Pov Deni
Aku pun terbangun saat matahari telah tepat di atas kepala. Akupun mencuci muka agar lebih segar. Baru kedepan batu mas wawan dan mbak ilfi, kebetulan ada barang yang datang jadi aku bantuin mas wawan, karena gak mungkin mbak ilfi bantu bantu angkat beras dan galon minuman.
Setelah selesai mbak ilfi menawarkan makanan padaku, kebetulan aku juga lapar. " Den makan dulu gih, udah siang kamu kan tadi molor engk sarapan kan?" tawarnya. "Iya mbak" jawabku.
Sambil makan aku melihat ponsel ku, benar saja dari pagi yuni udah telp dan mengirim pesan ada 112 kali dia telp. Ku hembuskan nafas lalu aku menelpon balik dia.
"Hallo" sapa ku saat telah tersambung.
"Kamu dimana seh yah? dari tadi tak hubungi kok engak di angkat? aku takut kamu ninggalin aku di saat seperti ini, hiks hiks hiks" suara yuni di barengi dengan tangisnya. "Maaf bun aku tadi tidur ni aja baru bangun, gimana hasilnya?" tanyaku padanya selembut mungkin agar dia tidak merajuk lagi. "Garis dua yah garis dua huu huu huu". aku bingung dengan penuturannya. "jelasin yang gamblang bun aku gak tau maksud kamu" ucapku lagi. "Aku positif hamil mas deni anggara, aku hamil, aku hamil anak kamu PAHAM " dia memperjelas kata katanya. Nafsu makan ku langsung hilang, kini di pikiranku bagaimana cara memberitahu kepada bapak sama ibu mereka pasti bakal marah besar. "Gimana yah kamu harus tanggung jawab, aku gak mau kamu ninggalin aku setelah semuanya kayak gini huu huu huu" yuni masih menangis "iya iya aku tanggung jawab kamu yang sabar aku tak pelan pelan bicara sama bapak biar melamar kamu untuk ku" jawab ku mencoba menenangkan yuni. "Beneran janji ya" ucapnya lagi "iya janji ya sudah kamu jangan banyak nangis kasian dedeknya nanti, kamu istirahat ya" jawabku mencoba menenangkan yuni juga jiwaku sendiri.
Telpon pun aku akhri aku bingung mau curhat kepada siapa karena aku tidak punya kawan dekat, ah lebih baik aku bicara sama mbak ilfi kalo langsung sama mas wawan pasti dia akan ngomel, kalau mbak ilfi kan pasti dia mengerti keadaanku. Ya lebih baik aku coba dari pada aku pusing sendiri batin ku.
Aku pun kembali ke depan, ku lihat mbk ilfi lagi bermain dengan gisel keponakan ku yang imut dan juga paling aku sayang. Ku hampiri mereka yang lagi asik membuat bunga dari wadah jeli.
"Mbak repot gak?" tanyaku pada mbk ilfi " biasa aja napa emangnya" jawabnya yang hanya sekilas melihatku dan kembali fokus dengan benang dan tempat jeli. " Aku mau crita ni bisa ngasih solusi gak?" tanyaku lagi. " Ya crita criga aja gitu aja kok repot" jawab mbak ilfi tanpa menoleh padaku. " mbak ini serius sebentar aja dengerin critaku" rajukku lagi. " Hummm" desah nya sambil menatapku lalu menatap putrinya. "sell kamu lanjutin sendiri dulu ya buat bunganya seperti yang mama ajarkan " ucap iparku pada keponakanku " iya ma, aku udah bisa kok nanti nilai hasilnya ya!" ucap kepnakanku mbak ilfi pun mengangguk tanda menyetujui ucapan anaknya.
Kini mbak ilfi pun duduk dan menghadap padaku " mau crita apa to den?"tanya mbak ilfi padaku. " Gini.mbak kan temen kuliahku, dia belum kerja hemm tapiiii dia ngehamilin pacarnya dan pacarnya minta dia menikahinya, dan temenku itu takut mau bicara dengan orang tuanya, orang tuanya seperti ibuk sama bapak mbak mau segala sesuatu beejalan sesuai keinginannya" critaku agak ragu ragu. Kulihat dahi mbak ilfi berkerut seperti lagi menganalisa. " ini cerita temanmu apa cerita kamu sendiri sih den" tanya mbak ilfi menyelidik aku pun sedikit salah tingkah namun aku berusaha tetap tenang agar kakak iparku tidak curiga. "ya tinggal nikahi aja to den kok repot amat, kan sudah resiko kalau.pacaran tanpa tau batas ya hamil siap tidak siap harus tanggung jawab, ya to??" jawab mbak ilfi, namun jawabannya tidak meeingankan beban hatiku.
"Bukan gitu mbak, gini lo ya kalau soal tanggung jawab dan nikahin ya wes ok memang itu sudah konsekuensi, nah yang jadi kebimbangan temanku itu gimana cara ngomong kepada orang tuanya" tanya ku lagi mengharap jawaban mbak ilfi bisa membantuku. " Ya tinggal bilang aja pak buk lamarin anak itu buat aku, karena dia udah hamil sama aku, gitu ae lo" jawab mbak ilfi enteng. " Haduh mbak gimana sih aku harus jelasin supaya mbak tau maksud ku" ucapku setengah jengkel pada kakak iparku ini. "La memang apa yang membuat temanmu gelisah, wong dia sudah berani berbuat maka ya harus berani beetanggung jawab" ucap mbak ilfi."Kalau soal takut sama kedua orang tuanya marah ya sudah resiko, tapi yang namanya orang tua itu semarah apapun kepada anaknya dia juga gak bakal tega kok, jadi kalau saran mbak sih suruh usg aja dulu pacar temanmu baru kalau memang benar benar ada janin di rahimnya suruh kasih hasil usg dan bicara kepada orang tuanya sebagai bukti akurat kalau temanmu itu sudah menanam benih di rahim pacarnya". Aku manggut manggut mencerna nasehat kakak iparku ini. Benar juga kalau udah ada hasil usg mau gak mau bapak pasti akan melamarkan yuni untukku batinku. " hemm gitu ya mbak, ya udah tak kasih tau temanku tentang saran mbak sapa tau bisa membantu dia menyeleaaikan masalahnya" kataku.
Aku pun beranjak pergi ke belakang bersiap menghubungi yuni agar membuat janji temu dengan dokter kandungan.
Esuk harinya aku pun mengantar yuni periksa ke dokter kandungan untuk melakukan usg, kami pun mendaftar dan mengambil nomer antrian lumayan panjang antriannya. Aku yang merasa bosan menunggu berpamitan pada yuni mau mencari minum sekalian mencarikan yuni camilan. " Aku tak keluar dulu ya bun mau cari minum, kamu mau tak belikan apa?" tanyaku pada yuni. " Beliin aku sar* roti yah, yang dorayaki ya kepengen makan itu aku" akupun mengangguk mengiyakan. Akupun keluar ke in**mart membeli minum sekalian membelikan kue pesenan yuni. Setelah selesai membayar di kasir akupun duduk di kursi depan in**mart sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan setelah ini. Kata-kata mbak ilfi masih terngiang di telingaku"yang namanya orang tua semarah apapun tidak akan tega pada anaknya" ya aku harus berani bicara sama bapak dan ibu. Ku bulatkan tekadku agar mampu bicara jujur pada mereka entah apapun resikonya nanti akan aku terima.
Setelah aku menata hati akupun kembali menemui yuni yang sedang mengantri. " Belum sampai nomer kamu?" tanyaku sambil memberikan bungkusan kue pesanannya. " Belum tinggal dua orang lagi terus giliranku, aku kok deg degan sih yah" ucapnya. " Udah gak papa ada aku, aku pasti selalu menemanimu" ucapku sambil menggenggam tangannya. Dia pun mengguk sambil tersenyum.
Akirnya giliran kami tiba, yunipun di suruh rebahan di kasur periksa, dokterpun mulai mengolesi perut yuni dan dokterpun menunjukkan gambar di layar. "Lihat pak bu ini calon dedeknya, usianya masuk 12 mnggu, selamat ya pak bu anak pertama ya" kata bu dokter " di jaga ya kandunganya umur segini masih retan ini saya kasih vitamin". "Ya dok makasih" ucapku sambil menerima resep obat, setelah aku membayar dan menebus obat aku langgung mengantar pulang yuni kerumahnya dan aku pun langsung berpamitan pulang tidak mampir, karena aku ingin menata kata untuk berbicara dengan orang tua ku.