"Perih," ucapnya pelan. "Apakah darah keabadian dari Erzraviel tak lagi berfungsi?" gumamnya lagi. Ia mendesah dan mulai berpikir keras. "Aku tak bisa seperti ini. Tidak, aku harus melakukannya dengan cepat." Di lain tempat, Luciavy tertegun. Tangannya meraih mahkota di kepalanya lalu menatap dalam. "Mahkota ini," "Benar, itu milikmu. Kau yang membuatnya." lanjut Vion datar. "Apakah kau bahagia?" Luciavy menoleh. Menelisik wajah tampan Vion yang menatap kedua matanya. Pemuda di depannya itu sangat tampan, bahkan Luciavy baru menyadari bahwa Vion memiliki bulu mata yang lentik. Ia sangat ingat bagiamana awal pertemuannya yang membuat pemuda itu terlihat begitu dingin. Kau bangsawan kelas atas, Vion. Dan kenapa aku merasa kau sangat terluka dengan semua hal yang kulakukan? "Aku .

