Bab 2: Awal kisah Prasetyo dan Karlita

1503 Kata
    ***     Ketidaksengajaan membuat aku bertemu dengan kamu, aku merasa begitu beruntung bisa mengenal dan bersama dengan kamu     ***     “Sudah selesai?” pertanyaan itu menyambut Karlita ketika dia membuka pintu mobil  Jeep milik tunangannya. Di sana, di balik kemudi ada Prasetyo Adipura yang masih menggunakan pakaian kerjanya, kemeja slim fit dengan bawahan celana khaki yang melekat sempurna di kaki ramping pria itu.     “Aku kira Mas mau jemput itu becandaan doang loh,” ucap Karlita setelah dia menaruh tas kerjanya di bangku belakang mobil Jeep kesayangan Prasetyo. Karlita tidak tahu seperti apa latar belakang keluarga Prasetyo seutuhnya karena pria itu cukup tertutup. Prasetyo memiliki pekerjaan yang mapan, pria itu menyelesaikan pendidikan S1 dan S2-nya di luar negeri. Prasetyo dua tahun lebih tua dari Karlita.     Prasetyo sama sekali tidak menanggapi ucapan Karlita, pria itu justru kini membantu Karlita membenarkan seatbelt-nya kemudian mulai melajukan mobilnya meninggalkan tempat kerja Karlita. Yogyakarta kini sudah beranjak sore, jalanan cukup padat karena kebanyakan orang baru saja selesai dengan pekerjaan mereka dan beranjak pulang.     “Mas berapa lama di Jogja?” tanya Karlita ketika mobil Prasetyo berhenti di lampu merah. Pria itu menoleh padanya kemudian kembali menatap jalan.     “Minggu pulang,” jawab Prasetyo singkat. Karlita menganggukkan kepalanya mengerti. Dia sudah sangat terbiasa dengan Prasetyo yang seperti ini, pria ini memang sedikit bicara namun Prasetyo adalah orang yang selalu memperlakukan Karlita dengan baik. Pria ini cukup banyak mengerti dirinya.     Prasetyo memang bekerja di Solo, di sebuah perusahaan Kontruksi, Prasetyo akan kembali ke Yogyakarta di akhir pekan, terkadang di sore hari di hari Jumat terkadang juga di hari Sabtu, tergantung dengan pekerjaan pria itu.     “Mau makan di mana?” tanya Prasetyo. Karlita merapatkan bibirnya, dia menggeleng dengan cepat.     “Aku sudah makan banyak siang tadi, jadi untuk malam cukup buah aja kali, Mas, aku temenin kamu makan malam aja,” ucap Karlita dengan takut-takut.  Dia bisa mendengar Prasetyo menghembuskan napasnya. Karlita tahu apa yang sedang di pikirkan pria itu.     Prasetyo sudah melakukan itu sejak awal pertemuan mereka. Mereka bertemu kemudian saling mengenal di sebuah organisasi sosial yang mereka ikuti bersama. Dulu mengikuti organisasi di luar kampus adalah salah satu alasan yang di miliki oleh Karlita supaya bisa bebas dari segala aturan keluarganya. Organisasi sosial, entah membantu masyarakat yang tidak mampu, memberi makan hewan jalanan atau membersihkan lingkungan sekitar. Ini adalah satu hal yang berhasil Karlita pertahankan setelah dia gagal dengan banyak hal. Walaupun saat dia mengikuti kegiatan itu, orangtuanya masih mengawasinya dengan begitu ketat dan ruang gerak Karlita pun masih sangat terbatas. Tapi setidaknya jauh lebih baik dan dia bisa mengepresikan dirinya.     Prasetyo Adipura adalah pria yang tidak banyak bicara tapi sangat peduli dengan orang lain, pria itu juga di kenal cerdas dan juga dermawan. Karlita tidak bisa menahan diri untuk tidak tertarik pada Prasetyo. Pria itu memang memiliki daya tarik yang mengikat sekali.     Walau di awal perkenalan hanya formalitas belaka. Karlita banyak bertanya pada Prasetyo karena pria itu memiliki pengaruh di organisasi, walau pendiam, Prasetyo adalah pembicara yang baik, dari yang Karlita tahu, pria itu juga sering menjadi pembicara di seminar-seminar berbagai tema bisnis baik investasi, saham dan sebagainya.     Dari diskusi-diskusi yang mereka lakukan, kemudian kegiatan rutin yang di lakukan organisasi itu setiap dua minggu sekali, Karlita dan Prasetyo kian dekat dan enam bulan setelah perkenalan mereka memilih untuk berpacaran. Jangan berpikir Karlita yang memulai semuanya duluan, tentu saja tidak, Prasetyo adalah orang yang menawarkan hubungan itu untuk pertama kalinya dan tentu saja Karlita langsung menerimanya karena Prasetyo memang sulit sekali untuk di tolak. Karlita tidak pernah menemukan alasan untuk menolak pria itu.     Bersama Prasetyo, Karlita seolah baru saja menemukan rumahnya yang baru, bersama pria itu Karlita bebas menunjukkan berbagai ekspresi yang dia miliki, walau Prasetyo lebih banyak diam tapi Karlita tahu pria itu merasa nyaman ketika bersamanya.     Prasetyo mengajaknya bertunangan setelah perayaan wisudanya membuat Karlita merasa begitu bahagia, dia sangat bersyukur memiliki Prasetyo sebagai tunangannya. Walau pertunangan itu hanya terjadi antara dirinya dan Prasetyo saja tanpa melibatkan keluarga, setidaknya itu lebih baik, itu membuktikan bahwa Prasetyo tidak main-main dengan hubungan mereka.     “Jadi?” tanya Prasetyo. Kini keduanya sudah ada di salah satu tempat makan lesehan. Ayam penyet dengan sambal segar sudah tersaji di atas meja, ada tempe goreng, tahu goreng, jamur crispy dan lemon tea.     “Mas, aku udah bilang nggak ikut makan malam,” ucap Karlita menatap jejeran makanan menggiurkan di depannya.     “Kenapa? Takut kamu gendut? Sejak aku kenal kamu, badan kamu segitu-segitu aja, Lita, jadi jangan pernah lewatkan makan malam kamu,” ucap Prasetyo, dia mendorong piring rotan yang di lapisi daun berisi nasi itu pada Karlita.     “Mas, waktu wisuda, aku kelihatan jelek banget ya pakai kebaya?” tanya Karlita masih mengabaikan makan malamnya. Perkataaan Maryani masih tergiang-ngiang di benaknya. Sejak hari itu Karlita benar-benar mengatur pola makannya dan berolahraga dengan rutin.     “Siapa bilang, kamu cantik,” jawab Prasetyo dengan cepat. Prasetyo serius dengan itu. Karlita itu memiliki proporsi tubuh yang pas, tinggi dan sedikit berisi, tidak gendut sama sekali.     “Karena Mama lagi?” tanya Prasetyo, meskipun belum pernah sekalipun bertemu dengan keluarga Karlita namun Prasetyo sedikit banyak tahu bagaimana hubungan Karlita dengan kedua orangtuanya. Sangat tidak bagus memang dan Prasetyo sedikit banyak juga mengerti dengan apa yang di rasakan oleh gadis yang duduk di hadapannya ini.     “Mas, aku sejelek itu ya?” tanya Karlita. Prasetyo menatap gadis yang duduk di hadapannya dengan begitu lekat, sungguh Prasetyo tidak pernah menyukai Karlita yang seperti ini. Dia lebih suka Karlita yang bisa tertawa dengan lepas tanpa beban, mengatakan apapun yang dia inginkan dan melakukan apapun yang dia mau. Prasetyo lebih suka Karlita yang ceria yang selalu berhasil menghidupkan suasana.     Tangan Prasetyo menggenggam tangan Karlita yang ada di atas meja, jemari lentik gadis itu terasa begitu dingin, Prasetyo yakin, Karlita ketakutan lagi.     “Kamu cantik, jangan memikirkan apapun hal yang membuat kamu merasa sakit. Segala hal yang ada dalam diri kamu adalah milik kamu, jadi berhenti menyiksa diri sendiri dan lakukan apa yang kamu mau. Jangan pernah diet lagi terlalu ketat, kamu bisa mengimbangi makan kamu dengan olahraga, lagian kamu bukan orang yang akan cepat menggendut, Lita,” ucap Prasetyo penuh pengertian, dia bukan orang yang suka banyak bicara namun jika Karlita sudah seperti ini, Prasetyo tidak bisa lagi untuk tetap diam. Dia tidak mungkin akan  membiarkan Karlita terus-menerus ada dalam kesedihannya.     Segaris senyum terlihat di bibir Karlita, dia membalas genggaman tangan Prasetyo dan mengangguk perlahan, ini yang Karlita syukuri ketika dia memiliki Prasetyo di sampingnya. Prasetyo bukan orang yang akan ikut menghakimi dirinya. Pria ini sungguh sangat dewasa ketika menyelesaikan masalah.     “Makasih mas Pra-nya Lita udah kasih nasehat malam sabtu!” seru Karlita, wajah sendu runyamnya mendadak berubah menjadi berseri-seri kemudian gadis itu terkekeh. Prasetyo langsung menghembuskan napas lega.     Ini salah satu hal yang dia sukai dari Karlita, sangat mudah untuk memperbaiki mood Karlita yang sudah berantakan, gadis itu hanya perlu di perhatikan, gadis itu sangat benci ketika merasa sendirian.     “Sekarang makan, kamu nggak akan langsung gendut hanya makan satu piring, besok kita ke tempat Gym,” ucap Prasetyo. Karlita langsung mengangguk antusias.     “Mereka sebenarnya udah menggoda-goda aku dari tadi, baunya itu loh bikin cacing aku demo seketika apalagi sambelnya, yaampun bikin ngiler!” seru Karlita dengan heboh. Prasetyo tersenyum tipis. Inilah Karlita Samantha yang dia kenal, ceria dan sangat heboh.     “Makanya di makan, nggak usah mikir timbangan,” ucap Prasetyo, Karlita langsung nyengir.     “Bersyukur banget aku punya mas Pra walau dinginnya macam kulkas dua pintu tapi hangatnya sudah seperti di Sauna,” ucap Karlita sambil nyengir. Prasetyo menggelengkan kepalanya kemudian mereka mulai menyantap makan malam yang menggugah selera itu.     “Lingkungan indekosnya aman?” tanya Prasetyo. Dia tahu Karlita memilih meninggalkan rumah kedua orangtuanya dan memilih untuk hidup mandiri. Prasetyo sudah mencoba menasehati Karlita untuk tetap berusaha memperbaiki hubungan dengan orangtua tapi gadis itu mengatakan. Sekeras apapun Karlita berusaha untuk memperbaiki semuanya sekarang, kedua orangtuanya tidak akan mau memperbaiki. Kedua orangtua Karlita terlalu keras. Prasetyo hanya bisa mengangguk saat itu. Namun, dia yakin, suatu hari nanti, Karlita akan bisa meyakinkan kedua orangtuanya atas apapun.     “Aman kok, Mas, nyaman pula. Betah lah aku di sana,” jawab Karlita di sela-sela makan malamnya.     “Kalau kamu butuh apa-apa jangan sungkang hubungi aku,” ucap Prasetyo. Karlita langsung mengangguk cepat.     “Kerjaan Mas nggak padat minggu ini?” tanya Karlita. Prasetyo menggeleng.     “Besok sebelum ke tempat Gym, aku mau kasih makan hewan jalanan, kamu mau gabung?” tanya Prasetyo.     “Sama anak-anak organisasi yang lain?” tanya Karlita, Prasetyo menggeleng.     “Besok bukan jadwal organisasi, Lita, aku sama kamu aja itupun kalau kamu mau gabung,” ucap Prasetyo. Karlita langsung mengangguk antusias.     “Mau dong, Mas, masa enggak, lagian aku kangen juga loh kasih makanan ke hewan-hewan jalanan,” ucap Karlita antusias.  Sungguh memberi makanan ke hewan-hewan jalanan itu sangat menyenangkan, dari sana Karlita bisa mendapatkan pelajaran hidup, salah satunya makna bersyukur walau dia sudah seperti orang yang tidak mensyukuri apa yang dia dapatkan dalam hidupnya.     Bukan untuk pembelaan diri, tapi bukannya tidak bersyukur, Karlita hanya sedang mencari jalan hidupnya sendiri untuk ketenangan hidupnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN