Larasati, duduk termenung di atas tempat tidur mewah, dengan kasur empuk. Ia hanya berbalut selimut, tubuhnya polos tanpa satu benang pun. Sejumlah uang, sangat banyak ada di ujung tempat tidur. Kamar hotel Deluxe Suite ini sudah sepi, bos kurang belaian semalam telah pergi. Butir bening mengalir di pipinya, semenjak ia terjerumus dalam kubang kemaksiatan ini.
Untuk membiayai ayahnya yang lumpuh, untuk ibunya yang sakit-sakitan, demi sekolah adik laki-lakinya, dan juga untuk membiayai hidupnya sendiri. Laras rela menjual tubuhnya sendiri, sebagai wanita penghibur. Laras, sapaan gadis ayu berusia delapan belas tahun itu, hanya pasrah. Apa yang bisa di lakukan gadis usia delapan belas tahun, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, yang ia pikul di pundaknya.
Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Laras memilih tidur sebentar, untuk memulihkan tubuhnya yang remuk redam. Ia baru pulang sekitar pukul lima pagi. Percuma menyesali dirinya , semuanya telah terjadi. Laras tidak punya lagi tujuan hidup, setelah keperawanannya, ia jual sejak satu tahun lalu. Demi kedua orang tuanya, dan juga adiknya.
Setelah mandi, merapikan tubuhnya yang acak adul. Meskipun tubuhnya kotor, entah ibadahnya diterima atau tidak, Laras mengenakan mukenanya, setelah sebelumnya mengambil air wudhu. Air mata tak pernah mengering dari matanya, saat ia membaca niat shalat hingga mengangkat tangannya, sambil berucap takbir.
Shalat subuh dua raka'at seakan lama, karena setiap hal khilaf yang ia perbuat, selalu terbayang, saat ruku', saat sujud, saat berdo'a, dan saat menyesali kesalahannya, yang begitu besar.
Tidak lupa memungut lima tumpuk uang di ujung kasur. Laras meninggalkan kamar hotel bintang lima itu.