BABY - Chapter 04

1093 Kata
Alvira terdiam, sambil memeluk bantal sofa yang ada didekapannya. Dia menghela napasnya, kembali teringat mengenai hubungan sahabatnya dengan laki - laki yang dia sukai. Dia hanya bisa pasrah saja, tak mungkin dia memaksakan kehendak dia kepada sahabatnya itu, dia tak ingin menyakiti sahabatnya. Saat gadis itu masih dalam pemikirannya, sang Bunda datang dan menggelengkan kepalanya melihat putrinya yang bengong sambil mendekap bantal sofa. "Alvira!" Alvira terkejut dan tersadar dari lamunannya. Dia menatap Bundanya heran, "Kenapa Bun?" "Kamu mau diemin rumah kita banjir? Kamu ini." "Ha?" "Kamu hidupin air wastafel tapi lupa matiin hm?" Gadis itu yang teringat menepuk jidatnya sambil menyengir, "Hehe, maaf ya Bun. Alvira lupa hehe." Bundanya hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Kamu nggak ada kerjaan kan?" "Em kenapa Bun?" "Bunda minta tolong, antar kue buat tetangga baru kita." Gadis itu mengerutkan keningnya, "Tetangga baru? Memang ada yang pindah dikomplek kita Bun?" "Ya nggak sih. Tapi kan jaraknya dekat sama komplek kita. Lagi pula, tadi Bunda juga ngobrol sama orangnya. Kamu nggak usah banyak tanya, anterin ke rumahnya." Alvira menghela napasnya, "Em oke Bun." Bundanya menuju ke dapur, dan mengambil kotak yang sudah dia susun dengan kue yang dia buat tadi pagi. Lalu kembali menemui Alvira, dan menyerahkan kotak tersebut pada gadis itu. "Rumahnya diujung komplek, namanya Bu Rida, kamu bilang ini kiriman dari Bunda ya. Jangan lupa." Alvira mengambil kotak itu, dan mengangguk, "Iya iya Bun. Al pergi dulu, assalamualaikum." "Waalaikum salam." Alvira berjalan menuju ke tempat yang di arahkan oleh Bundanya. Dia cukup berjalan, hingga sampai disebuah rumah besar dengan gerbang menjulang berwarna hitam. Karena sangat tinggi gerbangnya, akhirnya gadis itu berteriak untuk dibukakan gerbangnya, "Permisi..." Tak lama, seseorang dengan pakaian khas sopir membukakan gerbang untuknya. Dan menatap Alvira heran, "Non cari siapa?" "Ini benar rumah Bu Rida?" "Oh, benar Non." Gadis itu dipersilahkan masuk oleh pria baya itu, hingga seorang wanita cantik keluar dari dalam rumah dan tersenyum menatap Alvira hangat. "Kamu anaknya Eka ya?" Alvira mengangguk, memang benar Bundanya bernama Amika. Sehingga orang terkadang memanggil Bundanya dengan sebutan yang terkadang berbeda. Ada yang memanggilnya Ami, atau Eka. "Wah, cantik sekali, sama seperti Eka haha. Silahkan masuk ke dalam." Alvira dengan sopan mengikuti penuturan wanita itu, dan duduk disofa empuk ruang tengah. Dia meletakan kue pemberian Bundanya diatas meja dan tersenyum. "Bu Rida, ini ada titipan dari Bunda. Semoga Bu Rida suka." Rida, wanita itu tersenyum menatap Alvira, "Terimakasih sayang. Salam kan dengan Bunda kamu, ucapan terimakasih dari saya." "Em iya. Kalau begitu saya pamit untuj pulang hehe." Rida menghela napasnya, "Loh kok pulang? Tante baru saja memasak makanan. Kebetulan, hanya Tante yang dirumah, jadi masih banyak masakannya yang tidak termakan. Anak Tante juga tidak pulang, jadi, ya hanya dimakan seorang diri." Mendengarnya, Alvira jadi tidak enak. Dia lalu menggigit bibirnya dan kemudian tersenyum,"Em kalau begitu, Alvira ikut makan bersama dengan Tante, jika tidak keberatan." Rida yang tadinya berekspresi murung, berganti menjadi bahagia dan senang. "Sungguh?" "Iya Tante." "Wah, terimakasih sayang, kamu memang anak baik! Mari kita ke meja makan." Alvira mengikuti Rida menuju meja makan dan mengambil duduk didepan wanita itu. Rida memiliki sikap keibuan, dan lembut, sama seperti Bundanya. Makanya gadis itu merasa nyaman bersama dengan Rida. "Makan yang banyak, Tante suka kalau kamu makan makanan Tante dengan lahap." "Iya Tan, terimakasih." Alvira memulai memakan masakan Rida. Dia menikmatinya, karena memang masakan Rida sangat cocok dilidahnya. "Makanan Tante enak sekali." Rida yang dipuji tersenyum, "Senang mendengarnya. Sudah lama sekali, tak ada pujian untuk masakan Tante." Alvira meneguk minumnya, dan menatap lekat wanita itu, "Kalau boleh tau, anak Tante kemana?" Rida tersenyum, "Anak Tante memutuskan tinggal sendiri." "Ah..." Rida tersenyum, "Kedatangan kamu mengingatkan Tante dengan anak Tante... Dia seusia kamu sayang." Alvira hanya bisa mengangguk menanggapi apa yang wanita itu katakan. "Aku pulang!" Suara seorang laki - laki membuat Alvira menghentikan makannya, dan tertegun memegang sendok dipiringnya. Sementara Rida, berdiri dan menatap berbinar ke arah belakang Alvira. "Kamu pulang Hema?" Hema? Jantung Alvira berdegub kencang. Dia merasa tak asing dengan suara laki - laki yang tiba - tiba saja muncul memenuhi ruang pikirannya. Alvira dengan berani menoleh ke belakang dan menatap siapa yang datang sekarang. Saat dia menatap ke belakang tubuhnya, sendok yang dia genggam terjatuh ke lantai dan membuat suara nyaring. Ting! Laki - laki itu, beserta dengan Rida, melihat Alvira karena nyaring yang berasal dari sendok gadis itu yang terjatuh. "Kak Hema?" gumamnya tanpa sadar. Hema, laki - laki itu menaikan sebelah alisnya, "Gadis id card?" Rida menatap anaknya dan Alvira terkejut, "Kalian saling kenal?" Alvira memegang dadanya dan menatap terus seorang Hema Arkasa yang entah kenapa saat ini berada didepannya. Gadis itu berdiri dari duduknya, dan tak sanggup menahan rasa bahagianya. Rida, memegang bahu putranya, "Hema, kamu kenal sama Alvira?" Hema yang ditanya oleh Mamahnya, hanya mengangguk. Rida tersenyum senang, "Wah, beneran dong kalau kalian saling kenal." Rida menarik anaknya duduk bergabung di meja makan, membuat Alvira lagi - lagi seperti tersetrum karena laki - laki itu duduk berada disampingnya. Alvira terbengong, membuat Rida menggelengkan kepalanya. "Alvira sayang, kamu duduk. Jangan ngelihat anak Tante kayak setan aja Al..." Alvira, gadis itu tersadar dan malu. Dia merasa ketauan karena memperhatikan Hema. Lalu, dia duduk dengan gugup. Rida, menatap putranya dan Alvira bergantian, "Kalian kenal dari mana?" Hema menghela napasnya, "Kita satu sekolah. Dan dia adik kelas Hema. Mamah masih mau kepo?" Rida tertawa, "Kamu ini! Sekalinya pulang, bikin Mamah kesel." Alvira hanya diam sambil menggigit bibirnya. Dia sangat canggung setelah kedatangan laki - laki itu. "Alvira, kamu nggak papa?" Alvira mendongak menatap Rida, "Ha? A-aku nggak papa kok Tan hehehe." Hema menatap Alvira aneh. Membuat wanita itu mengibaskan tangannya agar membuat rona pipinya segera menghilang. Dia tak mau menjadi ketauan mengenai perasaan sesungguhnya kepada pacar sahabatnya itu. "Alvira, kamu nggak suka sama anak Tante? Dia cakep lo..." Alvira yang mendengarnya tersedak oleh liurnya, "Uhuk! Uhuk!" Rida refleks menuangkan air, dan menyerahkan gelas kepada gadis itu, "Minum dulu, kamu pelan - pelan aja. Kan kesedak begitu." Alvira mengambil gelasnya, dan meneguknya. "Tuhan, kenapa aku terjebak pada keadaan yang rumit," batin gadis itu. Setelah minum, dia meletakan diatas meja. Dia menatap Rida dengan penuh keyakinan. "Aku harus pergi, nggak baik lama - lama satu tempat sama Kak Hema. Bisa gawat move on an aku sama Kak Hema..." batinnya. Alvira mengangguk, lalu, dia menatap Rida, "Tan, sepertinya aku harus pergi deh. Makasih atas makanannya Tan." Alvira buru - buru berdiri akan meninggalkan meja makan. Namun, Rida menghentikan gadis itu. "Hema, antar Alvira ke rumahnya." Alvira membelakan matanya, "Ha? Apa?!!" Hema, menatap gadis itu datar. Berbeda dengan gadis itu yang menatap shock ke arah pria itu. "M-mati aku," gumam Alvira.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN