2. Pendekatan

1085 Kata
Sudah hampir satu bulan lamanya Kendrick--lebih tepatnya Tuan muda yang disuruh oleh Bu Sukma untuk memanggil putranya dengan sebutan Tuan muda itu berada di Indonesia. Tak jarang pula Freya mendapati Tuan mudanya itu sedang mencuri-curi pandang ke arahnya. Seperti saat ini Freya menerima tawaran Kendrick untuk mengantarnya berbelanja, walau sebenarnya Freya merasa tak enak menerimanya namun dia juga segan untuk menolak tawarannya. Karena itulah Freya terpaksa menerimanya, semoga saja Bu Sukma tidak marah padanya atau dituduh yang macam-macam. Freya hanya mengenakan baju kaos polos berwarna putih berlengan panjang, serta memakai rok rempel selutut berwarna abu muda. Sedangkan Kendrick, entah kebetulan atau disengaja dia pun memakai kaos polos putih berlengan pendek, serta celana jeans panjang berwarna hitam. Tak jauh beda, bahkan Freya dan Kendrick terlihat seperti couple. Pak Sukri yang melihat Freya masuk ke dalam mobil pun tersenyum menggoda sebelum Freya hendak masuk ke dalam. Freya duduk di samping kemudi, dan Kendrick yang menyetir secara langsung tanpa disupiri oleh Pak Sukri. "Freya," panggil Kendrick, sedikit melirik ke arah samping tempat duduk Freya. "Iya, Tuan. Kenapa?" sahut Freya balik bertanya dan sedikit mengalihkan pandangan ke arah Tuan mudanya. "Kamu nggak malu kerja jadi pembantu? Kamu masih muda loh, kesempatan kerja yang lebih bagus buatmu masih banyak," tutur Kendrick memecah keheningan yang sempat tercipta di antara mereka. "Tidak, Tuan. Saya tidak malu, lagi pula ini pekerjaan halal," balas Freya, bahkan dia merasa bangga karena dengan pekerjaan inilah keluarganya di kampung sangat terbantu oleh hasil kerja kerasnya. Ada perasaan bangga tersendiri saat keluarganya tersenyum menerima hasil kerja keras yang selama ini dia lakukan dengan ikhlas demi mereka. "Bagi saya, senyuman keluargaku lebih penting daripada yang lain. Saya justru bangga memiliki pekerjaan ini, karena keluargaku di kampung sangat terbantu dengan hasil kerja kerasku ini," lanjut Freya menambahkan. Kendrick manggut-manggut memahami kondisi perekonomian keluarga Freya. Freya memang gadis yang tangguh dan rela menjadi tulang punggung keluarganya di usianya yang masih sangat muda. Bahkan dia tak ingin mencari pekerjaan yang lebih atau mengincar gaji yang lebih tinggi, dia menyadari dirinya hanyalah lulusan SLTA. Padahal ijazah tak menutup kemungkinan bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus. *** "Wah, hebat. Kamu memang gadis yang tangguh," puji Kendrick secara langsung membuat rona merah di kedua pipi Freya muncul. "Kamu tersipu?" tanya Kendrick melihat rona merah itu. Freya gelagapan dan langsung menutup kedua pipinya dengan kedua tangannya. "Ah ... ti-tidak, Tuan. Saya hanya tersanjung saja Tuan memuji saya," ucap Freya malu-malu dengan kepala tertunduk. Sampai di situlah pembicaraan mereka terhenti. Kendrick tak lagi menanggapi ucapan Freya, dia lebih memilih diam karena tak tahu mau membahas apa lagi. Kendrick membawa mobilnya menepi di pinggir jalan yang dijadikan sebagai lahan parkiran. Freya turun dari mobil Kendrick, pun Kendrick melakukan hal yang sama. Namun, melihat pemandangan jalanan yang nampak kumuh membuat langkah Kendrick terhenti, enggan rasanya menapaki jalanan kumuh yang ada di hadapannya. “Kenapa Tuan? Kok diam saja? Sini, ayo kita masuk!” ajak Freya berhenti melangkah setelah tiga langkah mendahului Kendrick, dia menoleh ke arah Kendrick karena tak kunjung mengikutinya. “Freya, kita supermarket aja, ayo! Di sini jalanannya kumuh, pasti sayurannya juga enggak higienis,” lontar Kendrick menatap jijik area pasar. “Enggak, Tuan. Di sini harganya lebih murah, dan juga lebih segar. Tuan mau bukti? Ayo, kita masuk. Untuk jalanan, ya ... memang seperti ini kalau suasana pasar tradisional,” jelas Freya. “Jadi Tuan mau tunggu di sini aja atau ikut masuk ke dalam?” lanjut Freya memutuskan agar tak memakan waktu banyak, tapi tak ada sahutan dari Kendrick. Freya mengedikkan bahunya lalu berbalik badan kembali melangkah masuk ke dalam pasar. “Eh, tunggu. Aku ikut!” seru Kendrick seakan baru tersadar. Dia mengejar Freya yang hanya berpisah beberapa meter saja darinya. Sampailah Freya dan Kendrick di tempat penjual sayuran. Freya memilah-milih cabe rawit yang nampak masih segar di hadapannya, dia mengambil seperempat cabe rawit lalu menyuruh si penjual untuk membungkusnya. Beralih Freya memilih kol, tomat, serta bawang merah dan putih secukupnya. “Ternyata benar kata kamu, sayuran di pasar jauh lebih segar,” ucap Kendrick membenarkan ucapan Freya. Freya memang jago dalam memilih sayuran. Sedang Freya hanya tersenyum saja, maklum Kendrick baru tahu karena dia tak pernah pergi ke pasar tradisional. “Semuanya dibungkus, Pak. Jadi berapa?” tanya Freya kepada si penjual yang sudah mengantongi sayuran yang sudah dia pilih. “Semuanya jadi tigapuluh delapan ribu rupiah, Neng,” jawab si penjual dengan ramah. Freya membuka dompetnya, mengambil dan memberikan selembar uang lima puluh ribu kepada si penjual, “Ini, Pak, uangnya.” Si penjual menerimanya, lalu memberikan uang kembaliannya kepada Freya. “Ini, Neng, belanjaannya dan kembaliannya duabelas ribu rupiah, ya. Terima kasih,” tutur si penjual memberikan sekantong belanjaan kepada Freya. Freya tersenyum dan pamit, diikuti oleh Kendrick yang masih menatap tak percaya dengan harga yang sangat murah bisa mendapatkan segitu banyak belanjaan. Aneh, kok bisa? pikirnya. Freya memang pintar mengatur keuangan untuk keperluan dapur, calon istri idaman, batin Kendrick berkata, dia tersenyum-senyum sendiri. “Tuan, Tuan,” panggil Freya melambaikan sebelah tangannya di depan wajah Kendrick. Kendrick pun tersadar yang lagi-lagi dirinya melamun. “Tuan kenapa?” tanya Freya saat kesadaran sudah dikuasai kembali oleh Kendrick. “Ah, aku gak apa-apa. Itu, belanjaan kamu kok bisa dapat harga semurah itu?” lontar Kendrick dengan sedikit gelagapan. “Ya bisalah. Kan tadi saya sudah bilang, di pasar harganya lebih murah,” sahut Freya. “Sekarang, ayo kita lanjut beli ayam!” seru Freya melanjutkan. Freya berhenti di tempat penjual daging ayam. Dia meminta daging ayam sekilo dan langsung membungkusnya tanpa ada acara tawar menawar harga alias negosiasi. Harga ayam di pasar sekilo hanya tigapuluh lima ribu rupiah saja. Berbeda dengan di supermarket, bisa mencapai harga limapuluh ribu rupiah untuk sekilo ayam. Saat semua belanjaan sudah Freya beli, akhirnya dia mengajak Kendrick untuk segera pulang dikhawatirkan Bu Sukma mencarinya. Kendrick sendiri menurut, karena sedari tadi dia memang ingin segera pergi dari tempat kumuh ini walaupun dia akui—sayuran serta daging di sini lebih segar dan lebih murah harganya. Selama di mobil, masa perjalanan mereka hanya terdiam tanpa ada seorang pun yang memecah keheningan yang tercipta. Sampai pada akhirnya mobil telah terparkir di area parkiran rumah Bu Sukma, barulah Freya yang bersuara lebih dulu. “Terima kasih, Tuan, sudah mengantar saya belanja ke pasar,” ucap Freya setelah dirinya turun dari mobil. “Iya, sama-sama.” Kendrick tersenyum ramah lalu melangkah masuk ke dalam rumah mendahului Freya yang masih berdiam diri di tempatnya. Saat jarak Kendrick sudah mulai menjauh, barulah Freya menyusul masuk ke dalam rumah dengan menenteng sekantong belanjaannya. *** Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN