Orang-orang hanya ingin melihat dari sisi yang mereka inginkan. Tanpa mau tahu yang sebenarnya. Memang sangat mudah sekali untuk menilai dan menghakimi dari pada mempercayai yang sebenarnya. —Mamanya Maika.
Setelah pertemuan resmi beberapa hari lalu. Maika dan kedua orangtuanya memutuskan untuk mengunjungi rumah neneknya Maika. Kebetulan ini jadwal pertemuan keluarga. Semacam family time. Mungkin nanti keluarga besarnya akan diberitahukan soal rencana pernikahan Maika.
Jujur saja, Maika sudah sangat deg-deg an sekali. Kakeknya yang dari Mamanya itu rada ketus padanya, beda sekali kalau dengan sepupunya. Terutama pada Narisa, sepupunya Maika. Dia ini anaknya Om Nares. Dia jadi kesayangan kakeknya. Tidak hanya dia sih, semua anaknya Om Nares itu jadi kesayangan kakeknya Maika dari mamanya. Kalau Maika, dia jadi kesayangan tantenya. Tante Naya-kakaknya Mamanya. Karena tante Naya itu belum punya anak juga. Dia menjadikan Maika sebagai ponakan kesayangannya. Perlakuannya pada Maika, seperti pada anak sendiri.
Kalau di keluarga Papanya Maika ini jadi cucu kesayangan. Selain karena dia pernah jadi satu-satunya cucu perempuan di keluarga Papanya. Dia dan kakeknya juga best friend banget. Kalau Maika datang ke sana, pasti tuh mereka bakal mancing berjam-jam.
"Kayaknya udah rame," kata Mamanya.
Papanya yang sedang menggedong Zahira hanya menggangguk. Di saat Mama dan Papanya tengah berdiskusi. Maika setia memperhatikan gerak-gerik Jihan. Khawatir sekali, itu bocah kadang kelakuannya suka up normal. Dia hanya takut kalau Jihan kena marah kakeknya.
"ASSALAMU'ALAIKUM! PERSIB BANDUNG DATANG, BAWA PASUKAN!" Maika menutup wajahnya dengan frustrasi. Baru saja dia membicarakan hal ini di kepalanya. Kejadian juga. Btw, Jihan ini memang suka dengan persib bandung. Dia dan Papanya paling heboh kalau menonton persib bandung. Sampai bawa panci segala.
"Kakak, gak boleh gitu!" tegur Papanya Maika.
Jihan tetap cuek. Gadis itu malah memainkan ujung hijab berwarna pinknya.
"Kamu dimarahin kakek nanti," kata Maika.
Tak lama kakeknya datang menyambut mereka. Lalu menatap tajam ke arah Jihan.
"Kamu buat onar lagi ya?" Jihan meringis. Gadis kecil itu mencium punggung tangan sang kakek.
"Maaf, ya, Pah. Jihan emang suka iseng," sesal Mamanya.
"Gak apa-apa, namanya juga anak-anak," balas kakeknya Maika. “ayo masuk, udah ada kakak-kakak kamu.”
Maika dan kedua orang tuanya masuk.
"Ma, Pa, kalau kakek gak setuju gimana?" tanya Maika khawatir. Dia tahu, kakeknya itu sangat berambisi menjadikan dia seorang dokter. Selalu keukeuh, padahal sering dijelaskan kalau Maika ini tamatan SMK.
"Kamu tenang aja, ini biar jadi urusan Mama sama Papa," hibur Mamanya.
Dengan ragu, Maika menganggukkan kepalanya. Semoga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi kalau ada istri pamannya. Bisa-bisa nanti mamanya cek-cok dengan istri pamannya itu. Ketika sampai di ruang tamu, sudah terlihat banyak anggota keluarga besarnya yang berkumpul.
"Woaah Maika datang!" sapa tantenya dengan heboh.
Maika langsung menyalami tante kesayangannya itu.
"Sombong banget kamu, amih WA main ke rumah. Tapi bilangnya gak bisa, padahal udah amih beliin bahan kue tau," rajuk tantenya. Maika memanggil tantenya itu dengan sebutan 'Amih Naya'.
"Aku kan kemarin ke Bandung, Amih. Pulang dari acara kelulusan aku langsung berangkat. Maaf ya, amih gak ada jadwal praktek kapan? Ntar kita buat chiffon cake deh," balas Maika.
"Sip lah, ntar Amih kabarin. Oh iya, Amih denger kamu jadi juara kelas?"
Maika menganggguk. Amihnya tersenyum lalu mengelus kepala Maika.
"Mai mau minta apa dari Amih?" Maika tersenyum sungkan. Dia kadang suka merasa tidak enak. Amih Naya itu selalu memanjakan dia dan kedua adiknya. Apalagi Jihan, kadang permintaannya suka banyak sekali. Minta es krim satu kotak lah. Minta ditraktik McD lah. Kalau ke mall juga selalu dibelikan mainan mahal.
Kadang Maika merasa kasihan pada Amihnya ini. Sudah 10 tahun menikah, tapi belum dikaruniai keturunan. Tapi untungnya suami amihnya ini bisa menerima keadaan Amihnya. Dan juga sebenarnya, dari suaminya ada 2 orang anak. Laki-laki semua. Yang satu seumuran Maika, satu lagi sudah menikah.
"Mami gak adil, aku minta PS 5 enggak di-acc," rajuk sepupunya Maika. Dia ini anak sambung amihnya.
"Gak, apaan nanti bisa-bisa kamu seharian main game. Lupa sholat, lupa makan. Inget, bentar lagi kamu tes SNMPTN," bantah Amihnya membuat Maika tersenyum mengejek ke arah Rival.
"Ke tante gak salim Mai?" sapa istri pamannya. Jujur saja, Maika agak sedikit malas.
"Eh tante, gimana kabarnya?"
"Baik dong, Mai. Tante abis pulang dari Amsterdam. Liburan keluarga, biasalah. Nih tante beli sesuatu buat kamu. Biar bajunya gak itu-itu terus. Bosenin soalnya. Kamu 'kan masih muda, stylenya harus sesuai umur dong. " Maika tersenyum tipis. Meski enggan, dia tetap menghargai tantenya yang satu ini.
"Makasih banyak tante," ucap Maika.
"Nenek mana, Mih?" tanya Maika pada Amihnya.
"Di dapur tuh, gih samperin." Dengan semangat 45, Maika berjalan menuju dapur.
"Assalamu'alaikum!" sapanya.
Nampak neneknya tengah sibuk mengaduk sesuatu di panci besar. Lalu ada salah satu ART yang membantunya. Namanya Bi Iyam.
"Wa'alaikumussalam, eh Maika. Sini!" sambut neneknya.
"Udah lama?"
"Baru aja, Nek. Wih lagi masak sop iga, Maika bantu apa nih?"
"Bantu abisin aja kamu mah, udah beres kok. Tinggal nata di meja makan, nenek juga dibantu Bi Iyam jadi cepet beresnya," ujar Neneknya.
"Yah, ya udah deh. Maika ke depan dulu ya, Nek," pamit Maika.
***
Setelah acara makan bersama selesai. Maika dan keluarganya kembali berkumpul di ruang tamu. Saling berbagu cerita satu sama lain. Meski kebanyakannya, istri pamannya yang lebih banyak bercerita. Atau lebih tepatnya membanggakan diri. Merasa suasa sudah tepat. Papanya Maika mulai memberitahukan soal Maika.
"Ada yang mau kami bicarakan, Pa, Ma," ucap Papanya Maika.
"Tumben lo serius gini, Van," goda Pamannya Maika.
Suasana mendadak hening. "Kemarin Maika dilamar oleh seorang pria. Insyaallah dia baik untuk putri kami. Kami juga sudah menentukan tanggal pernikahan dan urusan lainnya." Informasi yang mereka dengar dari Papanya Maika membuat mereka semua terperangah. Merasa tidak percaya.
"Saya tidak setuju!" tolak Kakeknya Maika dengan tegas.
"Mohon maaf, Pa. Kami sudah sepakat menerimanya," timpal Mamanya Maika.
"Kamu gimana sih, Nal? Maika masih kecil. Lagian kok cita-citanya rendah banget. Harusnya dia mikirin buat kuliah. Bukannya malah nikah gini. Sia-sia dong kamu keluar biaya sekolahin dia. Kalau akhirnya dia sama kayak kamu juga. Kalau gitu, mending enggak usah sekolah aja," ujar Pamannya Maika.
" Maika beda banget, ya sama Narisa, lihat Narisa dia lulus SNMPTN. Jalur raport lho, udah gitu keterimanya di UI jurusan kedokteran. Lha ini, masih bau kencur udah mikir nikah aja. Atau jangan-jangan Maika ini hamil di luar nikah?" timpal istri pamannya membuat suasana makin panas.
"Benar itu, Maika?" bentak kakeknya marah. Sontak saja Maika menggelengkan kepalanya.
"Enggak, Kek!" bantah Maika panik.
"Jangan bohong kamu Maika. Tidak usah berkelit. Kamu hamil 'kan?" Melihat putrinya diperlakukan seperti itu. Mamanya Maika naik pitam.
"Saya pikir Abang udah berubah, haha kenapa enggak langsung bilang aja kalau Abang enggak mau Maika kayak ibunya ini? Secara enggak langsung Abang bilang saya buruk."
"Nal, Abang enggak-"
"Jangan mentang-mentang kalian lulusan kuliahan, dan saya hanya tamatan SMA kalian memandang saya ataupun anak saya rendah. Hei percuma saja tamatan sarjana tapi mulutnya macam istri abang, ngakunya S2, tapi mulutnya macam orang tak berpendidikan, sekolah belasan tahun enggak cukup mendidik attitudenya kah? SAYA MAUPUN ANAK SAYA MASIH PUNYA MASA DEPAN, TUHAN YANG MENJAMIN BUKAN MULUT SOK TAHU KALIAN!"
"NALA!" bentak Kakenya Maika.
"Kenapa, Pa? Mau bela anak kesayangan papa yang tamatan S2 itu? Aku pikir Papa udah berubah. Ternyata anggapan kalian gak pernah berubah soal aku. Terserah deh kalian mau berpendapat seperti apa, yang jelas. Ini hidup saya dan hidup anak saya, kami punya pilihan sendiri. Maaf sebelumnya kalau kami tidak sopan. Kami permisi, oh iya satu lagi. Kalian harus minta maaf pada putri saya karena telah memfitnahnya. Demi Allaah, saya tidak ridho putri saya diperlakukan seperti ini."
Mamanya Maika langsung menarik tangan Maika. Ibu mana yang tidak sakit putrinya dituduh seperti ini?
"Maafin Mai, Ma." Maika tidak mampu menahan isak tangisnya.
Dia merasa benar-benar tidak berguna.
"Gak apa-apa sayang, ini bukan salah kamu." Nala menepuk bahu putrinya.
"Maaf, Maika cuman bisa nyusahin Mama aja." Tangis keduanya pecah saat itu juga.
"Maika. Dengar mamah, insyaaallah ini yang terbaik. Mama enggak masalah kalau kamu akhirnya menikah muda seperti ini. Ini bukan sesuatu yang buruk yang harus kamu sesali. Mereka saja yang terlalu mudah menilai kamu. Mama gak akan biarin mereka nyakitin putri Mama, udah ya jangan sedih. Bisikan syaithon, ya gitu." Maika memeluk mamanya dengan erat. Wanita ini ... semoga Allah berikan surga untuknya.