak malam panas yang mereka berdua lalui bersama. "Menikah sama aku, Xav." Xavira berusaha keras menahan lelehan air matanya yang berkumpul di sudut kelopak matanya. Satu per satu teman-temannya pun sudah pergi meninggalkan gedung itu. Hanya ada beberapa orang yang tidak memedulikan keberadaan Xabiru dan Xavira. "Aku nggak bisa menjalani hari-hariku... aku..." "Aku mau pulang..." potong Xavira cepat. Tangannya mengambil ponsel miliknya yang ada di tangan Xabiru. "Xav, kita butuh bicara berdua. Setelah sekian tahun..." "Lain kali aja, Bi." Aku nggak tahan. Aku ngerasa sebagian dari diriku mati rasa untuk saat ini. Melihatmu hadir kembali, membuatku bersikap layaknya manusia yang baru saja mati suri. Melalui tatapan matanya Xavira meminta Xabiru menyudahi ini semua. Menyudahi tentang kekeras kepalaan Xabiru tentang hubungan keduanya. Xavira bangkit dari tempat duduknya, melangkah pelan menjauh dari Xabiru. Laki-laki itu menatap punggung Xavira yang kian menjauh lalu tidak terlihat lagi. Bisakah semuanya membaik? Xabiru harap, bisa memperbaiki kesalahan demi kesalahan yang ia perbuat. Bagi Xabiru, tiga tahun lamanya ia berpisah dengan Xavira itu sudah lebih dari cukup untuk menyadarkan akan perasaannya selama ini. Dan hari ini, bertemu lagi dengan Xavira membuatnya ingin kembali pada masa-masa kanak-kanak dulu. Masa di mana keduanya masih belum mengenal tentang cinta, hasrat, dan nafsu. Karena semua itu bercampur menjadi satu hingga menyebabkannya merasakan sakit yang nikmat. Xabiru mengikuti langkah kaki Xavira tadi yang keluar dari gedung, pandangannya beredar ke segala penjuru. Dan bola matanya itu menemukan sosok Xavira yang sedang berdiri tidak jauh dari tempatnya saat ini. Laki-laki itu mendekat, ia mendengar dengan samar-samar bahwa Xavira sedang menggurutu kesal. "Sial! Kenapa baterainya lowbat, sih?!" "Xav..." panggil Xabiru. Xavira sungguh tidak tahan dengan suara Xabiru yang ia dengar sekarang ini. Ingin sekali ia memeluk tubuh tegap Xabiru itu atau mengendus aroma khas yang sangat dirindukannya. "Biar aku yang antar kamu. Boleh, ya?" pinta Xabiru dengan nada yang sangat lembut, membuat bulu kuduk Xavira meremang seketika. "Hujannya makin deras. Nggak mungkin kamu nunggu di sini sampai sopir jemput kamu." Boleh aku pinjem hape kamu aja? Tidak! Xavira tidak berucap seperti itu. Karena kenyataannya bibirnya terkatup rapat, sedangkan suara hatinya meronta ingin di dengar. "Mending ikut sama aku aja. Kamu nggak suka hujan, 'kan?" Bagaimanapun juga, Xabiru masih ingat setiap hal yang disuka atau pun yang tidak disuka oleh Xavira. Semua terjadi layaknya sebuah film yang terputar dengan sendirinya. Xavira masuk ke dalam mobil hitam keluaran terbaru milik Xabiru. Tatapannya ia tolehkan pada kaca jendela mobil yang menampakkan tetes demi tetes air hujan menempel di sana. Xavira mengabaikan segala ocehan Xabiru tentang masa putih abu-abu mereka dulu. Mulai dari bolos jam pelajaran, mengerjai teman yang dianggap culun, atau tentang bertemu dengan guru mereka dulu. "Eh, kamu tahu si Alex, 'kan? yang paling keren dulu itu... dia sekarang masuk penjara. Dan... si cupu Adit malah jadi dosen Matematika. Padahal, Adit sama kamu 'kan masih pinter kamu, Xav." Xavira hanya menatap Xabiru sekilas lalu kembali memalingkan wajahnya ke samping. "Kamu... sekarang yang nerusin perusahaan Papi?" "Menurut kamu? siapa lagi kalau bukan aku?" Xavira menjawab pertanyaan Xabiru dengan pertanyaan juga. Xabiru bingung. Pembahasan apalagi yang ia lontarkan agar keduanya tidak hanya saling terdiam satu sama lain. Mungkin, Xabiru harus berterima kasih pada hujan yang turun malam ini dan juga berterima kasih pada ponsel milik Xavira yang baterainya lowbat. Karena itulah yang membuat Xabiru memiliki waktu berdua bersama Xavira. Xabiru pun melajukan kendaraan roda empatnya dengan kecepatan di bawah rata-rata. Jujur. Xabiru ingin menghabiskan banyak waktu bersama Xavira demi menebus waktu lalu yang ia buang secara percuma. Xavira memekik dengan suara paraunya kala cahaya kilat itu datang secara tiba-tiba diikuti oleh gemuruh petir yang menyambar. Xabiru segera menepikan mobilnya dan mengusap pelan punggung Xavira yang naik-turun dengan wajah ketakutan. "Ssstttt... tenang, Xav." "Bi..." baru saja Xavira akan bersuara, petir yang lebih dahulu mengalahkan ucapannya. Xabiru kian menenggelamkan kepala Xavira ke dalam d**a bidanya seraya tangan dan bibirnya yang tidak hentinya memberi kecupan hangat untuk perempuan itu. "Kamu sama sekali nggak berubah." "A-aku..." "Kamu takut sama petir. Kamu benci sama kilat. Dan kamu nggak suka hujan turun." "Enggak!" bantahnya tidak mau terlihat lemah. "Aku cuma kaget aja." Xavira merasakan rasa nyaman senyaman-nyamannya saat ini. Aroma tubuh Xabiru yang menguar itu mampu nemberinya ketenangan hati yang selama ini sirna. Perempuan itu pun mulai menunjuk-nunjuk d**a bidang Xabiru dengan telunjuknya, membuat garis secara asal di sana. Ia suka menyentuh setiap lekuk tubuh Xabiru, sedangkan laki-laki itu hanya diam dengan masih memeluknya hingga hujan di luar mobilnya kian mereda. Tangan Xabiru menekan tombol ON pada sumber musik dan di saat itu Xavira langsung menegakkan tubuhnya. If you ever find yourself stuck in the middle of the sea... Jika kau terombang-ambing di tengah lautan... I'll sail the world to find you... 'Kan kulayari seluruh lautan 'tuk temukanmu... If you ever find yourself lost in the dark and you can't see... Jika kau tersesat dalam gelap dan kau tak bisa melihat... I'll be the light to guide you.. Aku 'kan menjadi cahaya yang membimbingmu... Kenapa lagu ini yang terputar? "That's why I can't live without you." Find out what we're made of... Temukan diri kita yang sebenarnya... When we are called to help our friends in need... Saat kita terpanggil untuk membantu teman yang membutuhkan... "Count on me..." ucap Xabiru sambil tangannya mengusap-usap pipi lembut Xavira. You can count on me like 1, 2, 3... Kau bisa mengandalkanku seperti 1, 2, 3... I'll be there... Aku 'kan datang... And I know when I need it... Dan aku tahu saat aku membutuhkannya... I can count on you like 4, 3, 2... Aku bisa mengandalkanmu seperti 4, 3, 2... And you'll be there... Dan kau akan datang... 'cause that's what friends are supposed to do oh yeah... Karna begitulah seharusnya teman... ooooooh, oooohhh yeah yeah If you're tossin' and you're turnin... Jika kau sedang resah dan gelisah... And you just can't fall asleep... Dan kau tak bisa tidur... I'll sing a song beside you... 'Kan kunyanyikan lagu di sisimu... And if you ever forget how much you really mean to me... Dan jika kau lupa betapa berartinya dirimu bagiku... Every day I will remind you... Tiap hari aku 'kan mengingatkanmu... "Kamu..." Xavira merasa suaranya tertahan di tenggorokan, ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat kenangan manis itu muncul bersamaan dengan alunan nada merdu dari Bruno Mars yang memenuhi indra pendengarannya saat ini. You'll always have my shoulder when you cry... Kau boleh selalu menangis di pundakku... I'll never let go... Aku takkan pernah pergi... Never say goodbye... Takkan pernah bilang selamat tinggal... You can count on me 'cause I can count on you... Kau bisa mengandalkanku karna aku bisa mengandalkanmu... Xabiru menggenggam tangan Xavira lalu menciumnya hingga terdengar suara kecupan yang khas. "Setelah ini, aku nggak peduli Papi kamu mau marah atau pun nggak ngasih restu untuk kita berdua. Aku mau kamu. Cuma kamu, Xavi." Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN