GM-33-Bagaimana bisa?

1064 Kata
Sian terbangun dari tidurnya tepat pukul dua dini hari. Ia bermimpi Arsen mendatanginya dan ingin mencekik lehernya dengab kuat. Sungguh mimpi yang menyeramkan. Peluh membasahi sekujur tubuhnya. Napasnya terengah hingga membuat dadanya naik turun dengan cepat dan tak teratur. Apa mungkin Sian melakukan kesalahan sebelumnya? Hingga Arsen memutuskan untuk pergi begitu saja. Sian berusaha menetralkan detak jantung dan mengatur pernapasannya agar lebih teratur. Kepalanya tertunduk lemah. Saat mendongak, ia hampir saja melompat dari kasur dengan histeris. Kalau saja ia tak ingat bahwa ini masih pukul dua dini hari. "Maaf. aku mengagetkanmu,” cicit Arsen merasa tidak enakh hati karena melihat keadaan Sian yang kaget setengah mati. Wajah pria itu pucat pasi saat mendapati Arsen berdiri menghadap kasurnya. Sian ingin mengumpati hantu menyebalkan yang ada di hadapannya ini, namun ia menelannya karena itu hanya membuang – buang waktu dan energi. "Ke mana aja lo seharian ini?” tanya Sian seraya bangkit dari tempat tidurnya lalu meraih botol tumblr yang ada di atas meja belajar. Menegak isinya hingga setengah. Sepertinya ia kehilangan banyak cairan tubuh karena terlalu banyak mengeluarkan keringat. Arsen tidak menjawab pertanyaannya, hantu berwajah pucat itu hanya menatapnya dengan tatapan aneh. Seolah Sian patut dicuriagi entah untuk alasan apa. "Apa?” tanya Sian bingung. Aresen masih bungkam seraya mendekatkan wajahnya ke arah Sian. Membuat pria itu sontak menjauhkan wajahnya dengan cepat. "Lo apa – apaan, sih?” tanya Sian dengan geram. Arsen nampak menatapnya dengan tajam. Ekspresi wajahnya berubah menjadi kesal maksimal. "Kamu bisa melihatku. Kenapa selama ini berpura – pura tidak bisa melihatku?" tanya Arsen dengan mata menyipit curiga. Sian terperanjat saat menyadari apa yang barusan Arsen katakan. "Tunggu! Lo benar!" Sian berseru seraya memajukan langkahnya perlahan. Menatap wajah Arsen dengan saksama. "Jangan berpura - pura baru sadar kalau kau bisa melihatku, Sian!" tuduh Arsen dengan nada bicara dingin. Hingga membuat Sian merasa kalau rambut halus di tengkuknya mulai berdiri. "Kau sengaja membohongiku?" Sian nampak menelan saliva saat wajah Arsen berubah menjadi lebih pucat dan tatapan mata hitamnya berubah menjadi merah menyala. Aura hitam pekat terlihat mengelilingi tubuh hantu pria itu. "Tidaktidak!" Sian menggelengkan kepalanya denga cepat. "Gue beneran baru aja bisa ngeliat lo, kali ini! Gue juga baru sadar! Swear!" Arsen nampak berpikir sejenak sebelum akhirnya ia mempercayai perkataan Sian barusan. Pasalnya, pria yang ada di hadapannya ini nampak menolak untuk menatap wajahnya. Ia tahu, seseram apa wajahnya terlebih saat ia marah. "Kamu takut?" tanya Arsen namun dengan nada bicara yang seperti semula. Jahil dan menjengkelkan. Membuat Sian membuang napas dengan keras. "Buat apa gue takut ama lo?" tanya Sian ketus seraya kembali merangkak ke kasurnya. "Lo kalo mau pergi ya pergi aja. Gak usah kayak jailangkung segala. Datang gak diundang pergi gak diusir!" Arsen terkikik geli mendengar omelan Sian barusan. "Kau mengkhawatirkanmu, kan?" tebak arwah itu seraya mendekati Sian. Berniat ingin bergabung bersama Sian di kasur empuk itu. "Jangan coba - coba naik ke kasur! Lo tau kan, gue gak bisa diganggu kalo tidur." Arsen berdecak seraya memutar bola mata jengah. Sian menutupi semua tubuhnya hingga wajah dengan selimut. Selain masih tidak terbiasa dengan wajah Arsen, ia juga masih memikirkan bagaimana caranya ia bisa melihat wajah hantu itu. Apa yang ia lakukan hingga ia bisa melihat Arsen? "Apa kau tidur?" tanya Arsen seraya mengambil posisi berbaring di lantai yang hanya dilapisi tikar tipis dan terdapat satu bantal dan satu selimut tipis. Untuk ukuran seorang hantu, ini sudah lebih dari cukup. Mina, hantu perempuan itu bahkan hanya tidur dilantai tanpa dialasi apapun. Selain karena ia tidak bisa berkomunikasi dengan si pemilik rumah, hantu perempuan itu juga sudah terbiasa berbaring di lantai dingin. Sian belum tidur. Ia hanya memejamkan matanya kuat - kuat agar lama kelamaan ia akan terlelap dengan sendirinya. "Aku penasaran... Bagaimana kau bisa melihatku sekarang? Apa yang kau lakukan sebelumnya? Apa mungkin kita sebenarnya saling kenal sebelum kematianku?" Sian masih setia memejamkan matanya dan menulikan telinganya dari pertanyaan - pentanyaan yang dilontarlan Arsen padanya. "Aku juga pensaran bagaimana bisa?" Sian membatin dengan mata masih terpejam rapat. Akan tetapi pikirannya masih melayang ke mana - mana. "Seharian ini aku berkelana mencari tahu banyak hal mengenai apa yang terjadi padaku akhir - akhir ini. Aku mendatangi seorang hantu perempuan bernama Mina. Sayangnya, ia tidak dapat membantu banyak, hanya mengatakan fakta yang mengerikan yang terjadi padaku." Arsen bercerita dengan lengan menyilang dijadikan bantal kepala. Matanya menatap ke langit - langit kamar Sian yang nampak bersih dari dari sarang laba - laba. Sian masih bungkam. Tidak menjawab apapun yang dikatakan Arsen sejak tadi. Arsen mulai berpikir kalau Sian benar - benar sudah terlelap dalam tidurnya. "Baiklah. Aku juga akan tidur meski sebenarnya aku masih ingin terjaga." Arsen menarik kedua lengannya lalu memiringkan tubuh ke kanan. Sian membuka matanya dan selimut yang menutupi wajahnya sejak tadi. Seharusnya ia terlelap agar bisa bangun pagi. Namun kepalanya masih saja sibuk memikirkan banyak hal akhir - akhir ini. "Sudah kuduga kau belum tidur," Arsen berujar tepat di samping telinga Sian. Membuat pria itu memekik saking kagetnya. "Lo kalau mau ngajak ngomong jangan tiba - tiba nampak, bisa gak?!" geram Sian seraya mentralkan detak jantungnya. "Maaf." Arsen meringis seraya menjauhkan wajahnya. "Aku lupa, kalau sekarang kau sudah bisa melihatku. Sebelumnya kau tidak bisa melihatku. Jadi aku bisa berdiri di mana saja. " Sian mengangguk seraya memutar bola mata. Ia mamaklumi untuk kali ini. Tapi, kalau untuk yang kesekian kalinya. Sian tidak menjamin kalau ia tidak menonjok atau menerjang Arsen saat hantu itu muncul di dekatnya secara tiba - tiba. "Kita bicarakan nanti. Gue harus tidur biar bisa bangun pagi." Arsen mengembuskan napas kecewa. Ia pikir, Sian akan mengajaknyz berdiskusi mengenai apa yang terjadi. Ternyata, pria itu kembali menarik selimutnya dan benar - benar terlelap meninggalkan Arsen yang menatapnya dengan kecewa. Arsen kembali ke tempat tidurnya. Membaringkan kepala dan kembali berdebat dengan pikirannya sendiri. Kenapa Sian bisa melihatnya? Bagaimana bisa? Bagaimana caranya? Sementara itu, Sian, pria itu pun tak kunjung terlelap. Pikirannya juga sibuk memikirkan kemungkinan - kemungkinan yang menjadi alasan mengapa ia bisa melihat sosok Arsen. Apa hubungannya dengan Arsen semasa hantu itu hidup? Malam yang hening namun di dalam kepala mereka sama - sama berisik. Hingga keduanya terlelap. Tidak ada yang berhasil menemukan jawaban. Sementara itu, selembar foto yang tergeletak di atas meja belajar nampak bergerak saat tertiup oleh kipas angin kecil yang Sian letakkan di atas meja belajarnya. Foto yang menampilkan sosok Sian di masa remaja dan seorang gadis kecil yang cantik sekaligus menggemaskan tengah tersenyum. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN