Paris, kembali ke masa kini. Entah mengapa, Gyan merasa jika pagi ini Paris begitu kelam. Awan hitam seolah kompak menyembunyikan mentari, sementara gerimis yang menggurat kaca jendela mobil seakan memudarkan ketegasan arsitektur kota. Wiper sedan mewahnya berayun lambat, menghapus jejak air namun tak mampu menghapus ingatan. Ciuman Belle tadi... ‘apa dia mengatakan selamat tinggal?’ Bruno duduk di kursi kopilot sambil menahan nyeri di tangannya, sementara driver di balik roda kemudi fokus ke jalan. Gyan sendiri bersandar diam. “Kita ke rumah sakit dulu saja, aku khawatir lukamu terlalu lama ditangani,” ujar Gyan. “Tidak perlu, Tuan,” sanggah Bruno. “dr. Hervé bilang ia sudah menungguku.” “Sebagai temanmu,” ujar Gyan lagi. “Aku tidak apa-apa, berhenti mengkhawatirkanku!” balas Bruno

