1. Perhatian yang Kuat

1379 Kata
Seorang pria bertubuh tegap melangkah dengan kaki panjangnya. Sorot matanya tajam, menyusuri lorong rumah sakit yang juga dilalui oleh perawat dan pengunjung lain. Pria itu hendak menuju ke ruang VIP yang sedang dipakai oleh istrinya. Dia adalah K. Argani Feoli Harley, seorang pengusaha sukses yang memimpin sekaligus pemilik Kean's Company, sebuah perusahaan penerbit yang sukses dan memiliki pendapatan hingga 3 milyar dolar setiap tahunnya. Orang-orang yang mengenalnya lebih cenderung memanggilnya menggunakan nama belakang. Hanya orang-orang tertentu saja yang boleh memanggilnya menggunakan nama depan, dan orang itu adalah istrinya. Di usianya yang sudah menginjak 32 tahun ini, Harley kembali membangun bahtera rumah tangga. Setelah sebelumnya pria itu ditinggalkan dan dikhianati oleh istri pertamanya, kini Harley menjalani kehidupan yang hangat bersama Maira, istri pada pernikahan keduanya. Sejauh ini, hari-hari yang mereka lalui dihiasi dengan pernak-pernik kebahagiaan yang penuh dengan kehangatan. Meski usia Maira terpaut cukup jauh dari suaminya, tetapi wanita itu selalu berusaha untuk menyeimbangkan kebutuhan dan pola pikir suaminya. Begitupun dengan Harley, yang mencoba untuk bersikap lebih hangat dan memahami keinginan Maira. Alih-alih mencoba, sekarang pria itu malah jadi semakin protektif terhadap istrinya. Seperti sekarang ini, Maira bisa sampai di rumah sakit akibat rasa khawatir pria itu. "Selamat sore, Tuan," sapa seorang pria yang merupakan sopir sekaligus pengawal pribadi baru milik istrinya. Pria itu bernama Seam, seorang pemuda gagah yang Harley harap bisa melindungi istrinya ketika dirinya berada jauh dari wanita itu. "Di mana istri saya?" tanya Harley pada Seam yang baru saja bangkit dari kursi tunggu di luar ruangan Maira ketika Harley tiba. "Di dalam, Tuan." Pria itu mempersilahkan tuannya masuk seraya membukakan pintu. Harley melihat ke dalam ruangan itu, tiba-tiba saja kedua matanya membesar. Tampak Maira yang sedang merangkak, menungging di lantai, kepala gadis itu masuk ke bawah ranjang rumah sakit. Ranjang itu seharusnya Maira gunakan untuk merebahkan tubuh dan beristirahat, tetapi sekarang Harley malah melihat istrinya masuk ke kolong ranjang. "Maira," panggil Harley. Segera pria itu masuk lantas menutup pintunya. Maira yang mendengar suara suaminya pun terkejut, membuat kepala wanita itu tidak sengaja membentur besi di bawah brankar ranjang rumah sakit. "Aww," reflek Maira. Dia sudah mendapatkan apa yang dia cari. Maira sudah ingin mundur dan merangkak keluar. Namun tubuhnya sudah lebih dulu ditarik dan diangkat oleh suaminya. Harley mendudukkan Maira di atas ranjang. Sementara Maira hanya diam layaknya bocah yang baru tertangkap akibat kabur dari rumah saat sedang sakit. "Apa yang kau lakukan?" Pria itu bertanya, khas dengan nada suaranya yang penuh dengan intonasi menekan akibat khawatir. "Apa kau lupa kalau kakimu sedang sakit," tambah pria itu. "Aku sudah sembuh, Mas. Lagipun kakiku cuma kebentur meja," kata Maira yang menyadari bahwa suaminya itu masih khawatir dengan kondisi kakinya. Ya, alasan Maira berada di rumah sakit saat ini hanyalah karena kakinya yang terbentur meja makan siang tadi. Kronologis kejadiannya, Harley mendapati istrinya merintih kesakitan sambil membungkuk memegangi kaki. Maira berkata bahwa dia merasakan ngilu sebab mata kakinya terbentur pinggiran meja. Harley yang khawatir segera menyuruh wanitanya itu duduk di kursi makan, sedangkan dia berjongkok di depan kaki Maira untuk mengecek kondisinya. "Apa sakit jika aku menekannya?" tanya Harley seraya menyentuh kaki Maira dengan sedikit tekanan. "Aakh, sakit, Mas," keluh Maira sebab saat itu tulang di mata kakinya masih dalam keadaan sakit yang luar biasa. "Kita ke rumah sakit sekarang," kata Harley. Pria itu sudah ingin mengangkat tubuh Maira untuk membawanya ke mobil. Namun wanita itu menghentikannya. "Tunggu, Mas. Memangnya harus ke rumah sakit?" tanyanya serius. "Ya, kau tidak ingin kakimu membengkak sampai harus diamputasi, kan," kata Harley, terdengar menakut-nakuti. "Amputasi?" tanya Maira histeris. Harley hanya menjawab pertanyaan gadis itu dengan dehaman. Kemudian dia langsung mengangkat tubuh istrinya, menuju ke mobil dan hendak mengantarnya ke rumah sakit. Maira yang masih merasakan nyeri di kakinya pun hanya bisa menerima keputusan suaminya. Kemudian, saat dalam perjalanan menuju rumah sakit, rasa sakit dan ngilu di kaki Maira perlahan pudar. Dia mencoba untuk memberitahu Harley bahwa kakinya sudah membaik. Namun Harley tetap memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit agar ditangani dokter. Dia bertindak seperti itu sebab melihat mata kaki Maira yang membiru. Dia tidak ingin terjadi apa-apa pada istrinya, juga bayi di dalam perut gadis itu. Alhasil sekarang mereka berada di rumah sakit, tepatnya di sebuah ruangan VIP yang dipesan Harley untuk menangani memar pada kaki Maira. "Apa sekarang kepalamu sakit?" Kini Harley menyentuh kepala Maira, mengecek kondisi kepala istrinya yang barusan membentur brankar rumah sakit. Maira menggeleng dengan senyum kecil di bibirnya. "Ayo pulang. Aku nggak mau lama-lama di sini," kata wanita itu, lalu dia menaruh remot TV yang tadi membuatnya harus merangkak ke bawah kolong ranjang. "Seharusnya kau tidak perlu susah payah masuk ke bawah ranjang hanya untuk mengambil remot TV, perawatmu bisa melakukan itu untukmu," kata Harley, melanjutkan topik pembicaraan sebelumnya. "Aku yang menjatuhkannya, jadi aku yang harus mengambilnya. Awalnya kupikir remotnya rusak, tapi ternyata tidak, lampunya masih menyala," papar Maira. Harley memejamkan mata mendengar istrinya yang masih sering mengkhawatirkan hal-hal kecil. "Kau tidak perlu memikirkan masalah itu. Hanya remot TV, tidak berat untukku, aku bisa menggantinya. Ingat ada bayi di dalam perutmu, kau tidak boleh banyak pikiran," kata Harley panjang lebar seraya menangkup kedua pipi Maira dan mendongakkan wajah gadis itu ke arahnya. "Baiklah, baiklah, sekarang ayo kita pulang," ucap Maira dengan senyum lebar sebab telinganya mulai mendengar nasihat dan mendapati suaminya yang sangat protektif. Wanita itu melingkarkan kedua tangan di pinggang Harley. "Tidak, kau harus makan dulu. Aku sudah belikan bubur ayam spesial untukmu." Harley menyuruh istrinya untuk tetap duduk. "Memangnya nggak boleh kalau makan di rumah?" kata Maira dengan bibir maju. "Kakimu belum sembuh Maira," kata Harley seraya membuka kemasan bubur untuk istrinya. "Udah sembuh Mas Kean. Nih, lihat, tuh, udah nggak sakit," kata Maira, wanita itu mengangkat kakinya dan menunjukkannya pada Harley. Bahkan dia juga memukul-mukul mata kakinya, menyakinkan Harley bahwa memar di kakinya itu sudah sembuh. "Buka mulutmu," ucap Harley yang kini sudah menyodorkan sesuap bubur di depan mulut Maira. Wanita itu memajukan bibir, manyun. Dia pun membuka mulut dan menerima suapan Harley. Kalau sudah seperti ini, dia tahu jika suaminya tak ingin dibantah. Alasan Maira ingin cepat-cepat pulang sebab dia tidak mau pria itu membuang-buang uang untuk kakinya yang sudah jelas tidak terlalu buruk kondisinya. "As Ean ua aan," ucap Maira dengan suara tidak jelas sebab mulutnya barusan menerima suapan dari Harley. Harley yang mendengarnya pun tersenyum tipis. "Habiskan dulu makanan di mulutmu, baru bicara." Pria itu mengingatkan. Maira menelan bubur di mulutnya. "Mas Kean juga makan," ucapnya membenahi. "Aku membelikan bubur ini untukmu. Jadi ini milikmu," kata Harley. Maira bergeming sejenak untuk memikirkan cara agar suaminya ikut makan. Dia ingat bahwa Harley belum makan siang sebab mengurusi kakinya yang terbentur meja. Padahal di rumah tadi Maira sudah menyiapkan makan siang untuk mereka. "Oke, ini milikku." Maira mengambil alih bubur di tangan Harley. "Sekarang aku mau membaginya dengan suamiku," sambung gadis itu, kini tangannya menyodorkan sesendok bubur di depan mulut Harley. Lagi-lagi pria itu tersenyum, tetapi kali ini sedikit lebih tebal. "Aku bisa membelinya sendiri jika aku mau. Bubur ini milikmu," kata Harley. Dia tidak ingin istrinya kelaparan sebab berbagi porsi dengannya. Namun Maira ingin suaminya ikut makan juga. "Ayo buka mulutnya. Aku nggak mau makan kalo Mas Kean gak mau makan," putus wanita itu, lalu menaruh buburnya di dekat ranjang. "Baiklah kalau itu maumu," ucap Harley. Pria itu hendak mengambil mangkuk buburnya. Namun Maira mencegahnya. "Biar aku yang suapin." Segera dia mengambil kembali mangkuknya dan menyodorkan sesuap bubur pada suaminya. Harley mencubit pipi istrinya, gemas. "Kenapa kau sulit sekali untuk makan," ucap pria itu sebelum menerima suapan dari wanitanya. Maira terkekeh. Dia melihat Harley menelannya. "Kau tidak kasihan padanya? Bagaimana kalau dia kelaparan karena ibunya hanya makan sedikit." Harley berkata sambil memegang perut Maira. "Dia juga pasti tidak mau melihat papanya kelaparan, apalagi saat tau kalau papanya belum makan siang karena mengurus kaki ibunya yang terbentur meja." Maira terkekeh setelah menyelesaikan kalimatnya, membuat Harley yang mendengarnya pun ikut tertawa. "Kau ini bisa saja," ucap Harley seraya menepuk-nepuk pucuk kepala Maira, lembut. *** Cerita ini adalah lanjutan dari cerita Bidadari dari Sarang p*****r. Buat teman-teman yang belum tau dan bertanya-tanya gimana kisah perjalanan hidup mereka sebelumnya, silahkan mampir dan baca novel Bidadari dari Sarang p*****r. Tap love dan follow akun Dreame/Innovel Taci Fey, wajib! Happy reading.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN