Prolog
Malam ini Mikaya nampak terlihat cantik dengan balutan dress berwarna hitam selutut. Rambutnya di cepol memperlihatkan lehernya jenjang. Tampak anggun dan terlihat dewasa. Hari ini merupakan hari bahagianya di mana memperingati hari jadiannya dengan Haikal selama satu tahun.
Begitu pula Haikal yang tampak makin mepesona dengan jas berwarna senada. Mereka berdua memutuskan untuk dinner di sebuah restoran mewah yang sudah di booked hanya untuk mereka berdua. Sambil menunggu pesanannya datang, Mikaya dan Haikal bernostalgia tentang kisah mereka.
Memang baru satu tahun mereka menjalin hubungan, namun Haikal selalu menuruti semua kemauan Mikaya. Membuat Mikaya semakin yakin kalau Haikal adalah takdirnya.
"Nggak nyangka ternyata hubungan kita bisa satu tahun, ya. Perasaan baru bulan lalu kamu nembak aku,"
Haikal tersenyum manis mendengar celotehan kekasihnya. "Soalnya aku selalu bikin kamu bahagia. Jadi, nggak kerasa waktunya."
Mikaya mengangguk setuju. Selama menjalin hubungan dengan Haikal, cowok itu selalu memprioritaskan dirinya. Walaupun terkadang tersulut emosi karena sifat keras kepala Mikaya. Tapi, lambat laun Haikal memahami sifat gadisnya itu.
"Tapi, mengingat hubungan kamu sama mantan-mantan kamu dulu, kayaknya aku yang jadi pemenangnya deh. Soalnya dulu kamu playboy banget. Pacaran cuman satu atau dua minggu doang." Mikaya tak habis pikir dengan masa lalu Haikal. Bagaimana bisa cowok itu dulunya pacaran hanya dalam kurun waktu pendek. Herannya lagi, sudah tahu Haikal playboy. Tapi, Mikaya menerimanya saat di tembak.
Tapi, Mikaya senang karena Haikal mau merubah sifat buruk demi dirinya. Maka itu Mikaya ingin mempertahakan hubungan ini. Walaupun tidak mendapatkan restu oleh para sahabatnya. Mikaya selalu kena omel sama sahabatnya karena tidak mau memutuskan hubungan dengan Haikal. Menurut para sahabatnya, Haikal bukan orang yang cocok untuk Mikaya. Tapi, tak di pedulikan oleh Mikaya. Baginya Haikal sudah cocok menjadi masa depannya.
"Iya, kamu pemenangnya, Sayang. Jadi, jangan bahas masa lalu lagi. Apalagi kita masih rayain hari bahagia gini." Haikal menggenggam tangan kiri gadisnya.
"Janji nggak bahas lagi. Tapi, kamu beneran udah nggak ada hubungan apapun sama mantan-mantan kamu itu kan? Apalagi sama si Olina itu. Ngeselin banget deh. Suka banget ngerecokin hubungan kita," sebal Mikaya mengingat Olina-mantan dari kekasihnya-sering mengganggu hubungannya. Ada aja yang di lakukan oleh Olina untuk merusak hubungannya.
"Enggak dong. Kamu tahu sendiri Olina gimana orangnya. Dia belum move on dari aku," jelas Haikal agar Mikaya percaya.
"Lagian pacar kamu ini ganteng banget. Jadi, banyak yang gamon, hehe," gurau Haikal mencoba menghibur kekasihnya.
"Aduh, narsis banget sih kamu," balas Mikaya juga bergurau.
Sudah sekitar lima belas menit mereka menunggu semua pesanan di hidangkan. Akhirnya datang juga dua pelayan membawakan pesanan mereka. Hudangannya sangat menggoda sekali di mata Mikaya. Saat hendak mengajak Haikal bersulang, ponsel cowok itu berdering menandakan panggilan masuk.
"Dari siapa?" Tanya Mikaya.
Haikal beranjak dari duduknya. Kening Mikaya berkerut terheran. "Aku izin angkat panggilan dulu, ya. Kamu makan dulu aja nggak apa-apa."
Belum sempat menjawab, Haikal sudah pergi meninggalkan Mikaya. Ia merasa ada yang aneh. Pasalnya Haikal selalu menerima panggilan telfon di depannya. Tidak meminta izin menjauh seperti barusan. Tak ingin ambil pusing terlalu lama, Mikaya akhirnya menyantap makanannya dahulu. Baru saja satu suap makanan itu masuk ke mulutnya, ponselnya ikut berdering. Ada panggilan dari Kaiser—abangnya. Mikaya berdecih kesal karena merasa acaranya di ganggu oleh abangnya.
"Apa?!" Jawab Mikaya kesal.
"Pulang cepat. Papa mau bicara penting soal perjodohan."
Keningnya mengkerut tanda dirinya bingung. Perjodohan? Siapa? Abangnya mau di jodohkan? Sama siapa? Begitulah rentetan pertanyaan di kepala Mikaya.
"Abang mau di jodohin? Sama siapa?" Tanyanya kepo.
"Bukan Abang. Tapi, kamu. Cepat pulang makanya."
WHAT??!!
Baru saja Mikaya hendak protes dan bertanya lebih lanjut. Tapi, Kaiser langsung menyanggahnya. "Nggak usah banyak tanya. Kamu pulang dulu, baru tanya sendiri sama Papa."
Kaiser memutuskan panggilan telfonnya. Ekspresi wajah Mikaya tak dapat di tebak. Dirinya syok, kesal, dan ingin marah. Apa-apaan maksud dengan dirinya yang di jodohkan? Lagian keluarganya sudah tahu kalau ia punya kekasih. Lagi, ini bukan jamannya Siti Nurbaya. Mikaya rasanya ingin mengamuk seketika.
Mikaya membuka ponselnya karena sebuah pesan masuk dari Haikal. Setelah membaca dengan teliti, kini rasa marah dan kesal Mikaya semakin tinggi.
"What the f**k! Apa-apaan sih Haikal ini. Bisa-bisanya ninggalin gue di sini sendirian? Terlebih semua ini belum di bayar? Ck."
Mikaya memasukan ponsel ke tasnya. Lalu memanggil pelayan untuk membayar apa yang mereka pesan. Lagi-lagi Mikaya ingin marah. Haikal bilang dia sudah membayar semuanya untuk biaya booking restoran ini. Ternyata hanya membayar DP nya saja.
Berjalan dengan menghentakkan kaki dan sambil mengoceh, itulah yang di lakukan Mikaya. Rasa marahnya sudah sampai di ubun-ubun kepala dan siap meledak kapan saja.
"f**k Haikal! Cowok itu mau kemana sih? Kalau ada hal mendesak seenggaknya jelasin dulu ke gue. Bukan langsung balik dan ninggalin gue sendirian kek orang ilang gini,"
"Ini juga maksud abang tadi apa sih. Perjodohan apa. Aaggghhhh hari spesial bagi gue hancur nggak sesuai rencana!"
***
Haikal berhenti di depan pintu toilet pria. Ia menekan tombol hijau untuk menerima sebuah panggilan.
"Kenapa lama banget sih angkatnya!" Dumel seseorang dengan suara melengking. Haikal menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Lagi ada acara. Kamu kenapa telfon kakak?" Tanya Haikal sambil celingukan. Takut ada seseorang yang mendengar pembicaraannya.
"Jemput aku di bandara sekarang juga."
Kedua mata Haikal melotot saat mendengar sebuah kalimat yang barusan terdengar. "Kamu bilang apa barusan?" Tanya Haikal memastikannya.
Seseorang itu berdecak kesal pada Haikal sebelum menjawab. "Jemput.aku.di bandara.sekarang!" Ulanginya dengan nada penuh penekanan.
"Tapi, Kakak nggak bisa kalau sekarang. Lagi ada acara. Kakak suruh supir aja jemput kamu, ya."
"Nggak mau. Harus Kak Haikal. Kalau nggak aku bilang ke Mama! Cepetan jemput aku!"
Haikal mengacak rambutnya. Kenapa gadis itu tidak mau mengerti keadaanya. Wataknya keras kepala tidak bisa di bantah seperti Mikaya. Saat Haikal ingin melakukan negosiasi dengan gadis itu, panggilannya sudah di matikan secara sepihak. Ini artinya tidak ada bantahan apapun.
Cowok itu berjalan mondar-mandir memikirkan bagaimana izin ke Mikaya. Ia tak mau mengacaukan pesta perayaan hari jadi mereka. Apalagi Mikaya rela berdandan demi dirinya. Mau tak mau, Haikal harus menurunkan harga dirinya. Ia membuka ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan untuk Mikaya.
"Sayang, aku izin pulang dulu, ya. Ada keadaan darurat. Nanti aku ganti uangnya." Setelah memastikan pesannya terkirim ke Mikaya, Haikal langsung pergi.