Pengkhianatan

1042 Kata
"Aduh, Sayang kamu enak banget sih, wangi." Terdengar suara Bram dari dalam kamar. "Ah, Mas bisa aja. Aku wangi buat Mas dong." Mata Kinan membulat saat mendengar suara lawan bicara Bram. Ayu? Kinan mendorong pintu perlahan demi melihat dengan matanya apa yang mereka lakukan. Dan sungguh pemandangan di dalam sana membuat hidupnya terasa hancur. Disana diatas ranjang yang sama Bram dan Ayu tengah berbagi peluh bersama. "Iya, kamu selalu luar biasa, ah ..." Kinan menutup mulutnya saat mendengar suara desahan dari mulut Bram. "Enakan mana, aku atau Kinan, Mas?" tanya Ayu dengan nada manja, sungguh Kinan jijik mendengarnya. Kinan menekan dadanya yang terasa perih. Menunggu jawaban Bram yang terus mendesah keras di dalam sana. "Enakkan kamu, Sayang ... ah!" Ayu terkekeh dengan nafas yang tak kalah berat. "Jangan kenceng- kenceng Mas, ah, aku jadi pengen ngejerit." "Jerit aja, Sayang. Teriak, aku suka denger suara teriak kamu ..." "Tapi nanti Yumna denger gimana akh ..." "Kamu tenang aja, Yumna masih tidur." Kinan masih berdiri disana tubuhnya yang awalnya berpengangan pada tembok kini melorot di lantai. Sekuat tenaga Kinan menahan tangisnya dengan menggigit tangannya kuat agar tidak terdengar oleh kedua orang laknat itu. Berani- beraninya suaminya berkhianat padanya. Dengan janda sebelah rumah mereka. Kinan ingin menerobos masuk, dan mencekik suaminya sampai mati. Namun dia tak kuasa dengan dirinya sendiri tubuhnya terasa lemas bahkan Kinan merasa kakinya tak menapak di lantai. Dunianya baru saja hancur dengan kenyataan yang baru dia ketahui. Suaminya yang dia kira setia dan bergantung padanya ternyata mendua dan mengkhianatinya. Masih terdengar desahan dan jeritan tertahan dari dalam kamar saat Kinan memutuskan untuk pergi. Ya, dia terlalu pengecut untuk mengungkap kebusukan suaminya saat ini juga. ..... Sepanjang jam kerja Kinan tak bisa berhenti berpikir. Kenapa suaminya melakukan itu di belakangnya. Apa kurangnya? Atau apa kesalahannya? Selama ini dia berjuang untuk keluarganya. Berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya dan tak menekan Bram meski nyatanya ini adalah kewajiban Bram. Tapi kenapa Bram justru mengkhianatinya? "Enakan mana, aku atau Kinan, Mas?" "Enakkan kamu, Sayang ... ah!" "Jerit aja, Sayang. Teriak, aku suka denger suara teriak kamu ..." Suara- suara itu seolah menempel di telinganya dan tak mau pergi, terus berdenging dan menyakiti hingga ke ulu hati. "Bram b******k!" Suara Kinan bergetar hebat. Tangannya yang berada di atas meja mengepal erat hingga buku- bukunya memutih bahkan kukunya menancap di telapak tangannya menyisakan bekas merah. Tangis Kinan kembali pecah, sebab baru saja mengetahui apa yang terjadi. Rumah tangganya yang dia kira baik- baik saja, ternyata hancur berantakan. Dia bahkan mengabaikan pekerjaanya hari ini dan hanya menangis seharian. .... Kinan memasuki rumah di jam 6 sore dia sengaja pulang terlambat bahkan dia pergi melajukan mobilnya kemana saja agar tak cepat pulang. Tiba di rumah Kinan melihat Yumna sedang menonton televisi sementara Bram menata makanan di meja. "Hai, sayang. Gimana sekolah kamu hari ini?" tanya Kinan dengan mendudukan dirinya di sofa di sebelah Yumna. "Seru, Ma." Kinan tersenyum. Dia kira Bram akan lupa diri dan bercinta dengan tetangganya hingga tak mengantarkan Yumna ke sekolah. Kinan bangkit dari duduknya dan melangkah menuju meja makan. Tidak seperti tadi pagi yang hanya ada nasi goreng. Kali ini di meja ada beberapa hidangan. Tumis capcai, ayam goreng dan telur dadar gulung. Mata Kinan terdiam sebentar. Sejak dia bekerja kemampuan memasak Bram juga meningkat. Mungkin karena terbiasa memasak setiap hari. Namun biasanya Bram hanya memasak satu macam karena tak mau repot. Dan sekarang banyak makanan di meja. "Kamu masak?" "Eh Sayang, udah pulang. Ayo makan," katanya dengan senyuman. Wajahnya cerah dan berbinar seperti baru mendapat undian. Kinan tak akan percaya andai tak melihat dengan mata kepalanya sendiri. Bagaimana pria di depannya mengkhianatinya dan bercinta dengan janda tetangga. "Tumben masak banyak?" Kinan mendudukan dirinya di kursi makan. "Tadi pagi protes makan cuma nasi goreng. Banyak salah, sedikit juga salah." "Gak nyangka aja, kamu bisa masak menu ini." Kinan jadi teringat opor ayam yang Ayu kirimkan tadi pagi. Apa makanan ini juga buatan Ayu. Kinan mengedarkan pandangannya suasana dapur terlalu bersih jika Bram memang memasak, hingga matanya menatap sebuah rantang di bawah meja. Benar, ini masakan Ayu. Nafsu makan Kinan hilang seketika. "Oh iya, Sayang. Bukannya kamu mau transfer uang lagi, dari tadi aku tunggu gak ada?" Benar, karena kejadian tadi Kinan sampai lupa kalau harus menambah uang bulanan pada Bram. "Aku lupa, kerjaan lagi banyak." Bram mengangguk. "Ya udah, tapi abis ini kirimin ke aku, ya?" Kinan kembali terdiam, namun tak lama kemudian dia mengangguk. "Yumna, ayo makan malam." Bram memanggil Yumna hingga bocah itu segera menghampiri. Melihat Yumna dan Bram bersiap untuk makan, Kinan justru berdiri. "Kalian makan aja, aku gak laper." Kinan beranjak dari kursinya membuat Bram mengernyit namun tak lama kemudian dia melanjutkan niatnya untuk makan. Sebelum benar-benar pergi, Kinan masih mendengar suara Bram. " Gimana masakannya?" tanyanya pada Yumna. "Enak, Pa. Masakan Tante Ayu emang enak." Dan jawaban Yumna membuat Kinan menoleh dan tertegun. Yumna tahu? Dan itu benar-benar masakan Ayu? Melihat ayah dan anak itu nampak acuh membuat Kinan mengepalkan tangannya, lalu melanjutkan niatnya untuk pergi. Kinan menghela nafasnya dia yang mengabaikan pekerjaannya di kantor membuatnya mau tak mau membawa pekerjaannya ke rumah. Dan kini dia hanya berusaha fokus dengan pekerjaannya tanpa memikirkan hal lain. Meski suara- suara kotor bahkan adegan suaminya bercinta dengan tetangganya terus mengganggunya. "Sayang?" Bram muncul dengan segelas s**u di tangannya. "Kamu gak makan malem kan? Aku buatin s**u anget." Kinan tak ada niat untuk tersenyum. Jika biasanya Kinan selalu berterima kasih bahkan memuji Bram sangat pengertian kali ini Kinan hanya diam. "Sayang, kamu bisa transfer uangnya sekarang gak. Yumna mau pergi ke pasar malem katanya." Kinan mengernyit. "Pasar malem? Tapi aku lagi banyak kerjaan." Kinan menatap berkas yang berserakan di depannya. "Gak papa. Kamu fokus kerja aja. Biar Yumna sama aku." Alis Kinan semakin tertekuk, namun Kinan meraih ponselnya untuk segera mengirimkan uang tersebut pada Bram. Bram tersenyum saat uang sudah masuk ke rekeningnya. "Udah ada. Kalau gitu kamu jangan kelamaan kerjanya. Abis ini kamu istirahat aja." Bram mendekat lalu mendaratkan ciuman di dahinya. "Aku pergi pake mobil, ya?" Bram meraih kunci mobil Kinan di meja lalu pergi. Kinan mengusap dahinya lalu beranjak saat mendengar suara mobil menderu di garasi rumah mereka. Kinan berdiri di balkon. Melihat mobil melaju mata Kinan menyipit tajam. Dan saat mobil berhenti di depan rumah tetangga, Kinan tak bisa tak merasa marah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN