Maika menundukkan kepalanya saat Mamanya menarik tangannya. Entah apa yang keluarga Nara pikirkan tentangnya. Maika tidak mau memikirkan dan tidak mau peduli.
“Kamu nyariin apa sih?” Maika tersentak. Gadis itu merutuki dirinya sendiri.
“Enggak, Ma,” jawabnya dengan suara yang amat pelan.
“Jalan yang bener, jangan nunduk terus gitu. Biasanya juga kamu jalan ala-ala ketua geng.” Mendengar ucapan Mamanya, Maika hanya mampu meringis. Dia juga tidak paham dengan dirinya sendiri. Tapi, jujur saja. Mimpi yang baru saja dia alami terasa begitu nyata. Seolah-olah dia benar-benar mengalaminya. Bolehkah dia berharap kalau mimpi itu akan jadi kenyataan?
“Maika!” Tanpa diduga, ketika Maika sudah sampai di sebuah ruang makan besar. Nara tiba-tiba menerjangnya dengan sebuah pelukan. Bahkan Maika sampai sesak dibuatnya. Karena pelukan Nara yang begitu erat.
“Kangen banget gue sama lo,” ucap Nara. Maika tersenyum senang. Rasanya begitu lega karena tahu kalau Nara baik-baik saja. “maaf ya, Mai. Maaf baru bisa nemuin lo.”
“Gak apa-apa. Yang penting lo baik-baik aja,” balas Maika dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Dia selalu lemah jika menyangkut Nara.
“Mereka kalau udah disatuin, nempel kayak perangko. Sampai lupa sama orang di sekitarnya,” kata Bundanya Nara membuat perhatian Maika dan Nara langsung teralihkan.
Maika langsung bergegas mencium punggung tangan Neneknya Nara, Beberapa tantenya Nara dan terakhir bundanya Nara. Dan hal itu pun dibalas pelukan bundanya Nara.
“Kamu pangling banget, Mai. Waktu itu kecil banget, sekarang gemukan. Sombong ya sekarang udah enggak pernah main ke rumah Bunda lagi,” rajuk Bundanya Nara.
“Maaf, Tante, “ sesal Maika. Dia merasa tidak ada hak lagi. Lagi pula, di rumah Bundanya Nara sudah ada keponakan Bundanya Nara. Jadi, Maika berpikir kalau Bundanya Nara tidak lagi kesepian. Apalagi ada dua anak bayi di sana saat ini.
“Iya santai, Bunda cuman bercanda, ayo duduk! Banyak makanan kesukaan kamu,” ajak Bundanya Nara.
Maika mengambil posisi di sebelah Nara. Yang sialnya, dia harus bersebrangan dengan Rafan. Oh jangan lupakan satu spesies makhluk menyebalkan ini. Di hadapan Nara sudah ada Fajar yang tengah duduk sok kalem.
“Jangan marah, ya? Gue emang sengaja gak ngabarin lo. Biar surprise gitu,” pinta Nara. Seketika Maika menoleh ke arah sahabatnya itu.
“Iya, enggak marah kok cuman kesel aja. Seneng banget bikin orang khawatir.” Jawaban Maika membuat Nara merasa bersalah.
“Ih, Mai maafin gue, ya,” ujar Nara merasa tidak enak.
Maika tersenyum. “Bawel banget lo, yang penting ‘kan sekarang lo baik-baik aja.”
“Pokoknya lo tidur sama gue malam ini!” Maika hanya tertawa pelan. Dia tidak membohongi perasaannya kalau dia merasa sangat senang saat ini. Acara makan malam pun berjalan dipenuhi dengan saling melemparkan candaan juga cerita yang seru.
Pada pukul setengah sepuluh malam, acara makan malam pun selesai. Maika dan Nara sudah masuk ke dalam kamar mereka. Sejak mereka masuk ke dalam kamar. Nara tidak henti-hetinya terus melayangkan senyuman penuh arti pada Maika.
“Lo kenapa sih?” tanya Maika merasa heran.
Gadis itu sudah melepas jilbabnya. Dia hanya mengenakan kaos polos berwarna kuning beserta celana training hitam. Rambut panjangnya terurai bebas. Alih-alih menanti jawaban dari Nara, Maika memilih melaksanakan night routine skincarenya.
“Nara, lama-lama gue geplak lo, ya,” kesal Maika. Dan raut wajah kesal Maika itu sukses mengundang tawa puas dari Nara. Karena itu memang tujuan Nara, membuat Maika kesal.
“Maaf, abisan udah lama enggak buat lo kesel. Terus gue juga lagi seneng, jadi gitu deh.”
“Gue ikut seneng kalau lo seneng,” kata Maika tulus.
“Aih gue jadi makin enggak sabar,” ucap Nara penuh arti.
“Gak jelas lo. Gue mau tidur duluan boleh gak? Hari ini gue capek banget. Badan gue serasa mau rontok,” ujar Maika sambil menyusun bantalnya.
Gadis itu mulai membaringkan tubuhnya. Dengan mata terpejam. Maika berucap, gadis itu menceritakan apa yang dia lewati hari ini.
“Gue diajak nikah. Sama salah satu temen seangkatan gue. Namanya, Rama.” Nara yang tengah memakan dessert kesukaannya– dessert by Najla yang terkenal dengan sebutan dessert sejuta umat mendadak tersedak. Ini tidak bisa dibiarkan! “tapi gue bilang gak bisa,” lanjut Maika.
Syukurlah. Nara merasa lega mendengarnya. Tadinya dia hendak melayangkan banyak pertanyaan pada Maika. Namun niat itu dia urungkan ketika melihat wajah damai Maika. Sudah berapa banyak hal yang Maika lewati tanpa dirinya? Terhitung sejak dia pergi ke Jepang hari itu. Dia memang tidak pernah ke Indonesia lagi.
Dan karena ini adalah liburan musim panas, maka Nara memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Lagi pula dia juga baru saja lulus. Dan ada kemungkinan besar dia akan melanjutkan sekolahnya di Indonesia. Apalagi kedua orang tuanya sudah kembali bersatu. Sepertinya dia sudah punya jawaban tentang pertanyaan Papanya untuk “Kembali ke Jepang atau menetap di Indonesia?”
Oh iya, dia juga senang dengan satu hal lain. Sesuatu yang sangat dia harapkan, akhirnya akan segera terwujud. Dia tidak sabar dengan reaksi Maika nanti. Pasti gadis itu akan sangat terkejut.
Pukul 3 pagi, Maika sudah bangun. Gadis itu langsung bergegas mencuci wajahnya. Sayangnya dia tengah berhalangan. Alhasil dengan mengenakan kerudung instan berwarna hitam juga hoodie berwarna hitam beserta kaus kaki kuning muda. Maika pergi ke balkon. Dia menatap dekorasi pernikahan orang tua Nara yang bertemakan out door.
Dekorasinya di d******i oleh warna hijau dan putih.
Menikah ....
Maika kerap kali mendatangi kajian yang membahas pernikahan. Bahkan diam-diam gadis itu juga mengoleksi buku-buku yang membahas pernikahan.
Bukan tanpa alasan dia menolak permintaan Rama. Laki-laki itu tidak benar-benar serius padanya. Hanya penasaran saja. Dan satu hal yang tidak Maika suka dari Rama, laki-laki itu merokok. Pergaulannya pun cukup bebas. Dia ingat, saat dia kelas sebelas. Waktu itu dia hendak pergi ke toilet untuk mencuci wajahnya karena merasa mengantuk. Sialnya dia malah memilih jalan lain. Jalan yang menurutnya lebih dekat.
Akibatnya, dia harus menyaksikan bagaimana Rama melakukan hal tidak pantas dengan seorang gadis, yang merupakan kakak kelas mereka. Gadis itu juga sama terkenalnya dengan Rama.
“DUAR!” Maika berjengkit kaget. Gadis itu menatap tajam Nara. Maika itu anaknya kagetan.
“Nyebelin lo,! kata Maika.
“Ya abisan lo, bengong gitu. Mana ini masih jam 3 pagi.” Dengan santai, Nara langsung duduk selonjoran di sebuah sofa yang ada di balkon ini.
“Mikirin apaan sih?” sambung Nara.
Maika menatap ke arah langit yang masih gelap. Bahkan bintang-bintang masih setia bertebaran di atas sana.
“Soal gue nolak lamaran Rama. Parahnya, Rama itu adeknya doi lo. Adeknya Fajar,” kata Maika. Mendengar kalimat terakhir Maika, Nara mendelik tak suka.
“Baguslah! Rencana keluarga jadi lancar kalau lo tolak dia.”
Dasar Nara, dibilang jangan bocor.
“Hah? Maksudnya gimana?” tanya Maika tidak paham. Seketika Nara gelagapan. Matilah dia, bisa-bisa kena cingcang Rafan kalau begini caranya.
“Kagak! Btw, gue mau tunjukkin baju seragaman yang bakal lo pake hari ini,” kata Nara mengalihkan perhatian Maika. Dan cara tersebut berhasil. Untung dia ini agak sedikit ngebug anaknya, jadi gak bakalan nangkap omongan gue secepat itu haha. Batin Nara lega.