BAB 2 - Aku, Suami Sekaligus Bosku

1407 Kata
“Apa?” tanyaku. “Alena sakit dan dia minta aku nemenin dia di rumah.” “Terus?” “Kita batalin pertemuan dengan sepupu aku.” Katanya seakan apa yang udah dilakuinnya dengan menyewa Sandi dan membayar mahal Sandi untuk membuatku seperti Putri Salju tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Alena. “Aku udah dibuat secantik ini, lho, Dit.” “Tapi, Alena sakit, Nik.” Aku tahu banget bagaimana manjanya Alena. Dia flu ringan aja nggak masuk ke kampus dua minggu. “Sakit apa?” “Dia nggak bilang, dia cuma bilang sakit.” Aku sebenarnya kecewa kalau sampai pertemuan ini dibatalkan. Bagaimana ya, aku udah secantik ini bahkan Adit tadi sempat terkesima melihat kecantikanku. Tapi, Alena menggagalkannya. Aku nggak mungkin maksa Adit untuk nggak meduliin Alena. Alena kan kekasihnya. Bahkan sebelum aku menjadi istrinya. “Aku telepon Arka aja ya buat nemenin kamu jalan. Kalau kamu mau pamerin kecantikan kamu ke orang-orang.” “Nggak usah! Aku pulang aja.” Aku kesal pada Adit. Pokoknya aku kesal! “Ka, kamu bisa nemenin Nika...” Aku memilih memejamkan mata dan menutup telinga. “Arka mau ke sini.” Kata Adit. Aku membuka pintu mobil dan turun dari mobil Adit. “Hei, Nik!” Adit menyusulku keluar dari mobil. “Tunggu di dalem aja.” “Udah kamu ke rumah Alena aja ntar Alena mati, lho.” Aku berkata dengan wajah yang tidak enak ditatap. Serius. “Hei, di sini sepi, ayo masuk ke mobil.” Adit berkata galak. Tapi, aku memilih mengabaikannya dan melanjutkan langkah menuju jalan pulang. Adit menarik pergelangan tanganku. “Astaga, Arunika, kamu benar-benar wanita yang menyebalkan tahu!” Aku tertahan dengan sebelah tangan yang digenggam Adit. Lebih dari lima belas menit kami berdiri terdiam dalam keheningan malam. Tangan Adit masih menggenggam sebelah tanganku. “Dit, kalau Alena mati gimana?” “Usttt!” Adit menatapku tajam. “Kamu kalau ngomong jangan sembarangan.” Aku ingin tertawa sekeras-kerasnya. Aku melirik wajah Adit yang memiliki rahang tegas. Hidung mancung dan badan tinggi, tegap dan lumayan seksi. Oh ya, Adit memiliki bulu mata yang lentik. Bola matanya sepekat kegelapan malam. Well, sampai kapanpun aku dan Adit nggak akan bisa nyatu. Kami hanya menjalani apa yang diperintahkan orang tua kami. Kami punya selera musik yang beda, karakter yang beda dan selera film yang berbeda. Adit suka film action atau thriller sedangkan aku suka film komedi. Adit sangat suka musik klasik. Dia bisa main piano klasik dan violin. Aku pernah melihatnya memainkan piano klasik di rumah. Adit juga suka makan-makanan Eropa karena dia memang sekolah dan kuliah di sana. Sedangkan aku lebih suka makanan khas Indonesia yang pedesnya namplok ke lidah. “Kalau nanti hubungan kamu sama Alena ketahuan sama Mamah dan Papah—“ “Nggak akan.” “Kalau nanti Alena hamil?” Adit menoleh padaku. “Kenapa sih kamu suka banget bikin pertanyaan-pertanyaan yang seakan-akan aku adalah pria polos yang bego.” “Bisa lepasin tangan kamu nggak, Dit. Sakit banget tahu, kamu megangnya kenceng banget.” “Nggak!” “Aku nggak bohong, Dit. Lepasin, sakit banget tahu.” Rengekku yang hanya ditanggapi datar oleh Adit. Mobil Arka berhenti di depan kami. Dia turun dari mobilnya dan Adit melepaskan genggaman tangannya di pergelangan tanganku yang memerah. Aku mengaduh kesakitan. “Kenapa kamu, Nik?” tanya Arka penasaran. “Tahu nih, Adit.” “Dit, kamu apain Arunika sih?” Arka meraih tanganku yang memerah. “Cuma dipegangin doang.” “Sakit tahu!” celetukku sebal. “Daripada kamu kabur nanti. Lain kali aku bakal bawa tali dan lakban.” Katanya dingin. Adit menoleh pada Arka. “Titip nih anak ya, jagain jangan sampai kabur. Kalau nanti aku belum selesai bawa dia pulang aja.” “Titip? Emang aku barang.” Gerutuku. “Kalau dia sering ngomel atau protes, beli lakban aja, Ka. Lakban aja mulutnya.” Katanya sebelum meninggalkan aku dan Arka. “Pergi kemana sih tuh orang?” “Kekasih manjanya minta ditemenin.” “Oh si Alieeeen itu kan?” “Hahaha!” Aku terbahak saat Arka dengan sengaja menyebut Alena si Alieeeen. *** “Adit ngebatalin makan malam secara mendadak begini.” Mamah Lala menggerutu kesal. “Padahal Mamah mau nawarin Adit bulan madu gratis sama Nika.” “Ya, mau gimana lagi, Mas Aditnya tiba-tiba bilang istrinya sakit.” Lala sepupu Adit berkata sambil mengusap make up di wajahnya dengan kapas. “Nanti Mamah ikut ah, kalau adit bulan madu.” Lala melotot pada mamahnya. “Mamah tahu makna bulan madu setelah pernikahan nggak sih?” “Tahu.” ekspresi Mamah cukup nyebelin di mata Lala. “Terus ngapain Mamah ikut?” “Ya, kan kita kamarnya pisah. Mamah nggak mungkin tidur bareng sama Adit dan Nika kan.” Lala bingung sendiri. “Tapi, tetep aja Mamah ganggu Mas Adit sama Nika. Bukannya menikmati bulan madu malah nyariin Mamah yang nyasar lagi.” Plaaak! Sebuah buku melayang di kepala Lala. *** Alena mengibaskan rambut bergelombangnya di depan Adit yang terheran karena bukannya terbaring di atas ranjang karena sakit, Alena malah tampak sehat dengan dress warna merah maroon. “Katanya sakit?” Alena mendekati Adit. “Aku cuma mau bikin kamu khawatir aja, Sayang.” Alena berkata dengan nada seakan membuat Adit khawatir adalah sebuah permainan yang seru untuk dimainkan. Dahi Adit mengernyit. “Apa?” “Aku kangen kamu. Aku pengin ketemu kamu.” Katanya tanpa merasa bersalah. Arunika benar seratus persen mengenai kemanjaan Alena yang melebihi anak-anak. “Jadi kamu bohong?” Alena mengangguk. Dia memeluk Adit. “Malam ini tidur di sini ya. Aku mau kamu di sini nemenin aku sampai pagi.” Adit merasa sedikit bersalah pada Nika. Tapi, hanya sedikit. Dia jadi ingat saat Arunika mau turun dari mobilnya dengan wajah kesal karena sudah merasa cantik dan seharusnya dia bertemu dengan sepupu Adit kan—Lala. “Alena ya?” “Oke, aku akan ke sana.” “Apa?” tanyaku. “Alena sakit dan dia minta aku nemenin dia di rumah.” “Terus?” “Kita batalin pertemuan dengan sepupu aku.” “Aku udah dibuat secantik ini, lho, Dit.” “Tapi, Alena sakit, Nik.” “Sakit apa?” “Dia nggak bilang, dia Cuma bilang sakit.” “Aku telepon Arka aja ya buat nemenin kamu jalan. Kalau kamu mau pamerin kecantikan kamu ke orang-orang.” “Nggak usah! Aku pulang aja.” Dan sekarang Nika sama Arka. Entah kemana Arka mengajak Arunika. Seharusnya malam ini adalah makan malam bersama Tante Luisa dan Lala bukan menghabiskan waktu dengan kekasih super manja yang hobinya berbohong demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Adit tahu kenapa Arunika sebegitu nggak sukanya dengan Alena. Yang dia herankan kenapa dia masih bisa mentoleransi sikap Alena yang kekanak-kanakkan seperti ini. Apa karena dia mencintai Alena sehingga kesalahan apa pun yang dilakukan Alena masih bisa ditoleransi olehnya. “Dit,” Alena mendongak menatap wajah Adit yang membeku. “Kamu nggak bales pelukan aku?” “Kamu tahu nggak, Len, aku ada acara keluarga dan aku terpaksa membatalkannya karena kamu bilang kamu sakit.” kata Adit dengan nada suara kecewa. “Yaudah sih, aku kan kangen.” Katanya tanpa merasa bersalah sedikit pun. “Kamu bisa bilang kangen tanpa perlu berbohong pake sakit segala kan?” Wajah Alena berubah masam. “Kok gitu?” Dia malah memberikan Adit pertanyaan seperti anak kecil. Dia melepaskan pelukannya pada Adit. “Pasti ada wanita lain ya? Kok sikap kamu gini ke aku? Siapa wanita itu, Dit?!” Desak Alena seakan Adit adalah pria yang nggak bisa dipercaya. “Kamu ngomong apa sih?” Adit merasa tensinya naik. Dia malas berdebat dengan Alena. “Aku pulang.” “Kamu nggak boleh pulang!” Suara Alena menghentikan langkah Adit. Adit menoleh pada kekasihnya itu. “Kenapa?” “Karena aku—“ jeda sejenak. “Aku mau kamu temenin aku, Dit.” “Aku ada urusan.” “Aku mau kamu di sini!” Kesabaran Adit mulai menipis menghadapi sikap Alena. Dia melambaikan tangan pertanda menyerah dan pergi meninggalkan Alena yang merengek. Di dalam mobil Adit menelpon Arunika. Nomernya tidak aktif. Lalu dia menelpon Arka. Nomer temannya itu juga tidak aktif. Nomor istri dan temannya tidak aktif, membuat Adit curiga sekaligus khawatir. Tapi, apa mungkin Arka seberani itu pada Arunika? Mungkinkah Arunika juga mau dengan Arka mengingat wanita itu tadi kesal padanya karena membatalkan acara makan malam dengan sepupu dan memilih ke apartemen Alena? “Sialan!” umpat Adit. *** ❤️?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN