Pilih Siapa?

1131 Kata
Rasa marah Kinan tak dapat di bendung saat Bram secara terang- terangan mengatakan jika mereka mengandalkan dirinya untuk kehidupan sehari-hari. Tak menyangka jika pria yang dia nikahi 8 tahun lalu ternyata hanya pria yang mau enaknya saja. Entah itu watak sebenarnya atau karena dia terlalu terbiasa mendapat uang darinya, hingga sifat itu muncul begitu saja. Tapi Kinan rasa Bram sudah tak tertolong lagi. Kinan begitu kecewa kenapa pria itu begitu berubah. Mata Kinan terpejam erat mengingat dulu bagaimana mereka bahagia, bahkan meski dulu menggunakan uang yang sedikit dan pas- pasan dari usaha Bram yang hanya bekerja sebagai tukan servis AC. Bram yang pengertian dan setia menjadi hal yang membuat Kinan semakin mencintai pria itu setiap harinya. Hingga setelah melahirkan Yumna kebutuhan yang semakin besar membuat Kinan mulai mencari pekerjaan. Beruntung Kinan dengan mudah di terima hingga kini dia sudah menduduki posisi Manager umum karena kerja kerasnya. Karena itu mereka sepakat untuk membagi pekerjaan mereka dengan Bram yang mengurusi rumah dan Yumna, sementara dia bekerja. Setidaknya hingga Bram mendapatkan pekerjaan. Tanpa terasa ini berlangsung hingga kini tujuh tahun berlalu, dan yang tak pernah Kinan kira Bram menjadi terbiasa dan mengandalkannya dalam hal uang. Kinan kira Bram tidak akan menyerah begitu saja dan tetap mencari pekerjaan. Tapi justru pria itu malah menyenangkan dirinya karena uang bulanan darinya lalu berselingkuh. Kalau di pikir lagi, dulu Bram tidak pernah menuntut uang bulanan yang kurang, hanya beberapa bulan terakhir saja. Dan kini Kinan tahu jawabannya. Tentu saja karena pria itu memiliki dua dapur yang harus mengepul, dan dengan tak tahu malunya pria itu menggunakan uangnya untuk membiayai kebutuhan istri sirinya. ..... Saat pulang Kinan melihat Bram duduk di sofa dengan televisi menyala, di karpet ada Yumna yang sedang bermain. Melihat bocah itu Kinan tersenyum. "Hai, Sayang. Gimana sekolahnya hari ini?" Kinan melepas sepatunya meletakannya di rak lalu menghampiri Yumna. "Seru, Ma." Yumna berkata acuh sambil terus bermain. Kinan mengangguk. "Ada PR gak?" Yumna menggeleng. "Beneran?" tanya Kinan lagi. "Gak ada." "Hm, kalau gitu Mama cek buku sekolah—" "Eh, iya ada." Mendengar Yumna meralat ucapannya Kinan mengernyit. "Sayang kalau ada ya ada. Kalau enggak ya enggak. Kenapa harus bohong?" "Males, Ma. Biar nanti aja kerjainnya di sekolah." Kinan tak bisa tak merasa kesal. "Sekarang masuk kamar kerjain PRnya dulu baru boleh main." "Ah, Mama gitu. Aku lagi main." Yumna merengek. "Sayang, kamu harus belajar bertanggung jawab. Apa yang menjadi tugas kamu ya harus di lakukan.“ "Udahlah, biarin Yumna main. Biar PRnya di kerjain nanti." terdengar ucapan Bram membuat Kinan mengerut tak suka. "Pokoknya kerjain sekarang! Abis ganti baju Mama cek lagi!" Tak peduli ucapan Bram Kinan manatap Yumna dengan tajam, membuat Yumna mau tak mau beranjak dan memasuki kamarnya. Setelah Yumna benar-benar pergi Kinan berdiri dan menatap Bram. "Kerja kamu apa sih, Mas! Kenapa gak pastiin Yumna kerjakan PRnya?" "Kamu bilang aku harus cari kerja. Ya aku cari kerja." "Ya, terus? Udah dapat?" "Emangnya cari kerja gampang." Bram memalingkan wajahnya. "Kamu sibuk cari kerja atau sibuk hoha hohe sama madu kamu itu? Denger Mas, aku gak peduli lagi soal dia itu istri kamu atau bukan. Sekalipun kalian bukan pasangan sah aku gak peduli. Tapi jangan lupa Yumna itu anak kamu." Wajah Bram berubah merah. "Maksud kamu apa?! Jangan karena selama ini kamu yang memberi uang kamu bisa bicara seenaknya sama aku?" "Lah, iya? Kamu bilang kamu gak bisa nahan nafsu kamu. Sampai harus mengabaikan Yumna dan sekolahnya?" "Siapa bilang aku mengabaikan Yumna?" Bram terkekeh. "Kamu lupa selama ini yang sibuk di luar siapa? Yang urus Yumna siapa? Kamu tahu kalau di suruh milih antara kamu dan aku Yumna bakalan milih aku." tunjuk Bram pada dadanya. Degh... Jantung Kinan rasanya seperti terhantam batu besar. "Udahlah gak usah di permasalahin. Toh yang penting Yumna senang. Sok- sok'an peduli lagi." Kinan menggeleng tak percaya dengan apa yang Bram katakan. Beraninya Bram memojokkannya padahal Kinan sibuk bekerja untuk dia dan Yumna. Dan kini rasa takut menghampirinya, bagaimana jika Yumna benar-benar memilih Bram. Kinan menghela nafasnya. "Aku udah putusin untuk berhenti kerja akhir bulan ini." Bram tertegun, wajahnya berubah mengerut sekaligus ketakutan. "Kamu kok putusin itu gak bilang dulu?" nada bicara Bram berubah melembut. "Seingetku aku udah bilang tadi pagi." "Tapi, Kinan seenggaknya tunggu aku dapat kerja dulu." desah Bram frustasi. "Ya makanya aku bilang akhir bulan. Masih ada waktu beberapa hari sampai akhir bulan, kan." "Kinan?" "Aku juga mau jadi istri pada umumnya. Diam di rumah mengurus anak. Apalagi kamu bilang aku terlalu sibuk sampai gak punya waktu buat Yumna." Setelah mengatakan itu Kinan meninggalkan Bram yang dengan gelagapan mengejarnya. "Sayang, kamu harus pikirin ini, mateng- mateng. Jangan gegabah. Kamu gak sayang apa gaji kamu udah besar, jabatan kamu udah tinggi? Masa keluar gitu aja." Bram terus mengikuti Kinan dan membujuknya. "Gimana kalau aku gak bisa dapat kerjaan dengan cepat?" Kinan menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Bram. "Kalau usaha kamu maksimal aku yakin bisa. Dan kalau enggak, aku gak masalah kok hidup sederhana dengan gaji servic AC dari kamu. Dulu juga begitu, kalau sekarang harus begitu juga aku gak papa. Tapi inget loh kamu harus cari orderan lebih rajin, soalnya rumah tetangga juga tanggung jawab kamu." Kinan tersenyum, lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk memasuki kamar. Setelah berganti pakaian Kinan benar-benar menemani Yumna belajar. Tak peduli Bram yang juga menungguinya dengan terus membujuknya. Kata- kata sayang, yang membuat Kinan semakin muak mendengarnya terus terucap dari mulut Bram. "Udah selesai kan? Gak lama juga, kenapa harus di tunda? Sekarang kita makan malam." Setelah memastikan pekerjaan rumah Yumna selesai Kinan beranjak dari duduknya untuk melangkah ke dapur disana sudah ada Bram yang menyajikan makanan di meja. "Sayang, ayo makanannya udah siap," katanya dengan senyuman. "Kamu yang masak?" Namun saat melihat ke arah wastafel dimana ada beberapa kotak makanan Kinan tahu makanan itu dari mana. Kinan melangkah ke arah lemari es lalu mengambil beberapa bahan makanan. Dia akan memasak sendiri. "Mulai sekarang jangan pernah bawa masakan tetangga ke rumah ini. Aku gak masalah makan masakan kamu meskipun itu gak enak. Tapi jangan pernah bawa masakan dia lagi." Bram menghela nafasnya. "Siapa pun yang masak gak masalah kan, yang penting ada masakan di meja." Kinan menggeleng. "Beda lah. Aku gak akan pernah mau makan masakan dia." Kinan mulai memasak dengan tangannya sendiri dan beberapa menit kemudian masakan tersaji di meja. Yumna datang dan duduk di meja makan. "Sayang, ayo makan." Kinan menuangkan masakannya di piring Yumna. Namun bocah itu menatap malas. "Ma masa sayur terus sih?" "Sayang, dari kemarin kamu makan daging terus, juga gak baik. Ayo makan biar sehat." Kinan menyimpan nasi juga di atasnya. Bukannya makan, Yumna justru mendorong pringnya lalu mengambil masakan yang di buat Ayu. "Aku mau makan yang ini." Kinan menatap kecewa, namun saat ini Bram justru menyeringai. "Jangan ngerepotin diri sendiri, Sayang." Kinan mengepalkan tangannya saat melihat Bram dan Yumna mulai makan masakan yang di kirim Ayu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN