Part 3 – Quinn Dyson

1527 Kata
Irene bangun dengan tergesa. Bagaimana bisa ia berakhir di ranjang dengan pria yang bahkan ia tidak tahu namanya? Untungnya, Irene terbangun dengan pakaian yang masih utuh. Tapi kenapa pria itu harus tidur di sampingnya? Apa yang ia lakukan semalam? Kenapa ia tidak ingat apa-apa? Irene mencoba mengingat-ingat lagi apa yang terjadi setelah ia pergi dari club itu. Benar. Karena takut, ia tidak ingin pulang dan pria itu mengajaknya singgah di salah satu bar dan minum di sana dengan alasan agar ia lebih tenang. Ah. Harusnya ia tidak mudah percaya begitu saja pada pria yang baru saja ia kenal meskipun pria itu sudah menolongnya. Irene mengendap usai mengambil tasnya dan ke luar dari kamar hotel tanpa membangunkan pria itu. Usai pintu tertutup, Irene menarik nafas panjang dan meninggalkan kamar itu dengan perasaan kacau. Hidupnya yang memang tidak pernah tentram itu menjadi semakin berantakan karena ulah Xavi, dan kali ini pria tampan misterius itu. Ya, salahnya karena ia tidak menanyakan namanya. Tunggu, kenapa ia harus mengetahui nama pria itu? Pintu lift terbuka, dengan cepat Irene masuk ke dalam lift dan berharap pria itu tidak terbangun saat ia masih berada di hotel ini. Sungguh memalukan. Irene bukan tipe gadis yang bisa tidur dengan sembarang pria. Satu-satunya pria yang pernah menyentuhnya hanyalah Xavi. Ya, segalanya telah Irene berikan kepada Xavi tapi pria itu tidak pernah menghargai apa yang sudah Irene berikan padanya. Bagi Xavi, pemberian Irene adalah balasan karena telah menjadi kekasihnya dibanding pelayan di rumahnya. Bukankah itu balasan yang setimpal? Irene memijat keningnya. Rasanya, dalam satu malam hidupnya telah berubah dengan drastis. Meski di tengah kekacauan ini terselip rasa lega karena telah berhasil lepas dari jerat Xavi. Irene sungguh merasa lega karena ia bisa mengakhiri hubungannya dengan Xavi berkat bantuan pria itu. Xavi pasti mengira ia ada hubungannya dengan pria itu, atau bahkan mengira dirinya berselingkuh. Ah. Biarlah. Meski itu pasti akan membuat Xavi semakin marah padanya. Membayangkan Xavi berada di hadapannya saat ini membuat Irene sangat takut. Tapi tidak mungkin ia terus menempeli pria misterius itu bukan? Dan yang paling penting adalah, Xavi sepertinya mengenal pria itu dan membenci pria yang telah menolongnya itu. Sesampai di loby, Irene segera berjalan untuk ke luar dari hotel itu dan memilih tempat yang aman untuk memesan taxi online. Benar. Hotel ini terhubung dengan mall besar, lebih baik Irene segera ke tempat ramai agar pria itu tidak menemukannya. Dengan perasaan campur aduk Irene akhirnya sampai di apartemen kecil miliknya. Ia membuka pintu, menyalakan lampu dan clutch hitam miliknya terjatuh saat melihat Xavi tengah duduk manis di ranjangnya. Karena apartemen yang dibeli oleh Irene adalah apartemen kecil, jadi ranjang dan ruang tamunya menyatu. “Hai sayang,” Irene berbalik. Hendak membuka pintu kamarnya kembali tapi tangannya terlalu bergetar. Dan entah sejak kapan, Xavi sudah ada di belakang Irene. Menciumi leher Irene dan memeluk gadis malang itu. “Xavi… Kita sudah putus…” Irene hampir menangis. Ia tidak punya keberanian untuk melawan Xavi meski ingin. Karena, perasaannya masih ada tersisa untuk Xavi, dan juga karena hutang yang ia miliki pada keluarga Xavi. Jadi, ia tidak berdaya bukan? Bukannya melepas Irene, Xavi semakin jadi mencumbuu leher Irene. Ya, Xavi merindukan Irene. Biasanya Irene selalu ada di hidupnya. Entah kenapa setelah Irene pergi, Xavi merasa ada yang hilang dari hidupnya. Tangan Xavi mulai menyentuh daada Irene dan meremasnya. Irene semakin meronta, namun tenaga Xavi jauh lebih besar darinya. Xavi membalikkan tubuh Irene dan meraih bibir Irene, melumat dengan kasar dan mendorong tubuh Irene hingga tersandar di depan pintu. Tangan Irene menahan dadaa Xavi, membuat Xavi kesal karena aktivitasnya terganggu. Dengan kasar ia menarik kedua tangan Irene dan merentangkannya ke atas. Xavi kemudian sibuk menjelajahi leher Irene, satu tangannya melepas dress yang dikenakan oleh Irene, Irene menangis. Ia tidak ingin diperlakukan seperti ini. Ia memang memiliki hutang pada keluarga Xavi, tapi bukan berarti ia layak diperlakukan seperti ini. “Xavi stop… Aku bukan jalang, Xavi…” isak Irene namun semakin membuat Xavi semakin bernafsuu untuk menyentuhnya. “Xavi stop!” Irene menendang kemaluann Xavi dan berhasil melepaskan diri dari pria itu. Xavi tersungkur, kesakitan sembari menyentuh miliknya yang terasa nyeri akibat tendangan dari Irene. Irene ingin ke luar dari kamar itu, namun terkunci dan kuncinya tidak ada di tempatnya. “Cari ini hah? Kau mau bermain dengan kasar, hmm? Baiklah. Sudah lama aku tidak bermain dengan kasar denganmu. Kata siapa kau bisa mengakhiri hubungan kita, hmm? Kau harus membayar hutang ayahmu. Dengan apa kau bisa membayarnya selain tubuhmu? Aku hanya menjadikanmu kekasih agar lebih mudah menidurimu. Kau terlalu cantik dan seksi untuk menjadi pelayan di rumahku. Kau pikir, aku menjadikanmu kekasih karena aku mencintaimu hah?” Xavi memainkan kunci yang ada di tangannya sambil menatap Irene. Irene segera berlari ke dapur mininya, mencari pisauu dan menodongkan pada Xavi yang hendak mendekatinya lagi. Tubuh Irene bergetar dengan hebat. Dan Xavi menertawai tingkah Irene yang memegang pisau dengan tangan gemetar. “Ayolah sayang, jangan mempersulit hidupmu. Kau tidak akan bisa lepas dariku. Kau tahu itukan?” “Aku akan membayarnya, X. Aku akan membayar hutangku, beri aku waktu. Aku akan mencari pekerjaan di tempat lain…” ujar Irene dengan nada gemetar. Xavi menyeringai. Ia tidak akan melepaskan Irene begitu saja. “Oh ya? Bagaimana caramu membayar hutangmu itu? Kau menjual tubuhmu? Bagaimana kalau aku berikan saran yang lebih baik? Menjadi jalangg pribadiku seumur hidupmu, itu lebih baik,” Xavi mendekati Irene dan menepis pisau di tangan Irene dengan mudah. Tubuh Irene lemas, ia membiarkan Xavi menghimpit tubuhnya di dinding. Xavi mulai menciumi leher Irene. Ya, mungkin memang ia ditakdirkan untuk menjadi jalang pribadinya seorang Xavi Daymond. Takdir yang menyedihkan. Irene memejamkan matanya. Tidak lagi melawan Xavi, membuat Xavi menyeringai melihat wajah Irene dengan mata tertutup. Xavi menghapus air mata di pipi Irene. Tidak peduli pada tangis Irene dan kembali melanjutkan aksinya untuk mencumbuu Irene. Brukk! Tiba-tiba puntu apartemen Irene terbuka, membuat Xavi menoleh dan saat itulah Irene meloloskan diri dari Xavi. Saat Irene berlari ke arah pintu, ia justru menabrak seorang pria. Ya, pria yang ia tinggalkan pagi ini di ranjang hotel mewah itu. “Hello my lady, miss me?” Quinn meraih Irene dan menyembunyikan Irene di belakang tubuhnya saat Xavi mendekat dan siap menyerangnya. “Quinn? Sedang apa kau di sini?” Xavi mengerang, tapi tanpa takut pada Quinn pria itu justru semakin maju dengan perlahan. Menatap Irene bersembunyi dibalik tubuh Quinn membuat darah Xavi mendidih. Irene yang melihat Xavi mendekat semakin bersembunyi di balik tubuh pria yang baru ia kenal. Ternyata, pria misterius ini bernama Quinn. Nama yang bagus. Astaga, Irene memaki dirinya sendiri karena bisa-bisanya disaat seperti ini ia malah kagum pada nama pria misterius yang entah bagaimana bisa mengetahui apartemennya ini. “Aku? Aku merindukan kekasih baruku ini, kemarilah, apa yang kau takutkan sayang?” Quinn menarik satu tangan Irene agar gadis itu berdiri di sampingnya dan merangkul Irene bahkan mencium pipi Irene. “Bukankah kalian sudah putus? Sedang apa kau di rumah kekasihku?” Xavi menatap Irene dengan tidak percaya. Ia bahkan menyeringai dan menatap Irene dengan rendah. Kekasih? Bagaimana mungkin, Irene terlalu mencintainya untuk berselingkuh dengan pria lain. Hanya saja, kenapa harus dengan bajingann ini? “Ya, memang kami sudah putus. Tapi ia tidak bisa lepas begitu saja dariku. Dia memiliki hutang pada keluargaku.” Benar. Irene tidak bisa pergi begitu saja darinya, ia harus menggunakan fakta ini untuk menjerat Irene agar selalu disisinya. Tidak ada yang berhak memiliki Irene selain dirinya. Apalagi, pria yang ada di hadapannya saat ini. Quinn tersenyum. Siall. Haruskah pria asing ini mengetahui bagaimana menyedihkan hidupnya ini? Padahal, ia dengan angkuh menolak Quinn di club malam itu. Siall, Irene benar-benar malu saat ini. “Hutang?” “Ya. Asal kau tahu saja, dia Cuma anak seorang pelayan yang beruntung di rumahku. Aku yang menjadikannya seperti ini,” jelas Xavi, berharap Quinn akan illfeel pada Irene ketika mengetahui latar belakang Irene. Irene pasti bukan tipe gadis yang diinginkan oleh Quinn. “Well, terima kasih telah menjadikannya cantik seperti ini. Kau tahu aku tidak ingin melihat wajahmu lagi di tempat ini. Kau ingin pergi dengan cara baik-baik atau harus ada yang berdarah atau mati dulu diantara kita?” Sialann. Quinn sama sekali tidak peduli pada fakta itu. Membuat Xavi terdiam. Ia tidak bisa meninggalkan Irene bersama dengan pria ini. Sementara itu, Irene menelan ludah. Aura Quinn yang tadinya sangat friendly pada Xavi menjadi siap menerkam Xavi kapan saja. Siall. Quinn dan Xavi ternyata sama saja. Irene sampai bingung harus merasa aman atau justru sebaliknya jika Xavi meninggalkannya saat ini. Setidaknya, ia telah lama mengenal Xavi dari pada pria misterius yang tiba-tiba muncul di hadapannya saat ini. “Kau tidak berhak memerintahku pergi,” ujar Xavi dengan dingin. “Kau beruntung. Aku tidak ingin mengotori tanganku saat ini. Sekretarisku akan menghubungimu dan mentransfer semua hutang kekasihku. Kalau kau tidak ingin pergi dari sini, biar aku dan kekasihku yang pergi.” Quinn menarik Irene pergi dari apartemen Irene. Seperti terhipnotis, Irene menuruti Quinn begitu saja. Meninggalkan Xavi yang kini mengepalkan tangannya dan menendang meja tak bersalah di hadapannya. “Bangsatt!” Xavi menendang perabotan yang ada di sekitarnya, ia sungguh akan merebut Irene kembali. Apa pun caranya. Karena, baginya, apa pun yang direbut secara paksa oleh Quinn adalah penghinaan besar untuknya.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN