Pov Author
Setelah melakukan pemeriksaan yuni selalu mendesak deni agar cepat memberi tau orang tuanya, namun deni masih belum berani bahkan yuni mengancam deni kalau deni tidak segera memberi tahu orang tuanya maka dia sendiri yang akan menemui orang tua deni.
"Gimana yah, Sudah bicara sama bapak atau ibu?" tanya yuni kepada deni. " Belum bun" jawab deni lesu, "gimana to yah kok kamu tunda -tunda terus, semakin hari perut ini semakin besar" geram yuni yang sudah hampir kehabisan kesabaran menghadapi deni yang selalu menunda membicarakannya dengan keluarganya. "kalau sampai besuk kamu masih belum bicara kepada bapak maka aku.sendiri yang akan menemuinya, aku gak mau tau, karena perutku kian hari kian buncit" ancam yuni pada deni. "sabar to bun, aku masih mencari waktu yang tepat, takutnya bapak atau ibu kaget dengan pengakuanku aku mohon jangan sampai kamu bertindak gegabah dengan mendatangi mereka" mohon deni. " Aku gak peduli DENI ANGGARA yang aku butuhkan saat ini tanggung jawabmu" tegas yuni tak mau mengalah " kamu tinggal pilih kamu sendiri yang memberi tau atau aku yang memberitahu, karna aku tidak mau semua orang tau kalau aku hamil duluan sebelum resmi menikah titik".
Deni pun akhirnya mengalah biar lah biar yang terjadi biar terjadi. Dan benar saat membantu menjaga toko hp deni terus berdering, sejak pagi yuni sudah menelpon deni berulang kali dan mengirim pesan, bahkan deni mengacuhkannya deni malah asik bermain game di komputer.
"Den angkat telp kamu gih, brisik tau dari tadi bunyi mulu" kata ilfi kakak ipar deni.
Deni cuek aja malah mengganti mode diam untuk hpnya. Ilfi yang risih dengan bunyi getar hp deni pun ikut uring-uringan.
Dan beberapa jam kemudian yuni pun datang menemui deni di toko, ilfi menyambut dengan senyum “hay yun tumben kesini?nyari deni ya? Tuh dia lagi di depan kasir masuk saja” yuni mengangguk dengan wajah yang menyimpan amarah. “Kenapa sih dengan tuh anak lagi berantem kali ya?” batin ilfi sambil menggelengkan kepala. “ dasar gak jelas banget” guman ilfi sambil menata minuman kemasan ke dalam kulkas pendingin.
“Mas den, gimana kelanjutannya kenapa kamu diem diem aja,aku nunggu kejelasan darimu” murka yuni ketika sudah sampai di dekat deni, deni yang dari tadi maen game menghentikan aktifitasnya, lalu menoleh ke yuni. “Kalau kamu engak berani bilang aku yang akan bilang, aku akan cari bapak kamu dan bilang sendiri” tambah yuni. Ilfi yang kaget dengan suara keras yuni mendekati mereka “ada apa to?kalau lagi ribut mbok jangan di sini gak enak kalau di lihat orang, udah den selesaikan masalah kalian di luar sana di bicarain baik-baik udah pada dewasa, biar toko mbak tungguin sendiri” ucap ilfi melerai mereka. “Gak semudah itu mbak, mau di bicarakan baik baik gimana wong mas deni menghidar terus” cerocos yuni dengan d**a naik turun menandakan dia memendam amarah yang begitu besar. “Kamu seng sabar yun, mungkin deni masih butuh waktu” ucap ilfi sembari menenangkan yuni agar tidak terjadi perang dunia. “Kurang sabar apa mbak aku, yang ada di dalam perut ku ini bakal tambah besar kok masih di tunda-tunda” lantang yuni. “Apa maksudmu?” Tanya ilfi sembari bingung.”ya mbak aku hamil, hamil anak mas deni dan aku menuntut kejelasan serta tanggung jawabnya” tegas yuni. “Dennn.. ..?” Panggil ilfi minta kejelasan dari deni. “Iya mbak” jawab deni sambil menunduk. “Ya allah den kenapa kamu tidak cepat bertindak, itu yang di dalam perut yuni semakin hari semakin besar den,cepat bicara sama bapak” kata ilfi kepada deni
“Udah mbak mas deni dari kemarin-kemarin sudah aku tungguin tetep tidak bicara kepada bapak, biar aku sendiri yang mengatakannya”kata yuni “mbak tolong sampean bilangi bapak kalau aku mencarinya dan mau bicara penting” pinta yuni. “Iya yun bentar ya tak carine bapak dulu kalau udah longgar biar dia menemuimu” kata ilfi sambil menggenggam tangan yuni seraya memberi dukungan padanya.
“Pak repot apa ndak?” Ucap ilfi ketika bertemu mertunya. “ Enggak ini lagi nata kardus kosong mau tak bawa ke gudang” jawab pak makmur. “ ada yang nyari pak, katanya ada hal yang mau di bicarakan “ tambah ilfi ragu ragu. “Huuh sebentar tak nylesein ini dulu, suruh nunggu di toko mu dulu nanti bapak tak kesana” jawab pak makmur. “Nggeh pak” jawab ilfi sambil memutar badan seraya kembali ketokonya. Sesampai di toko ilfi mendekati yuni dan menatapnya sambil menepuk punggung tiga kali dan duduk di kursi tinggi di belakang etalase. Mereka bertiga diam dengan pemikiran masing-masing. Sampai wawan suami ilfi pulang dari kerjanya. “Dek, kok diem-dieman ada apa?” Sambut wawan mendekati ilfi “hust..!..” isyarat ilfi pada wawan sambil mendekatkan telunjuk di bibirnya. Wawan di buat binggumg dengan tingkah istrinya, sambil mencomot heci wawan masih beeusaha mencari tau kenapa keadaanya dingin banget. “Kenapa sih “bisik wawan kepada ilfi.”hust, pokoknya diem dulu”
Lalu pak makmur pun masuk yuni menyalaminya “ sampean yang mencari ya” tanya pak makmur “iya pak bisa bicara sebentar” ucap yuni sambil melirik deni ilfi dan wawan. Pak makmur mengerti yuni pun di ajak berbicara di dalam toko.
“Begini pak saya dan mas deni kan selama ini menjalin hubungan” kata yuni memulai pembicaraan dengan pak makmur, pak makmur pun mendengarkan penuturan yuni “ dan sekarang saya lagi hamil pak, saya meminta pertanggung jawaban mas deni” jeda yuni “ saya mau mas deni menikahi saya pak karena saya tidak ingin anak saya lahir tanpa ayah”. Pak makmur terlihat kaget dia diam tanpa berkata apapun, cukup lama dia diam akhirnya pak makmur pun berkata “ ya kalau memang calon anak mu itu anak deni dia memang harus bertanggung jawab, ya sudah kamu pulang saja dulu biar aku bicarakan dulu dengan keluarga, kamu tunggu lah kedatangan kami nanti saat melamar kamu”. Ucap pak makmur tanpa melihat yuni tatapannya kosong seolah banyak beban yang dia pikul. Pak makmur pun berdiri dan berlalu meningalkan yuni, dalam hati yuni “akhirnya tak sabar aku menantikan hari di mana aku bisa menjadi bagian dari keluargamu pak makmur”