5. Perihal Rating Restoran

2673 Kata
 Gelap gulita tak menjadi masalah untuk seorang gadis bangun dari mimpi yang panjang. Mimpi yang begitu buruk sampai membuat tenggorokannya kering. Napasnya sangat memburu ketika dia terjingkat bangun. Mengambil air dari meja berukuran sedang di samping ranjangnya dengan amat terburu-buru.  "Mimpinya nyebelin kayak Panji. Masa aku mimpi pengangguran terus dikejar rentenir? Hutang dari mana? Aku nggak pernah hutang kali." gumamnya lalu menyambung minum.  Tak sengaja pandangannya tertuju pada Panji yang tengah meringkuk memeluk guling dan bersembunyi di balik selimut. Citra mengucek matanya agar apa yang dia lihat itu nyata.  "Sejak kapan Panji tidur di sini? Ha! Kita sekamar satu ranjang!" segera membungkam mulutnya sendiri karena memekik sedikit keras. Untung saja Panji tidak terusik.  "Huft, hampir aja. Oh, baru ingat. Aku sendiri yang nawarin dia buat tidur bareng. Hujan emang buat masalah, sih." berjalan menuju jendela dan melihat kondisi di luar sana. "Ternyata nggak hujan. Cuma anginnya aja yang menusuk tulang. Kalau Panji udah tidur di kamar kenapa baru nggak hujan? Nggak adil, nih hujannya," sambungnya.  Menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Lalu, mengecek handphone yang menunjukkan pukul dua belas malam pada jam digital di layar.  "Tengah malam?" gumamnya seraya meletakkan handphone-nya kembali.  Sorot matanya tertuju pada Panji lagi. Sepertinya dia enggan berpaling. Kakinya juga tak mau mengikuti kata hati untuk tidak mendekati Panji. Citra berjongkok di tepi ranjang membuatnya bisa melihat wajah Panji jelas. Dahinya berkerut, bibirnya sedikit mengerucut, matanya masih mengantuk dan dia menguap sebentar.  Mengerjap-ngerjap menyesuaikan pandangannya. Kedua alisnya terangkat ketika menyadari sesuatu di wajah Panji setelah menatapnya lama.  'Ada yang aneh di wajah dia. Kenapa aku nggak bosen lihatnya? Dia ngiler nggak, sih, kalau tidur?' batin Citra.  Mencari air liur yang dikira akan menetes dengan sendirinya ketika laki-laki itu tertidur. Namun, Citra tidak menemukan apapun. Sampai tidak sengaja melihat pundak Panji yang tertutup kaos berwarna biru kegelapan membuatnya kembali penasaran dengan ingatan masa dia remaja.  "Pundak itu jadi misteri. Kenapa harus pundak? Kenapa nggak mukamu saja yang kena luka bakar?" Citra menunjuk pundak dan wajah Panji malas.  "Kamu jelek jangan di depan aku!" mendadak Panji mengigau sambil menepis tangan Citra sampai Citra kaget dan jatuh terduduk. Panji berpindah posisi jadi memunggungi Citra.  'Ngomong apa tadi? Aku jelek begitu? Jangan-jangan dia lagi mimpiin aku! Nggak bisa dibiarin nih orang!' kesal Citra dalam hati.  Dia segera bangkit dan menarik selimut Panji sambil berteriak. "Panji jeleekkkk! Bangun restoranmu kebakaraaannn!"  Sontak Panji terperangah duduk celingukan. Sangat panik padahal matanya belum terbuka seratus persen. "Aaaa, mana kebakarannya? Kebakaran, tolong ada kebakaran! Selamatkan restoran!"  Citra tergelak puas melihat tingkah Panji heboh ingin turun dari ranjang, tetapi terbelit selimut. "Hahahaha, mana ada kebakaran? Orang berniat jahat sama kamu aja ogah! Nggak ada untungnya!"  Panji menoleh melotot tidak terima. Dia membuang selimutnya lalu berdiri di hadapan Citra. "Oh, jadi akal-akalan kami doang? Berani banget kamu, ya!"  "Berani dong! Siapa suruh tadi mimpiin wajahku jelek? Cantik jelita kayak gini jelek dari manam otakmu rabun kali!" balas Citra dengan sisa tawanya.  Panji menggertakkan giginya geram, "Udah kelewatan banget kamu, ya! Mentang-mentang aku nggak pernah balas. Sekarang rasakan pembalasanku! Hiyaaa!"  Panji membanting Citra ke ranjang secepat kilat. Citra memekik dan ingin melarikan diri, tetapi Panji mengurungnya dengan selimut sampai wajahnya tidak terlihat dan dia meronta di dalamnya.  "Rasain, nih! Rasakan ini! Jurus tangan geli kecepatan seribu!"  Panji menggelitiki pinggang Citra di luar selimut membuat Citra tergelak dan meronta hebat di dalam sana.  "Ahaha, geli-geli! Awas tanganmu salah pegang! Aaa, udah-udah. Aku nggak tahan geli!" pekikan Citra disela tawanya yang terbahak-bahak.  Panji juga ikut tertawa tanpa berhenti bertindak. Sampai sering kali kena tendangan Citra yang ingin membebaskan diri. Hingga Citra berhasil menemukan jalan keluar dari selimut itu dia langsung mencekal tangan Panji dan berhenti tertawa.  "Udah, ih! Geli tau! Nanti kalau aku kebelet pipis di sini gara-gara nahan geli baru tau rasa!" masih ada senyuman di wajahnya.  "Kalau gitu kamu harus bayar denda sekaligus cuci kasur sekalian selimutnya. Hiii, pasti bau pesing. Jangan-jangan kamu masih ngompol, ya. Udah tua ngompol? Jangan dekat-dekat aku jadi jijik!" Panji menarik tangannya dan sedikit menjauh dari Citra.  Citra bukannya kesal justru mendekati Panji sambil berjalan seperti hantu. "Huaaa! Aku hantu kencing malam-malam mau bawa Panji ke alam...," belum sempat ucapannya selesai Panji sudah membekap mulutnya tanpa aba-aba. Mata Citra melebar selebar-lebarnya karena jarak wajahnya begitu dekat dengan Panji.  "Ssttt! Udah malam nggak baik main mulu. Ntar ngompol beneran aku juga yang repot. Tidur lagi sana. Aku mau periksa perkembangan restoran sebentar."  Ucapan Panji begitu lirih selirih bisikan angin malam yang masuk paksa ke telinga dan tak mau keluar. Perlahan Panji melepaskan bekapan tangannya tanpa melepas kontak pandang dengan Citra. Binar mata yang sama karena cahaya lampu di langit-langit kamar membuat mata mereka sedikit bercahaya. Kemudian, Panji menghilang dari pintu kamar pun Citra masih tetap mengawasinya.  Deg! Deg! Deg!  Citra memegang d**a kirinya. Tidak tahu kenapa mendadak berpacu dua kali lebih cepat. Berkedip satu kali hanya untuk memastikan apa yang Panji lakukan itu nyata. Dia menepuk kedua pipinya yang juga menghangat tanpa alasan.  "Kenapa jadi begini?" gumamnya seperti orang linglung.  Mundur sedikit demi sedikit sampai kakinya terantuk tepian ranjang dan dia terduduk di ranjang. Dari terbangun akibat mimpi buruk bisa berubah menjadi drama baru.  "Apa?! Kenapa bisa bisa kayak gini? Tadi pagi masih baik-baik aja, kok sekarang kentara banget perubahannya?!"  Citra terkejut mendengar Panji berteriak dari ruang tamu. Segera lari keluar kamar menghampiri Panji yang sibuk mengutak-atik laptopnya.  "Ada apa? Kenapa?" Citra ikut panik di belakang Panji. Tepatnya di belakang sofa melihat apa yang terpampang di layar laptop.  "Ada orang yang ngasih komentar buruk sama menu makanan di restoran. Padahal selama ini nggak ada yang berani komen kebersihan sama kualitas makanannya! Aku sendiri yang jamin itu. Sekarang ini orang yang nggak dikenal bikin ricuh restoran. Banyak yang kemalaman omongannya. Katanya makanan yang tersaji di restoranku nggak higienis lah, kurang bermutu, pembuatannya nggak memenuhi standar restoran. Nih orang tau nggak standarisasi mutu hidangan di restoran? Seenaknya aja nulis ulasan yang bukan-bukan. Sekarang rating jadi turun drastis!" oceh Panji panik.  Citra kebingungan mendengarnya, tetapi paham apa yang dimaksudkan, "Kok bisa gitu? Coba aku lihat siapa orangnya." sedikit mendongakkan laptop Panji agar dia bisa melihatnya dengan jelas. Sontak matanya terbelalak setelah melihat rating restoran jadi hanya satu bintang di web.  "Ini pasti ulah orang iseng. Dari pertama kali kamu diriin restoran itu sampai sekarang baru kali ini ada masalah rating. Kamu jangan panik dulu, Panji. Mesti diusut tuntas orang yang nyebar ulasan bohong seperti ini." menoleh ke Panji yang dahinya sudah berkerut tiga lapis.  "Kayaknya aku tau siapa orangnya," kata Panji penuh penekanan.  "Hah? Jangan sembarangan nuduh dulu," gantian Citra yang panik.  Panji menggeleng pelan, "Kayaknya emang dia orangnya. Kamu mau bantuin nggak?" menatap Citra sedikit mendongak dan Citra menunduk.  "Hmm, pasti!" Citra mengangguk tanpa ragu.  Panji langsung menutup laptopnya begitu saja. Bukan pasal bagaimana dia mendapatkan nama baik dengan susah payah, tetapi orang yang menyebar hoax begitu cepat menyebar mempengaruhi nama baik restorannya membuatnya harus menghadapi beberapa pertanyaan dari pihak pengamat restoran dan para karyawannya. Belum lagi serbuan pelanggan setia yang meminta jawaban yang disertakan bukti khusus tentang kebenaran berita itu. Karenanya Panji harus menangkap si pelaku terlebih dahulu demi nama restorannya kembali baik dan ratingnya meningkat seperti semula.  Misi pertama Citra terpaksa diundur. Dia harus menemani Panji dalm aksi pengupasan di balik ulasan tidak baik di internet. Karena Panji sudah memberi target pada satu orang, maka dirasa tidak perlu mencari target lagi. Citra sangat yakin jika Panji sudah tahu betul siapa musuhnya dibalik kata-kata hoax itu.  Namun, semuanya akan dijalankan ketika sore hari datang. Sampai pagi Panji tidak bisa tidur lagi. Tentunya Citra juga tak enak hati untuk tidur. Hingga kini sudah berganti siang dan waktunya mereka bekerja di jalan yang berbeda, pikiran Citra masih melayang pada Panji. Di kubikelnya sangat jelas terlihat jika dia pusing bukan karena pekerjaannya. Kalisa dan Nuri sampai mencoba mengalihkan perhatiannya dan gagal.  "Pasti masalah hati." kata Kalisa seraya mengendikkan bahu setelah lelah memanggil Citra yang melamun.  "Masalah hati itu apa? Ada masalah sama hatinya? Waduh, itu, 'kan penyakit yang serius!" Nuri menanggapinya dengan jujur.  Kalisa menepuk dahinya dan menekuk dahi Nuri, "Diam aja kalau nggak ngerti."  Nuri langsung senyap dan kembali bekerja. Waktu makan siang Citra menyempatkan diri datang ke kantin perusahaan. Di sana ramai pegawai yang sedang mengantri memesan makanan dan juga bermain handphone. Kalisa dan Nuri masih setia menemaninya. Seporsi ayam goreng hangat yang baru saja digoreng masih tidak bisa menggugah seleranya. Hanya ditusuk-tusuk dengan garpu sampai daging ayam itu hancur. Kesal sudah akhirnya Kalisa memakan jatah makanan Citra. Barulah Citra menoleh padanya dan sadar.  "Kok dimakan, sih? Itu, 'kan punyaku!" berusaha merebut ayam gorengnya.  "Kata siapa ini punyamu? Udah hancur lebur begitu ? Kalau nggak mau makan yaudah biar aku aja yang makan!" Kalisa tetap memakan ayam goreng Citra.  "Oh, yaudah kalau gitu habiskan aja. Aku malas." Citra menyerahkan makanannya lalu menyangga kepala.  Kalisa jadi ikut tidak berselera makan. "Nuri, dia harus disengat listrik biar daya baterai di tubuhnya kembali penuh. Tolong minta orang-orang tim produksi buat nyengat dia pakai listrik!"  "Apa? Kenapa aku? Enggak, ah. Enakkan lagi makan juga. Katamu Citra kena penyakit hati. Bawa ke rumah sakit aja kenapa harus pakai listrik?" elak Nuri yang tidak berhenti mengunyah.  Kalisa mengepalkan tangan mengancam ingin memukul Nuri, "Itu cuma basa-basi, Bodoh! Masa iya mau nyengat dia pakai listrik beneran? Konek dikit kenapa otaknya!" menunjuk kepalanya sendiri menyindir Nuri.  Nuri masa bodoh, dia tidak peduli dengan sindiran Kalisa. Lebih makan yang baik daripada mengurusi kedua temannya yang membingungkan.  "Kalian tau nggak? Berita terbaru hari ini. Mendadak restoran yang terkenal itu loh yang pemiliknya ganteng rating-nya turun drastis! Padahal makanan di sana enak-enak. Pelayanannya juga bagus, pada murah senyum. Suasananya juga enak lah buat meeting atau cuma main. Sayang banget kena rating jelek."  Citra melirik tajam ke sudut kantin dimana seseorang mulai bergosip tentang restoran suaminya. Kalisa dan Nuri jadi ikut penasaran. Mereka bicara lewat tatapan mata.  "Loh, kok bisa? Jangan nyebar berita hoax. Ntar merugikan banyak pihak." sahut salah satu temannya yang diajak bicara.  "Eh, ini beneran. Lihat aja kalau nggak percaya. Perkara satu ulasan yang menjatuhkan hidangan mereka jadinya rating ikut anjlok. Orang-orang yang lebih percaya sama ulasan itu juga ikut menilai buruk. Kasihan, 'kan?" balas orang itu.  Diam-diam Citra mengepalkan tangan kuat. Kepalanya panas seperti air mendidih. Melengos enggan menatap orang-orang di sudut sana yang sibuk membicarakan suaminya.  'Enak aja orang yang ngirim ulasan itu. Awas aja kalau ntar sore sampai ketahuan sama aku. Siap-siap masuk ke penggilingan kertas daur ulang!' batin Citra.  "Citra, jangan bilang yang mereka maksud itu restorannya Panji?" tanya Kalisa hati-hati.  Citra menatap kedua temannya dengan wajah lesu. "Iya. Sejak tadi itu yang aku pikirin. Pasti di sana Panji sibuk banget ngadepin ini-itu. Pasti ada yang sengaja buat restoran itu jatuh," jawabnya kesal.  "Bener banget! Nggak mungkin ujug-ujug ada ulasan buruk terus bisa mempengaruhi rating. Pasti ad dukungan orang lain yang emang niat buat hancurin nama baik Panji sama restorannya!" Nuri memberi petunjuk.  Citra menjentikkan jari di depan wajah Nuri, "Iya juga. Tumben kamu pintar! Pasti ada orang lain di balik pengirim ulasan konyol itu."  "Terus kamu mau apa? Bantuin suamimu begitu?" Kalisa mulai menggoda.  "Tanganku udah gatal pengen remukin si pelaku pakai mesin penghancur kertas! Kalau kalian pikir karena aku suka sama Panji maka jawabannya enggak sama sekali. Aku cuma pengen bangu dia doang. Dari dulu juga kalau ada apa-apa kita kerjasama." mulai fokus lagi pada ayam gorengnya yang tinggal setengah gara-gara dimakan Kalisa.  "Tapi kalau soal cinta nggak kerjasama, tuh," sindir Kalisa.  "Mulutmu handal banget, ya, soal sindir-menyindir. Nih, makan aja yang banyak biar otaknya yang melulu soal cinta!" dengan gemas Citra menyumpali mulut Kalisa menggunakan ayam goreng. Dia dan Nuri tertawa melihat Kalisa yang kesulitan mengunyah.  Citra langsung memberi tahu Panji lewat chat sosial media tentang apa yang dikatakan Nuri. Balasan Panji juga berpikiran sama. Dia harus menunggu sampai pulang kerja agar bisa melihat kondisi langsung di restoran.  ~~~  Lim Kanoe berusia empat puluh lima tahun. Seorang detektif amatir yang sudah mempunyai tim sendiri dan menyebar luas secara rahasia di kota Surabaya ini. Paman yang sangat baik, pengertian, bijak, nan memiliki suara yang begitu menenangkan itu mampu menyeret Panji masuk ke dalam dunianya. Paman paling terpercaya menjaga rahasia dan mengenal betul bagaimana persahabatan Panji dengan Citra.  Semua uang, harta, dan sanjungan bagai tak berarti baginya. Ambisinya hanya satu, yaitu kedamaian hati ketika berhasil membuat semua orang tersenyum karenanya. Banyak yang bilang Lim sebagai pembedah kasus tanpa pamrih, tetapi banyak juga yang mengenalnya sebagi teman setiap misteri bagi mereka yang tidak bisa memberi imbalan.  Terkadang hanya berjalan keliling kota dia mendapatkan banyak kasus secara tidak sengaja. Padahal itu adalah masalah kehidupan yang dia ikut campur di dalamnya. Banyak yang senang, banyak juga yang benci. Menurutnya semuanya itu menyenangkan asalkan dia tetap tersenyum dan tenang memberi penyelesaian masalah bagi semua orang. Karena hal itu juga membuat Lim hidup bebas dan tidak mendapatkan cinta dari seorang wanita.  Panji dan Citra berbeda darinya. Panji sudah memikirkannya matang-matang ketika masuk ke dunia detektif non profesional. Niatnya hanya ingin membantu dan tidak memikirkan soal percintaannya. Namun, nasib berkata lain. Di usia tiga puluh tahun justru menikahi gadis yang dia kenal sejak kecil. Panji tidak menduga jika akan menjadi satu tim juga sekarang.  Ruang rahasia yang pintunya sudah kembali terlapisi wallpaper dinding telah ditutup rapi. Panji dan Citra ada di dalamnya. Sebuah laptop menyala. Jam digital menunjukkan pukul tiga sore. Restoran seharian sepi membuat juru masak dan pelayan kebingungan karena bosan. Sekarang saatnya untuk bertindak. Di layar laptop itu Panji menunjukkan sebuah restoran yang perkembangannya tidak buruk darinya, tetapi masih berada di bawah rating-nya.  "Kemungkinan besar dia lah pelakunya. Pesaing bisnis restoran yang selalu mencari celah untuk menyaingi model menu masakan dan segala macam yabg aku punya," jelas Panji.  "Itu bukannya yang dekat sama kampus kita dulu, 'kan? Buatnya kayaknya barengan sama kamu," Citra meneliti lebih jeli lagi. Mau dilihat dari segi manapun tetap itu restoran yang sama.  "Iya, karena dia emang kalah saing dari aku. Padahal omset penjualan tidak harinya juga bagus kalau aku lihat." Panji melipat tangan dan berdiri tegak.  "Kalau gitu kenapa dia masih iri? Atau jangan-jangan kamu salah ngira lagi? Nanti ujungnya jadi memfitnah orang gimana?" Citra ikut berdiri tegap menatap Panji.  "Enggak, Citra. Soalnya aku udah selidiki orang yang ngirim ulasan itu di internet dan hasilnya mengarah ke pemilik restoran itu," bela Panji.  "Gimana caranya?" Citra meneleng bingung.  "Mudah aja. Aku cuma lacak identitasnya terus minta tolong sama anak buahnya paman Lim buat nangkap dia. Bentar lagi pasti ada kabar. Cuma yang masih jadi pertanyaanku itu cara balikin kepercayaan orang-orang sama restoran ini susah. Tau sendiri kalau udah kemakan berita nggak jelas kayak gimana." Panji mengendikkan bahu.  Citra berpikir sejenak, "Ah, serahkan aja sama aku! Aku, 'kan mahir promosi. Bakal kubuatkan spanduk demo biar semua orang menyerbu restoranmu lagi, hahaha!" candanya tertawa jahat.  "Hmm, nggak lucu. Gimanapun caranya harus berhasil loh, ya!" Panji memaksa.  "Iya-iya! Yang penting pelakunya ketemu dulu." mengibaskan tangan santai dan memasang senyum lima jari.  Panji memutar bola matanya dan sedetik kemudian handphone-nya berdering. Tertera nama kontak anak buahnya pamannya yang memanggil. Panji segera mengangkatnya. Citra menjadi penasaran.  "Apa? Gagal ditemukan? Gimana bisa?" Panji kaget.  Citra jauh lebih kaget. 'Bukannya anak buah paman Lim itu hebat-hebat? Kenapa nangkap satu orang aja susah? Terus pemilik restoran saingan Panji itu juga nggak bisa ditangkap?' batin Citra.  "Melarikan diri? Terus restorannya dikelola sama siapa?" Panji sedikit gelisah.  'Hahh, dia payah, 'kan? Dasar Panji! Masalah kayak begini aja dia pusing. Jadi nggak yakin kalau dia itu detektif amatir. Paling-paling amatiran cuma main-main kayak anak SD,' batin Citra lagi.  Dari seberang sana menjawab jika saingan Panji di bidang restoran itu tidak dipastikan keberadaannya. Sementara restorannya dikelola oleh manajer pengganti sampai diperkirakan persembunyiannya selesai.  "Kalau dia terus sembunyi bisa-bisa bikin masalah lagi sampai buat restoranku bangkrut. Ini nggak bisa dibiarin," nada bicara Panji sudah sedikit tenang.  "Gini aja, makasih atas bantuannya. Kamu lanjut sama paman Lim. Biar aku yang selesaiin ini semua sendiri. Setidaknya udah keluarin huru-hara di restoran tadi pagi sama media sosial." sambung Panji kemudian mematikan panggilan teleponnya.  Berbalik menatap Citra yang sudah kembali mengutak-atik laptop miliknya. Entah apa yang Citra cari, tetapi semuanya berisi data restoran hingga biodata lengkap pemilik restoran saingan Panji. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN