Bab 2

2019 Kata
"Apa kau tahu siapa sainganku di ujian nanti?" tanya Seraphina dengan raut wajah serius. Tauriel menatap Seraphina penasaran. "Siapa?" tanyanya tak sabar. "Aslan!" Jawaban Seraphina membuat mata hazel Tauriel melebar. Benarkah malaikat tampan itu yang menjadi saingan Seraphina? Astaga! Kalau Aslan yang menjadi saingannya, sepertinya Seraphina tidak akan memiliki harapan untuk menang. Selama yang dia tahu, Aslan adalah yang terbaik dari mereka semua. "Astaga, Seraphina! Kau harus berhati-hati!" Tauriel tampak khawatir. Dia sudah tahu, siapa pun itu malaikatnya, kalau mereka gagal dalam ujian ini peringkat mereka akan diturunkan ke.tingkat yang paling rendah. "Kau tahu, 'kan, kalau Aslan adalah yang terbaik di tingkatan kita?" Seraphina hanya mengangkat bahu, dia tak peduli. Dia yakin, Aslan tidak sesempurna yang didengarnya. Lagipula, bukankah hanya Yang Kuasa yang memiliki kesempurnaan? Mereka hanyalah pelayan-Nya saja, tidak ada yang sempurna. Para Penghulu Malaikat saja memiliki kelemahan, tidak mungkin Aslan tidak. Pria itu pasti memiliki sesuatu yang akan mematahkan kata sempurna yang disematkan padanya. "Aku yakin pasti dapat mengalahkan malaikat laki-laki itu!" ucap Seraphina yakin. "Aku percaya kalau dia juga pasti memiliki kelemahan. Tidak mungkin tidak." Tauriel mengembuskan napas melalui mulut. Seraphina memang sangat keras kepala, tidak mau memercayainya. Padahal dia hanya ingin Seraphina berhati-hati saja. Semua malaikat sudah tahu kalau Seraphina adalah seorang malaikat yang ceroboh. Seraphina juga tidak akan berpikir dua kali untuk menolong malaikat lain yang sedang dalam kesusahan. "Aku juga yakin seperti itu, Seraphina," sahut Tauriel. "Aku hanya ingin agar kau lebih berhati-hati. Jangan sampai kalah oleh Aslan." Senyum merekah di bibir merah muda Seraphina. Dia tidak menyangka kalau Tauriel akan memilih untuk mendukungnya. Padahal dia tahu Tauriel menyukai Aslan. Setidaknya kagum pada pria itu. "Terima kasih, Tauriel." Seraphina memeluk sahabatnya. "Satu dukungan sangat berarti untukku." "Tentu saja aku akan mendukungmu." Tauriel membalas pelukan Seraphina sebelum mengurainya. "Kau adalah sahabatku." Seraphina meringis. "Aku kira kau akan memilih untuk mendukung Aslan setelah tahu ia adalah sainganku." Tauriel berdecak. Dia memang sudah memberitahu Seraphina semuanya, mereka terbiasa berbagi cerita. Perasaannya pada Aslan hanya sebatas kagum, tidak lebih. Kekagumannya pada Aslan dipicu karena prestasi pria itu, bukan seperti gadis-gadis lain yang tertarik pada ketampanannya. Baginya Aslan memang tampan, tetapi sikap pria itu sangat dingin, seperti Tuan Mikhail saja. Padahal Tuan Mikhail tidak sedingin itu. Tuan Mikhail akan bersikap dingin pada orang yang tidak mematuhi aturan dan lalai dalam tugasnya. Satu lagi, Tuan Mikhail lebih tampan dari Aslan. "Untuk apa aku memberikan dukungan pada orang yang tidak aku kenal?" Tauriel memutar bola mata. "Aku hanya kagum pada Aslan, itu saja. Tidak ada perasaan khusus selain itu. Aku bukan malaikat-malaikat centil di luar sana yang akan menjerit bila Aslan lewat." Tauriel mengangkat bahu, mengikik sambil menutupi mulutnya menggunakan tangan kanan. Seraphina tersenyum lebar, dia sudah salah duga. Syukurlah Tauriel tidak menyukai Aslan seperti yang disangkanya. Rasanya pasti akan sangat tidak menyenangkan kalau kau bersaing dengan orang yang disukai sahabatmu. Percayalah! "Maafkan aku, Tauriel. Aku sudah salah menduga," ucap Seraphina meringis. Tangannya terangkat mengusap tengkuk. Tauriel mendengkus. Seraphina seolah tidak mengenalnya saja. Padahal mereka berdua sudah berjanji untuk tidak akan berhubungan dengan seorang malaikat pria kalau belum berhasil mendapatkan mahkota malaikat. Untuk tahun ini kesempatan jatuh ke tangan Seraphina. Tauriel berharap semoga seratus tahun berikutnya dirinya yang diberi kesempatan oleh guru mereka, Tuan Gabriel. "Kau sungguh sangat pelupa sekali, Seraphina. Bukankah kita sudah berjanji tidak akan terikat sebelum kita mencapai tempat tingkat tertinggi?" Seraphina memiringkan kepala, berpikir. Mencoba mengingat janji yang tadi dikatakan Tauriel. Seraphina kembali meringis, menyesali dirinya yang terlalu pelupa. Dua puluh tahun yang lalu mereka berdua pernah berjanji untuk tidak mengikat suatu hubungan dengan malaikat pria dari jenis apa pun sebelum mereka mencapai tingkat tertinggi seorang malaikat yaitu mendapatkan mahkota. "Kau mudah sekali lupa, Seraphina." Tauriel berdecak. "Untung saja kau tidak melupakan ujian kenaikan tingkatmu!" omelnya. "Untuk yang satu itu aku tidak akan pernah lupa." Seraphina tertawa. Kembali mengepakkan sayapnya untuk melanjutkan terbang mereka. Singgasana Gabriel sudah terlihat dari tempat kedua malaikat perempuan itu berada. Mereka mengepakkan sekali lagi sayap-sayap mereka agar mencapai tempat yang dituju. Sudah ada beberapa malaikat lain yang berada di sana sebelum mereka. Tidak masalah tidak menjadi yang pertama, yang penting mereka tidak terlambat. Seraphina dan Tauriel menyimpan kembali sayap mereka setelah mendarat, bergegas mendekati singgasana sebelum guru mereka tiba dan menduduki singgasana itu. Tidak ada yang berani bersuara saat Gabriel memasuki aula dan duduk di singgasananya. Semua muridnya terpana dengan sosok Sang Penghulu Malaikat yang tampak sangat memesona dan elegan. Rambut pirang berkilau dan sayap seputih perak membuat karisma Gabriel semakin terpancar. Ditambah senyum dan kelembutan yang dimilikinya, Gabriel berkali lipat lebih tampan dari malaikat mana pun. "Selamat pagi, Semua!" sapa Gabriel ramah kepada semua muridnya yang sudah berkumpul. Ia yakin hari ini tidak ada satu pun muridnya yang terlambat. "Selamat pagi, Tuan Gabriel!" balas semuanya serempak. Suara mereka meredam gema dari suara lembut Gabriel. "Aku senang pagi ini tidak ada satu pun dari kalian yang terlambat. Kurasa semuanya sangat bersemangat mengikuti jalannya ujian kenaikan tingkat hari ini." Hening begitu Gabriel menjeda. Tidak ada seorang pun yang menyahut. Mereka menunggu Gabriel untuk meneruskan perkataannya. "Aku ingin kalian memberikan dukungan untuk teman kalian Seraphina, yang hari ini akan mengikuti ujian kenaikan tingkat." Gabriel menatap lurus murid kesayangannya. Sesungguhnya, ia tidak membedakan murid-muridnya, semua sama di matanya. Namun, ia memiliki harapan lebih pada Seraphina. Malaikat cantik yang memiliki ciri-ciri hampir sama dengannya itu memiliki potensi yang besar. Di balik kecerobohan dan sikap pelupanya, Seraphina seorang yang mempunyai tekad kuat untuk menjadi yang terbaik. Gabriel yakin Seraphina pasti bisa mewujudkannya. Gadis itu akan menjadi yang terbaik dari yang terbaik, dan entah kenapa Gabriel yakin kalau Seraphina akan membawa sesuatu perubahan yang sangat besar di masa mendatang. Entah perubahan apa, ia masih belum tahu. Gabriel hanya bisa berharap semoga semua akan menjadi lebih baik. Meskipun dirinya adalah tangan kanan Yang Kuasa, tidak semuanya juga ia diberitahu. "Aku tidak akan mengatakan apa-apa padamu, Seraphina. Aku yakin kau pasti akan melakukan yang terbaik, untuk dirimu sendiri." Seraphina mengangguk. "Iya, Tuan," jawabnya sambil terus menunduk. "Asal kau tahu, dukungan dan restuku selalu menyertaimu." Dada Seraphina bergemuruh. Setelah seratus tahun terlahir dan menjadi murid Gabriel, baru kali ini dia mendengar secara langsung gurunya memberikan restu. Bukankah itu sangat fantastis? Rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. "Terima kasih, Tuan Gabriel," ucap Seraphina serak. Dia sangat terharu. Mendapatkan restu dari seorang penghulu malaikat sangatlah langka dan dia berhasil mendapatkannya. Seraphina yakin dia pasti akan dapat menyelesaikan semua soal dengan mudah. "Baiklah, karena ujian kenaikan tingkat akan dimulai sebentar lagi kuminta kau untuk segera bersiap, Seraphina." Seraphina mengangguk lagi. Dia masih menundukkan kepala, tidak berani menatap Gabriel dan karismanya yang menyilaukan. Bukan hanya Seraphina, murid Gabriel lainnya juga seperti itu. Mereka semua tidak ada yang berani mengangkat kepala sebelum Gabriel meninggalkan singgasananya. "Jangan terlambat!" pesan Gabriel masih ditujukan pada Seraphina. "Jangan tersesat!" Seraphina meringis mendengarnya. Gurunya terlalu tahu tentang dirinya, dia memang sering terlambat karena tersesat. Semua dikarenakan sifatnya yang sangat pelupa. Sering Angelica atau Tauriel terpaksa mencarinya karena dirinya yang masih belum pulang juga padahal hari sudah malam. "Tauriel, kau dampingi Seraphina!" titah Gabriel. "Aku khawatir kalau dia tersesat." "Baik, Tuan Gabriel!" Tauriel mengangguk patuh. "Seraphina, aku menunggumu di tempat ujian berlangsung," ucap Gabriel sebelum meninggalkan singgasananya. Gabriel tidak melangkah atau terbang seperti murid-muridnya. Sebagai salah satu dari tujuh penghulu malaikat dan tangan kanan Yang Kuasa, ia memiliki cara lain untuk pergi. Sosoknya langsung menghilang begitu saja bersama sebuah cahaya menyilaukan. Saat itulah semua muridnya berani mengangkat kepala. "Ayo, Seraphina,.kita pergi sekarang!" ajak Tauriel menarik tangan Seraphina. "Jangan sampai kau terlambat seperti perkataan Tuan Gabriel." Seraphina mengangguk. Segera mengeluarkan sayap dan mengepakkannya, terbang meninggalkan istana Gabriel. Seraphina melirik Tauriel yang terbang di sampingnya. Dia sangat beruntung memiliki sahabat seperti Tauriel. Gadis itu sangat memahami dan banyak membantunya. Yang pasti, Tauriel selalu bisa diandalkan saat mereka tidak bisa menemukan jalan pulang. Suasana di tempat dilangsungkannya ujian kenaikan tingkat sudah sangat ramai ketika Seraphina dan Tauriel tiba. Beruntung mereka tidak terlambat, masih ada beberapa saat lagi sebelum ujian dimulai. Seraphina masih memiliki waktu untuk bersiap. "Semangat, Seraphina! Jangan mau kalah dari yang lainnya!" seru Tauriel menggebu. Dia tidak menyangka jik Seraphina menjadi satu-satunya malaikat perempuan yang ikut ujian kenaikan tingkat. Enam orang peserta lainnya ternyata laki-laki. "Meskipun kita perempuan, kau harus tunjukkan bahwa kita juga memiliki kekutan yang sama dengan mereka, para laki-laki itu!" Tauriel menunjuk para peserta lainnya dengan ekor matanya. Seraphina tertawa geli. Tauriel memang sedikit sensitif mengenai jenis kelamin ini. Dia tidak suka dibeda-bedakan, baginya semua malaikat mempunyai kekuatan yang sama tidak peduli mereka perempuan atau laki-laki. Yang membedakan hanyalah prestasi. Namun, semua itu juga tidak terlalu berarti karena Yang Kuasa tidak pernah membedakan mereka semua kecuali tingkat ketakwaan mereka. "Jangan khawatir, aku tidak akan kalah!" sahut Seraphina tak kalah semangat. Dia memang tak berniat untuk mengalah. Mahkota malaikat adalah tanda sempurnanya mereka, dan hanya bisa didapatkan dalam ujian kenaikan tingkat. Dirinya sangat beruntung karena langsung mendapatkan kesempatan mengikuti. Oleh karena itu, dia akan berusaha sebaik-baiknya. Kesempatan untuk ikut ujian hanya terjadi satu kali seumur hidup. Kalau kau gagal, maka habislah. Kau tidak akan mendapatkannya lagi, seumur hidup kau hanya akan menjadi malaikat tingkat kedua yang memiliki tugas lebih ringan dibandingkan malaikat tingkat pertama. Malaikat tingkat kedua hanya diberikan tugas di sekitar mereka saja, di dunia malaikat. Sementara malaikat tingkat pertama atau yang sering disebut juga malaikat sempurna akan ditugaskan di dunia manusia. Kekutan mereka juga bertambah karena tak jarang mereka akan bertarung melawan anak buah Lucifer. "Aku selalu mendukungmu, Seraphina!" Tauriel memeluk Seraphina erat. Mengusap punggungnya memberikan kekuatan. "Aku yakin kau pasti bisa, Seraphina. Tuan Gabriel tidak akan memilihmu jika beliau tidak yakin kau akan berhasil." Seraphina mengangguk, mengurai pelukan. Dia juga yakin seperti itu. Pasti ada sesuatu yang dilihat Tuan Gabriel dari dirinya sehingga dia langsung mendapatkan kesempatan pada ujian pertama yang dilaluinya. Seraphina berjanji untuk tidak akan mengecewakan gurunya itu. Dia harus berhasil. "Aku suka semangatmu." Tauriel mengedipkan sebelah matanya. "Buktikan kepada para pria itu kalau kau yang terhebat!" Seraphina mengangguk lagi. Menoleh ke arah pengeras suara di salah satu sudut halaman begitu terdengar pengumuman tanda ujian akan segera dimulai. Ketujuh peserta diharapkan segera memasuki ruangan khusus untuk ujian. "Aku pergi dulu! Doakan aku, Tauriel!" pinta Seraphina sebelum membentangkan sayap peraknya dan terbang menuju ruangan yang dimaksud. *** Ruangan tempat dilaksanakannya ujian kenaikan tingkat sangat besar, terlalu besar kalau hanya untuk mereka bertujuh. Seraphina mengamati seluruh ruangan, ada tujuh buah kursi dan meja di tengah ruangan dengan jarak lumayan jauh. Sepertinya itu adalah tempat untuk mereka duduk. Setahu Seraphina ujian hari pertama adalah ujian tertulis, dan sepertinya itu memang benar. Terdapat alat tulis di atas meja itu. Mengikuti keenam orang lainnya, Seraphina mendekat ke arah kursi. Dia mengambil duduk di kursi nomor tiga. Tidak hanya ada alat tulis di atas meja, soal-soal ujian juga sudah tersedia. "Waktu kalian satu jam untuk menyelesaikan seratus soal yang ada." Suara yang berasal dari pengeras suara di salah satu sudut ruangan. Seraphina mengembuskan napas melalui mulut, mulai berdoa di dalam hati sebelum mengerjakan. Senyum menghiasi bibir mungil Seraphina yang kemerahan. Semua soal ujian hari ini sudah dipelajarinya dengan baik, dia tidak akan kesulitan. Benar saja, dalam waktu kurang dari satu jam Seraphina sudah berhasil menyelesaikan semua soal ujian. Sekali lagi Seraphina mengembuskan napas melalui mulutnya, dia sangat lega. Dirinya menyelesaikan seratus soal bersamaan dengan Aslan. Sudah sejak awal memasuki ruangan Seraphina mengamati pria itu. Sedikit kesal melihat Aslan yang tidak membalas sapaan Danielle, seolah dirinya yang paling hebat saja. Padahal tingkatan mereka bertujuh adalah sama, malaikat tingkat kedua. Mentang-mentang dirinya yang paling pintar. Seraphina membuang muka begitu Aslan menatap ke arahnya. Dia tak ingin mempertemukan tatapan dengan pria sombong itu. Aslan memang yang terpintar di antara mereka saat ini, tapi bukan berarti yang lainnya bodoh. Mereka diciptakan memiliki kepandaian dan kekuatan yang sama. Aslan hanya beruntung saja, lagipula usianya juga yang tertua wajar kalau ia lebih pintar. "Sepertinya kau juga sudah selesai, Seraphina." Seraphina terkejut mendengar suara itu. Tak sadar dia mendongak, menatap pemilik suara. Menemukan Aslan sudah berdiri di samping mejanya. Aslan mengetahui namanya. Ia tadi menyebutnya. Benar, 'kan? Atau indra pendengarannya sedang bermasalah. Namun, rasanya tidak mungkin. Dia sudah memeriksa semuanya saat mandi tadi, tak ada yang salah dengan semua Indra di tubuhnya. Berarti tadi Aslan memang menyebut namanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN