Dengan hati yang terlanjur sakit Kinan tetap makan masakannya, sementara Bram dan Yumna memakan masakan Ayu dan tampak sangat menikmatinya.
Kinan menghela nafasnya, lalu beranjak untuk merapikan bekas makannya.
"Abis ini rapikan bekas makannya, ya." Yumna dan Bram baru saja selesai dan hendak pergi saat Kinan mengeluarkan suaranya.
"Kenapa gak kamu aja sih, Sayang. Sekalian sama punya kamu," ucap Bram dengan mengerutkan keningnya. Biasanya jika makan malam Kinan yang akan merapikan bekas makan mereka lalu mencucinya hingga rapi sebelum tidur. Wanita itu selalu bilang kasihan padanya yang seharian bekerja di rumah.
"Maaf, tapi aku gak mau ngerepotin diriku sendiri." Bram berdecak saat Kinan membalik ucapannya.
Kinan melangkah keluar dari dapur meninggalkan Yumna yang menatap Bram dengan bingung.
"Masa Mama kamu ini cuma gara- gara kita gak makan masakannya marah gitu, sih?" ucap Bram kesal.
"Padahal masakan tante Ayu kan enak, Pa."
Bram mengangguk. "Mama kamu aja yang belum coba. Sekarang malah Papa harus bersihin ini?" Bram melihat meja dimana piring bekas mereka berada. Lemak dan minyak di piring menandakan jika dia harus mencuci sampai dua kali agar bau amis dan minyaknya hilang.
Yumna menyimpan tangannya di pinggang lalu menatap kesal ke arah kepergian, Kinan. "Biar aku yang suruh Mama, Pa."
Baru saja Kinan mendudukan dirinya di depan televisi Yumna menghampirinya dan berdiri di depannya.
"Ada apa, Sayang?" Kinan mengerutkan keningnya melihat Yumna yang menatapnya dengan wajah kesal.
"Mama kok gitu sih sama Papa?" Yumna berucap dengan berkacak pinggang.
"Mama kenapa?" Kinan semakin bingung.
"Mama suruh Papa beresin meja cuma karena kita makan masakan tante Ayu?"
Kinan menipiskan bibirnya, jadi Yumna sedang membela Bram? Gadis kecil ini bahkan berani menatapnya tajam. "Apa salahnya? Kalian yang mau masakan tante Ayu, kan?"
"Tapi Papa seharian udah capek, masa Mama gak mau bantu? Lagian masakan tante Ayu emang enak. Makanya kita makan masakan tante Ayu dari pada Mama." Kinan menoleh pada Bram yang berdiri bersedekap d**a.
"Mas, kamu ngomong apa sama Yumna?" Bram hanya mengedikkan bahunya acuh.
Kinan menghela nafasnya tak percaya jika Bram memanfaatkan Yumna untuk menentangnya. "Yumna, kamu gak ngerti karena kamu masih kecil. Tapi ada hal yang harus Mama bicarakan."
Yumna mengerjapkan matanya menatap Kinan sementara Kinan menoleh sekali lagi pada Bram yang sudah menurunkan tangannya dan melihat dengan mata penuh kekhawatiran.
"Mama sama Papa mau cerai. Kita mau pisah."
"Kinan, kamu!" Bram membelalakan matanya tak percaya Kinan akan mengatakannya.
"Yumna harus tahu kan, Mas?"
"Tapi Yumna masih kecil! Lagian udah aku bilang aku gak mau cerai!"
"Ya, Yumna masih kecil. Udah sepantasnya kamu jangan libatin Yumna. Kamu yang bicara lebih dulu, Mas!" Bram terdiam.
Kinan menoleh pada Yumna yang terkejut. "Maafin Mama, Sayang. Tapi tolong percaya Mama. Apa yang kamu lihat bukan seperti yang sebenarnya."
Yumna menggeleng. "Pokoknya aku gak mau Papa sama Mama cerai!" Yumna berteriak, dan pergi ke arah kamarnya.
Kinan memejamkan matanya saat terdengar pintu kamar terbanting keras.
"Lihat, kamu dengar apa yang Yumna katakan?" ucap Bram. Tidak akan dia biarkan Kinan bercerai darinya dengan mudah. "Kamu gak mikir apa dampaknya sama Yumna kalau kita cerai?"
"Ini semua karena kamu. Kamu berselingkuh dan membawa Yumna. Kamu yang pengaruhi Yumna untuk lebih menyukai perempuan lain dari pada aku ibunya sendiri! Bahkan terang-terangan bilang masakan dia lebih enak."
"Denger ya, Kinan. Yumna udah ngerti mana yang menyayangi dia atau yang sibuk kerja di luar. Selama ini Ayu yang selalu menemani dia. Wajar dong kalau Yumna sayang sama Ayu!"
Kinan memejamkan matanya. Sakit, itu yang dia rasakan. Bram benar-benar lupa dia kerja untuk siapa, dan terus saja menyalahkannya.
Kinan mengangguk, "Karena itu aku putuskan aku akan berhenti kerja."
"Apa?!" wajah Bram berubah takut. "Sayang, aku udah bilang, kalau—"
"Ya, aku yang salah. Seharusnya apapun yang terjadi aku tetap diam. Bahkan meski kebutuhan Yumna saat itu mendesak, aku hanya perlu andalkan kamu. Itu salahku, dan sampai kamu berselingkuh bahkan Yumna menjauh dariku hanya karena kesibukan aku."
"Kinan bukan itu maksudku ... maksudku kenapa kamu gak terima Ayu aja. Kamu bisa tenang bekerja dan biarkan Ayu yang mengurus kami."
Dan membiarkan kalian terus mengandalkan aku? Kalian pikir aku sapi perah kalian?!
Namun kata-kata itu hanya Kinan ucapkan dalam hati. "Aku gak mau semakin jauh sama Yumna. Jadi, sekarang keputusan aku semakin bulat."
Bram menunjukkan wajah semakin takut. "Sayang—"
"Maaf, aku ganggu ya?" Kinan dan Bram menoleh dan menadapati Ayu di depan pintu.
"Ngapain kamu kesini?" Kinan menatap tak suka.
"Aku ... diminta Mas Bram datang." Kinan menoleh kembali pada Bram.
Bram berdehem. "Aku suruh Ayu datang buat cuci piring."
Kinan mendenguskan ejekan, lalu menggeleng tak percaya. "Aku gak ngerti maksud kamu, Mas. Bahkan cuma cuci piring sedikit aja kamu suruh dia datang?"
"Ya karena kamu gak mau."
"Kamu gak bisa ya Mas, hargai aku sedikit aja? Aku lagi di rumah. Dan ini rumahku juga. Kamu bawa dia kesini? Gak cukup apa di belakang aku kalian seenaknya?!"
"Kinan, maafin Mbak, Mbak cuma datang karena Mas Bram yang minta. Mbak kira—"
"Gak usah munafik, kamu!" tunjuk Kinan tepat di wajah Ayu. "Jangan kira aku gak tahu di rumah ini tempat mana aja yang udah kalian pakai buat bercinta! Menjijikkan!" Kinan menatap Bram sekali lagi lalu beranjak ke lantai dua. Niat awalnya dia ingin menonton televisi sebelum benar- benar tidur setelah makan malam. Siapa sangka Bram bahkan tak membiarkannya merasa nyaman di rumahnya sendiri.
Bram menelan ludahnya kasar. Siapa sangka Kinan tahu jika selama ini dia juga kerap membawa Ayu kesana lalu bercinta di rumah mereka. Bram melihat sekitarnya, apa Kinan memasang CCTV? Darimana Kinan tahu?
Berbeda dengan Ayu, meski wajahnya juga menunjukkan kekhawatiran tapi dalam hal berbeda. "Mas, aku dengar Kinan beneran mau berhenti kerja?" fokus Bram kembali pada Ayu.
"Ya."
"Terus gimana dong, sama kebutuhan kita? Aku juga udah telat ke salon bulan ini. Jatahku yang 500 ribu itu belum ada." Ayu menyentuh wajahnya. Terakhir dia melakukan perawatan wajah sekitar satu bulan lalu.
Bram meremas rambutnya frustasi. "Bisa gak jangan ngomongin ini dulu! Aku pusing tahu. Kinan bahkan mau bercerai."
Ayu membelalakan matanya. "Terus gimana dong?"
Bram terdiam sebentar, lalu menghela nafasnya. "Ada Yumna. Kalau kita bisa buat Kinan gak ceraikan aku karena Yumna, kita juga bisa buat Kinan gak berhenti kerja dengan Yumna."
"Kalau gitu kita harus bujuk Yumna buat ngomong sama Kinan, Mas."
Bram mengangguk. "Kamu selalu bisa bujuk Yumna. Gimana caranya biar Yumna nurut sama kita."
Ayu tersenyum matanya memancarkan sebuah ide briliant agar Yumna mau membujuk Kinan. "Tenang aja, Mas. Aku ada cara."