Kinan turun dari lantai dua. Meski dunianya baru saja runtuh, Kinan tetap harus bekerja. Terlebih apa yang bisa dia lakukan di rumah saat perasaannya semakin sakit.
Mata Kinan menunjukkan sedikit lingkaran hitam yang samar sebab dia menutupinya dengan concealer. Dia tidak bisa tidur semalaman sementara Bram tidak muncul bahkan hingga pagi ini. Lagi pula jika pria itu berani datang ke kamar mereka akan Kinan tendang dia. Beruntungnya Bram tidak muncul.
Entah tidur dimana pria itu, mungkin di rumah Ayu, Kinan tak peduli. Sejak tahu Bram berkhianat Kinan lebih suka pria itu tak ada di dekatnya, daripada dia harus memikirkan cara untuk menolak saat pria itu ingin menyentuhnya.
Suasana dapur lain dari biasanya. Masakan tersedia di meja menampilkan beberapa hidangan yang nampak lezat. Dan yang membuat hati Kinan terasa dingin adalah kehadiran Ayu disana.
"Kinan." Wanita itu tersenyum seolah tak ada yang salah dan tak ada yang terjadi di antara mereka.
"Ngapain kamu kesini?" Tak ada lagi kesopanan yang terucap untuk Ayu. Jika dulu wanita itu ingin dia panggil Mbak di banding Ibu seperti orang lain memanggilnya. Kali ini Kinan muak dan merasa wanita ini bahkan tak pantas untuk di hormati.
Apa dia pikir dengan memanggil 'Mbak' dia bisa menganggapnya adik? Atau bahkan bisa merasa lebih dewasa dan pantas jika dia menghormati istri kedua suaminya.
"Mbak bawain sarapan buat kalian," ucap Ayu.
Kinan menatap makanan di meja. "Udah mulai terang- terangan ya, sekarang?" Kinan menatap Bram yang duduk di kursi makan.
"Ayo sarapan, kamu mau kerja kan," ucap Bram. Seperti Ayu pria itu bersikap seolah tidak terjadi apa- apa.
Benar-benar tidak tahu malu.
"Kinan, Mbak tahu kita salah karena gak bilang sejak awal kalau kami menikah. Tapi kami saling mencintai. Jadi kami memilih menikah dan menghindari perbuatan zina. Kami tahu harusnya kami memberitahu. Tapi, ini sudah terjadi, bisa kan kita hidup rukun." Ayu meraih tangan Kinan. "Mbak yakin kita bisa jadi keluarga yang bahagia."
Kinan menepis tangan Ayu membuat Ayu sedikit terhunyung.
"Auh!" Bram yang melihat perlakuan itu bangkit dan menahan tubuh Ayu.
"Kinan, kamu apa- apaan sih!"
"Mas, aku gak papa," ucap Ayu. "Kinan, Mbak datang dengan niat baik. Mbak ingin kita akur dan hidup bersama mulai sekarang. Bagaimana pun semuanya terlanjur terjadi. Mbak akan lakukan apapun agar kamu terima keadaan kita ... Mbak bisa bantu kamu masak mulai sekarang, jadi kamu bisa tenang kerja." Ayu tersenyum meyakinkan.
Kinan mendengus, dia yang sempat tertegun dengan bentakan Bram sebab tak menyangka jika pria itu membela Ayu padahal jelas sekali dia tak mendorong Ayu berlebihan hingga wanita itu akan jatuh.
"Kamu harusnya bersyukur, karena Ayu pekerjaan kamu berkurang. Tapi kamu gak mau berterimakasih bahkan berlaku kasar."
Kinan mengerutkan keningnya menatap Bram yang menatapnya tajam. "Kalau gitu kerja kamu apa dong, Mas? Aku kerja di luar, dia kerjakan kerjaan rumah? Jangan bilang kamu cuma mau jadi suami mokondo?" wajah Bram berubah merah.
"Kinan!"
"Iya kan? Hidup kamu aku yang tanggung. Eh tunggu hidup kalian aku yang tanggung," ralat Kinan.
"Kerjaan di rumah istri kedua yang lakuin. Kamu enak dong, ongkang kaki doang dapat pelayanan dua istri? Cuma mo-kon-do." Kinan menekankan kata- katanya.
"Kamu!" tunjuk Bram. Pria itu menatap tak percaya dengan wajah marah yang kentara. Sejak kapan Kinan pintar melawan dan berkata kasar.
Ayu menurunkan tangan Bram. "Kinan jangan gitu. Mas Bram suami kita dia kepala keluarga, kita harus menghormati dia."
"Kamu aja, silakan. Aku gak punya hati seluas samudra seperti istri- istri solehah di luar sana. Dia aja gak menghormati aku istrinya, kenapa aku harus menghormati dia."
"Kinan! Kamu pikir aku begini karena siapa?!"
"Mulai deh mau nyalahin aku lagi? Lempar kesalahan?"
"Kalau kamu gak kerja, aku mana mungkin cuma diam di rumah. Ngurusin Yumna."
"Jadi maksudnya kalau aku gak kerja kamu bisa kerja?"
"Iya, dong. Kamu pikir kalau bukan aku siapa yang urus rumah sama Yumna selama ini." tantang Bram.
Kinan mengangguk. "Oke. Kalau gitu urusan rumah kan ada dia yang urus. Jadi mulai sekarang cari kerja dong biar aku bisa berhenti."
"Apa?" Bram dan Ayu saling pandang.
"Nah boleh dong mulai cari kerja ya, dari sekarang. Biar nanti pas aku berhenti kita gak kesusahan. Inget loh, Mas. Kamu punya dua istri dan dua dapur pula yang wajib kamu nafkahi. Atau kalau kamu gak sanggup kamu bisa ceraikan aku, biar tanggungan kamu berkurang. Tenang aja aku bawa Yumna sama aku. Jadi kami gak akan merepotkan kamu. " Kinan berbalik hendak pergi. Dia harus segera pergi bekerja. Jangankan untuk sarapan nafsu makannya bahkan sudah hilang saat melihat dua orang itu.
"Kamu pikir dengan cara seperti itu bisa buat aku ceraikan kamu. Kamu mimpi!" teriak Bram dengan murka.
"Ya buktiin dong kamu mampu hidupin kita berdua," ucap Kinan acuh tak acuh bahkan tanpa menoleh dan melanjutkan langkahnya untuk segera pergi.
Mendengar teriakan Bram, Ayu mengerutkan keningnya, lalu kedua tangannya terkepal erat.
"Sialan!" Wajah Bram nampak marah dan kesal. Jangan sampai dia bercerai dari Kinan. Bisa habis dia. Apalagi semua properti atas nama Kinan. Dan yang terpenting selama ini hidupnya bergantung pada Kinan.
Bram memejamkan matanya kesal. Dia masih mencintai Kinan tidak akan dia biarkan Kinan menggugat cerainya.
Dia pikir pernikahannya dan Ayu selamanya akan tetap tersembunyi, dan dia bisa terus tenang jadi pria bahagia. Lagi pula harusnya Kinan juga bersyukur pekerjaannya berkurang dengan adanya Ayu.
"Kenapa gak cerai aja sih, Mas," celetuk Ayu. Wanita itu duduk di kursi makan dengan menyilangkan kakinya. "Biarin aja, toh ada aku."
Bram mendengus kesal. "Kamu pikir kalau kami bercerai, gimana sama hidup kita? Selama ini kita mengandalkan dia. Kamu pikir dari mana uang beli bedak kamu itu."
Tentu saja dia adalah seorang janda, dia tak punya kemampuan selain bergoyang di ranjang. Tak ada pengalaman kerja. Dulu saat dia memiliki suami dia di senangkan tanpa harus bekerja. Saat suaminya meninggal dia memiliki warisan yang lumayan. Karena itu dia membeli rumah disana tanpa cicilan. Tapi Ayu tak menyangka jika uang itu akan segera habis. Jadi dia memberanikan diri menggoda suami tetangga yang sering di tinggal kerja. Melihat hidup mereka yang lumayan mewah memiliki mobil bahkan motor membuat Ayu berpikir bisa numpang hidup.
Awalnya Ayu sedikit kesulitan mendekati Bram. Namun dia sengaja merusak AC nya di rumah dan memanggil Bram untuk menolongnya.
Karena jurus seksi dan bahenolnya akhirnya Bram tergoda dan dia selamat dan masih bisa hidup meski pas- pasan sebab uang yang di berikan Bram di bagi dua dengan kebutuhan rumahnya. Hingga satu bulan lalu Ayu terpikirkan jika dia yang akan memasak saja dan memberi masakan itu ke rumah Kinan, hingga uang dapur semua Ayu yang pegang. Hasilnya dia bisa lumayan mengantungi uang sisa belanja.
"Cari kerja itu susah. Gaji Kinan kalau di total lebih dari 10 juta. Dan itu cukup untuk hidup kita sehari- hari."
....
Di dalam mobil Kinan mengepalkan tangannya. Telinganya yang tersumbat earphone menunjukan jika dia mendegarkan percakapan Bram dan Ayu dari CCTV yang dia pasang di ruang makan.
Benar- benar ingin terus mengandalkannya? Manusia- manusia tidak tahu malu!
"Kalian pikir aku akan diam? Tunggu pembalasanku!"
.....