“Sip, udah selesai,” angguk Fazio membuat gadis yang sedang ia rias segera membuka matanya dan menatap ke arah pantulan cermin.
“Ya ampun, ini aku, kak!?” pekik gadis 17 tahun itu tak percaya melihat wajahnya yang menurutnya berubah lebih cantik.
“Iyalah, emangnya siapa lagi?” tanya Fazio sambil terkikik geli, pria itu segera mengemas alat make-upnya sambil memperhatikan gadis di dekatnya itu sedang mengambil banyak gambar selfie.
Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka, seorang wanita paruh baya yang nampak keibuan masuk. “Anak Mami cantik banget!” seru sang ibu membuat gadis yang saat ini sedang menggelar hari ulang tahunnya itu tersenyum lebar.
“Memang benar kata teman saya, pake jasanya Mas Zio emang enggak akan bikin nyesal,” puji wanita paruh baya itu merasa puas. Di awalnya sedikit takut dengan hasil riasan putrinya yang akan nampak melebihi usianya tapi apa yang dia lihat sekarang tidak. Putrinya cantik, nampak sesuai dengan umurnya. Plus terlihat sangat sederhana dan ringan.
“Kamu nanti bersihin wajahnya pake make-up remover ya. Ini udah Mas Zio siapin untuk kami pake.” Pembersih make-up itu sebenarnya milik Fazio yang baru saja dibelinya, jenis yang mengandung air. Kebetulan juga gadis itu memiliki kulit wajah berjenis kering, sehingga itu cocok dengannya.
“Makasih Mas Zio!” seru gadis itu lagi sambil tersenyum lebar.
“Mas Zio ikut acaranya kan?” tanya sang ibu dari pemilik acara.
“Maaf, Tante. Zio kayaknya mau pulang, soalnya seharian ini udah full banget kerjaannya. Jadi capek.” Fazio memang benar-benar lelah, hari lelaki itu full merias tanpa seorang asisten karena Acha sedang sakit.
“Sayang banget tapi enggak papa. Mas Zio yang baik ya istirahatnya.”
“Makasih, Tante,” angguk Zio lalu membawa perlatannya keluar dari ruangan. Lelaki itu langsung memesan taksi online, beberapa menit kemudian Fazio sudah masuk ke dalam mobil yang akan membawanya pulang.
Fazio menghela nafasnya panjang saat sudah menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil. Pria itu merasakan tubuhnya mati rasa karena kelelahan, hari ini benar-benar padat. Pagi-pagi sekali dia harus datang ke salah satu acara untuk merias beberapa model lalu dilanjutkan menghias seorang pengantin yang akan menikah.
Dia hanya punya waktu siang sampai dengan sore untuk istirahat sebelum datang untuk merias seorang gadis yang akan berulang tahun.
Tapi, Zio benar-benar merasa senang sekaligus puas, menjadi seorang MUA membuatnya bisa bertemu dengan banyak orang, sehingga kadang ada saja hal yang belum pernah diketahuinya, jadi tahu saat dalam proses merias.
Seperti pagi tadi, Fazio bertemu dengan seorang model yang berasal dari daerah yang cukup terpencil. Zio kagum dengan perjuangannya hingga bisa berada di agensi top model. Wanita itu menceritakan banyak hal tentang daerahnya, seperti makanan khas, wahana dan hal lainnya yang cukup membuat Fazio ingin kesana.
Fazio benar-benar merasa baik dengan kondisi yang baru saja pulang saat matahari hendak tenggelam. Pria itu tidak bisa membayangkan jika saat ini dia berjibaku dengan tugas kuliah yang tak sesuai minatnya. Pasti ifu akan membuatnya stress.
Omong-omong tentang ayahnya, Fazio tidak tahu apa yang terjadi setelah dia membuat kekacauan kemarin. Dia langsung pergi tanpa mengatakan apapun.
Beberapa menit kemudian, Fazio akhirnya sampai di apartemennya setelah membayar taksi online. Lelaki itu bergegas naik ke lantai dimana apartemennya berada.
Ketika pintu lift terbuka, Fazio terkejut ketika melihat dari jauh sosok Rendra dan Arumi yang sedang menunggu di depan apartemennya. Seketika lelaki itu jadi ragu untuk keluar dari lift atau tidak. Tapi, rasa lelahnya membuatnya keluar dari kotak besi itu.
“Zio,” panggil Arumi yang langsung mengembangkan senyumnya saat melihat Zio.
“Papa sama Mama ngapain kesini?” tanya Fazio langsung, dia tahu pertanyaannya agak kurang baik. Namun, hari ini pria itu sungguh lelah dan tidak mau mendengar sesuatu tentang perjodohan.
“Kita bicara di dalam aja,” tutur Rendra membuat Fazio akhirnya mengangguk. Dia tidak tega meliht wajah keduanya yang nampak lelah, suami isteri itu pasti sudah menunggunya lama.
“Aku mandi dulu, kita bicara nanti,” ucap Fazio yang diangguki oleh Arumi dan Rendra.
Fazio menghabiskan waktu hampir 30 menit di dalam kamar mandi. Pria itu keluar dengan harum dan kinclong namun berbeda dengan kondisi perutnya yang sangat keroncongan. Tapi, saat mencium aroma masakan yang berasal dari dapur kecilnya membuat lelaki itu terhenyak.
Rasanya sudah lama Fazio tidak mencium bau masakan kalo tidak dirinya sendiri yang memasak.
“Mama pikir kamu belum makan, jadi Mama masak. Enggak papa kan?” tanya Arumi yang masih agak takut membuat anak tirinya itu marah.
“Enggak papa,” angguk lelaki itu yang pandangannya sudah tertuju ke arah masakan. “Papa sama Mama belum makan malam juga kan? Ayo makan bareng aja.”
Arumi dan Rendra yang mendengar itu sedikit terhenyak. Namun tidak lama langsung mengangguk, kapan lagi mereka bisa malam dengan putra mereka yang sudah sangat jarang kembali ke rumah?
Setelah selesai makan malam, suasana hati Fazio sedikit membaik walaupun dia masih lelah. Saat ini dia sedang berada di sofa apartemennya, menunggu Arumi dan Rendra yang mungkin akan kembali merecokinya dengan pernikahan.
“Papa seharusnya enggak nyembunyiin ini dari kamu. Tapi, Mama bilang kamu enggak perlu tahu tentang ini, Zio.” Rendra memberikannha sebuah map plastik, membuat kening berkerut bingung. Kira-kira apa isi di dalamnya? Jangan-jangn harta warisan!
Di dalamnnya ternyata terdapat sebuah surat yang nampak dijaga dengan baik. Ketika melihat tulisan surat itu, jantung Fazio tiba-tiba berdetak dengan cepat. Ini bukannya tulisan ibu kandungnya?
Fazio segera fokus untuk membaca semua isinya, tidak akan meninggalkan satu kata pun untuk dilewatkan. Hingga ketika berada di akhir surat, lelaki itu terdiam beberapa saat.
Pandangannya langsung tertuju ke arah Arumi dengan bingung. Di surat itu, ibu kandungnya lah yang menginginkan Fazio untuk segera menikah, bukan Arumi yang selama ini dia pikirkan. Tapi, kenapa Arumi tidak pernah memberi tahukannya tentang hal ini sehingga Fazio jadi menbencinya?
Di surat itu, sang ibu menjelaskan bahwa dia ingin Fazio segera menikah dan membentuk keluarganya sendiri. Ibunya mungkin sudah menebak bahwa Fazio tidak akan bisa tinggal lama di rumah Rendra dan Arumi. Ibunya ingin Fazio memiliki seseorang yang bisa menemani dan mengurusnya.
Seorang isteri yang akan berbagi suka dan duka. Pernikahan yang akan membuatnya menjadi lebih bahagia.
Tapi, Fazio tersenyum dengan miris di dalam hatinya saat mengingat betapa kejamnya perlakuan Rendra pada sang ibu.
“Aku setuju untuk menikah,” ujar Fazio setelah ruangan itu hening begitu lama.
Arumi dan Rendra yang mendengar itu saling pandang dan tersenyum. Mereka ikut bahagia ketika mendengar bahwa Fazio akan setuju.
“Besok pagi Papa akan jemput, kita ke rumah calon mertua kamu, Zio.”
“Hah? Apa?! Besok?!”
———
Sejak kecil karena sang ayah selalu tidak bisa di rumah, Fazio menjadi sangat dekat dengan sang ibu. Bagi lelaki itu, ibunya adalah satu-satunya orang yang ia miliki seperti keluarga. Ibunya pun selalu berusaha untuk membuatnya bahagia, walau kadang harus menangis di tengah malam.
Menurut Fazio, pengorbanan ibunya sudah terlalu banyak untuknya. Hal itu membuat Fazio ingin melalukan apapun yang bisa membuat ibunya bahagia, melakukan apapun yang ibunya inginkan. Termasuk menikah.
“Masih jauh, Pa?” tanya Fazio yang duduk di bangku belakang. Rendra yang mengendarai mobil dan Arumi yang menamaninya di samping.
“Udah dekat, bentar lagi, Zio.”
“Ini beneran enggak dikasih data diri atau cv dari calon isteri aku itu?” tanya Fazio membuat Arumi tersenyum saat mendengar kata calon isteri dari mulut Fazio. Hal yang sama dirasakan oleh Rendra, dia seketika mengingat saat Fazio lahir. Sayangnya, saat itu dia tidak bisa menemani isterinya melahirkan buah hati yang mereka tunggu-tunggu.
“Kamu nanti bisa langsung tanya sama orangnya langsung,” balas Arumi membuat Fazio mengangguk saja.
Mobil yang dikendarai Rendra akhirnya berada di sebuah jalan kecil beraspal, nampaknya menuju ke bangunan yang besar. Apa calon isterinya adalah orang kaya? Fazio seketika menyeringai bahagia. Tapi, bola matanya hampir keluar saat dia melihat mobil milik ayahnya berhenti di sebuah pesantren?
“Ngapain kita ke pesantren?” tanya Fazio agak cemas.
“Calon mertua Zio itu salah satu pengurus Pesantren ini,” beri tahu Arumi. “Calon isterinya Fazio juga besar disini.”
“Hah?” Fazio terkejut, maksudnya sang isteri adalah orang yang taat agama? Bukanhya Fazio tidak ingin tapi apakah wanita seperti itu cocok dengan dirinya yang kadang-kadang masih sering masuk ke club?
Fazio sekarang agak menyesal tidak bertanya dulu, paling tidak saat malam kemarin saat dia menyetujui untuk menikah. Hal yang membuatnya takut adalah ekpetasi dari pihak lain tentangnya yang mungkin agak melenceng jauh.
Biasanya seseorang yang baik menginginkan pasangan yang baik pula kan? Bukannya Fazio tidak ingin pasangan yang baik namun dia juga mengingat bagaimana dirinya sendiri. Asalkan pasangannya tidak terlalu brutal, mungkin sudah cukup untuknya.
Fazio hanya bisa pasrah mengikuti Arumi dan Rendra masuk. Seketika suasana adem langsung menyelimuti perasaan pria itu. Ia cukup takjub dengan denah Pesantren ini, karena banyak halaman terbuka yang ditanami tumbuhan sehingga bisa membuat suasana sedikit sejuk.
“Eh? Eh!” Fazio ingin menahan seorang anak laki-laki yang hendak jatuh namun ternyata anak lelaki itu memang sengaja menundukan sedikit badannya saat lewat darinya dan kedua orang tuanya.
Seketika Fazio jadi malu, dia baru pertama kali masuk ke dalam Pesantren dan tidak pernah memilikiteman yang berasal dari Pesantren. Anak-anak disini ternyata sangat sopan.
“Pak Rendra? Mau ke rumahnya Pak Ahmad ya?” sapa seorang lelaki yang nampaknya pengurus Pesanten namun masih agak muda.
“Iya, Pak Ahmad ada, Nang?” tanya Rendra nampak akrab.
“Ada, Pak. Ayo saya antar,” ajaknya membuat yang lain mengikuti. Fazio mengangguk-angguk, pantas saja anak-anak disini sangat sopan. Para pengurus disini juga ternyata sangat ramah dan baik.
Fazio diajak menuju sebuah rumah sederhana, lokasinya cukup jauh dari bangunan Pesantren. Nampaknya ini adalah bagian pengurus, karena tidak jauh dari rumah yang mereka tuju, ada rumah lain.
Dan, pria itu menebak itu adalah rumah calon isterinya dan Pak Ahmad yang disebut tadi pastilah calon ayah mertuanya.
“Assalamualaikum!” seru Anang—pengurus yang membawa mereka masuk.
“Walaikumsalam,” jawab seseorang dari dalam rumah membuat Fazio mengerutkan dahinya sedikit heran. Entah kenapa dia merasa tidak asing dengan suara ini. Ini seperti suara…
“Dirga, kenapa kamu ada disini?” tanya Rendra terkejut ketika melihat putranya yang lain.
Fazio tidak terlalu terkejut dengan kehadiran Dirga karena sudah menebak dari suaranya. Tapi, satu hal yang membuatnya penasaran. Sedang apa saudara tirinya itu berada di rumah calon isterinya?