2. Peristiwa di Ruang VIP

1286 Kata
"Habiskanlah, aku ingin memanggil dokter yang tadi menangani kakimu." Harley menyuruh Maira menghabiskan buburnya, sedangkan pria itu melangkah menuju alat suara seperti telepon yang terhubung ke ruang operator rumah sakit untuk pasien di ruang VIP. Sejenak Maira melihat kakinya, lalu merasakannya, sudah tidak sakit sama sekali. Dokter cukup memberi penanganan yang baik padanya ketika tiba di rumah sakit siang tadi. "Aku harap aku sudah boleh pulang," kata Maira sebelum menyantap bubur ayamnya. "Pasien VIP ruang 1 lantai 1 atas nama Humaira, ada yang bisa kami bantu Tuan dan Nyonya?" Terdengar suara seseorang dari seberang telepon yang Harley gunakan. Pria itu mendekatkan alat suaranya ke mulut, lalu berbicara, "Bisa datang kemari untuk memeriksa kondisi istri saya? Apa dia sudah boleh pulang sekarang." "Mohon ditunggu, Tuan. Dokter dan perawat akan tiba di ruangan Anda sebentar lagi." "Terima kasih," pungkas Harley. Pria itu menutup teleponnya setelah mendengar kalimat penutup dan bunyi bip. "Aku sudah boleh pulang sekarang?" tanya Maira yang sudah tidak sabar ingin kembali ke rumah. "Apa kau tidak bisa menunggu sebentar lagi?" tanya Harley kembali, pria itu tidak mengerti alasan istrinya yang sangat terburu-buru ingin pulang. "Memangnya apa yang kau tunggu-tunggu di rumah?" tambahnya. Kini Harley membungkuk dengan kedua tangan bertumpu pada ranjang tepat di samping kanan kiri tubuh Maira yang duduk di sana. Pria itu menaikkan kedua alis seraya menegaskan pertanyaannya barusan dengan dehaman. "Hm?" tegas pria itu sebab Maira tak lekas menjawab. Bagaimana Maira bisa menjawab pertanyaan suaminya jika sekarang wajah pria itu berjarak sangat dekat dengannya. Bubur di dalam mulut Maira bisa-bisa tersembur ke wajah Harley sebab pria itu menatapnya dengan senyum menggoda. Harley sendiri menyadari jika gadis di depannya mengalami peningkatan hormon yang sangat cepat. Pria itu memejamkan mata sejenak, lalu tersenyum geli. Tangan kirinya menahan kepala Maira sebab gadis itu ingin maju dan meraih bibirnya. "Oh, kau harus mengendalikan pikiranmu, Nona," kata Harley. "Kita masih berada di rumah sakit sekarang," tambahnya, tentu saja dengan senyum dan tawa yang membuat Maira memanyunkan bibir. Wanita itu sebal karena sudah terjerat godaan palsu suaminya. Harley mengusap-usap pucuk kepala Maira, tawa geli masih menghiasi wajahnya. "Dokter dan perawat akan datang untuk memeriksa kondisi kakimu. Aku tidak ingin mereka tiba di sini saat pakaianmu tidak lengkap," ucap Harley, memberitahu Maira alasannya melarang wanita itu mencium bibirnya sekarang. Dia paling tidak suka jika kegiatan bercintanya terjeda oleh sesuatu apa pun. "Kau harus menunggu sampai mereka selesai memeriksa kakimu," pungkas Harley. Pria itu memberikan senyum terakhir pada istrinya sebelum melangkah, hendak menuju ke toilet. Namun, belum sempat Harley menggapai toilet, Maira sudah turun dari ranjang dan melompat untuk bergelantungan di punggung suaminya. "Mas Kean, kakiku sudah sembuh. Aku mau sekarang. Sekarang. Sekarang. Sekarang," rengek wanita itu sambil berusaha naik ke punggung Harley. "Oh, Maira, ada apa denganmu, hei." Harley bersusah payah untuk membuat istrinya itu tenang dan tidak agresif. Dia menahan tubuh Maira yang naik dan bergelantungan di belakangnya. Pria itu sangat khawatir jika istrinya jatuh dan jungkir balik di lantai. Namun tampaknya Maira tidak khawatir sama sekali dengan tubuhnya, itu karena dia bisa berpegangan dengan erat di pundak Harley. "Maira." "Ayo, Mas, sekarang." "Maria, tunggu." Harley tertawa, dia tidak bisa menahan geli akibat kedua tangan istrinya yang saat ini masuk ke dalam bajunya. "Mas Kean," rengek gadis itu. "Ayo, buka bajunya sekarang," tambah Maira sambil mengangkat kaus hitam yang dipakai Harley hingga membuat perut kotak-kotak pria itu terekspos. "Hei! Berhenti, hahaha," tawa Harley menggelegar di ruangan itu. Sebenarnya bisa saja dia mendorong dan menghentikan wanita yang menggelitik tubuhnya hingga membuat bajunya terangkat. Namun Harley tidak akan sanggup berbuat demikian jika yang melakukan hal itu adalah istrinya. Saat sedang riweh-riwehnya, di mana Maira berusaha untuk melepaskan pakaian suaminya, sedangkan Harley menahan kedua tangan wanitanya itu dan mencoba untuk mengingatkannya tentang kakinya yang sakit, dokter dan perawat membuka pintu ruangan mereka. Sontak pasangan suami istri itu mematung pada pose terakhir, yaitu pose saat Maira berhasil membuat satu tangan Harley terlepas dari baju sedangkan yang lain masih lengkap. Dokter dan perawat yang berdiri di ambang pintu pun diam mematung dengan tatapan konyol, melihat pasien mereka sudah bisa berdiri dengan sempurna bahkan hanya menggunakan satu kaki yang sakit, sedangkan kaki yang tak sakit melingkar di pinggang Harley. Mereka juga melihat Harley yang penampilannya sudah berantakan, tubuh pria itu bahkan terekspos sempurna meski bajunya tak lepas dari tubuh. "Tunggu sebentar, Dok. Tiga puluh detik." Harley meminta waktu pada dokter dan perawat itu agar dia bisa berbicara sebentar dengan istrinya. Dokter dan perawat itu pun memaklumi dan menutup kembali pintu ruangan mereka. Sementara Maira segera menurunkan kaki dan melepaskan tangan dari tubuh suaminya. Wanita itu berdiri dengan kedua tangan bertaut di depan paha. Dia menatap ke arah lain, sedikit khawatir jika suaminya itu ingin marah padanya. "Kakimu benar-benar sudah sembuh?" tanya Harley. Kini pria itu percaya bahwa kaki istrinya sudah tidak sakit lagi, dia menyadari kekuatan dan gerakan Maira yang sangat aktif barusan. Wanita itu mengangguki pertanyaan Harley. "Kau mau pulang sekarang?" tanyanya lagi, dan Maira hanya mengangguk. "Tidak perlu murung seperti itu, Sayang. Aku tidak marah padamu," ucap Harley setelah menyadari raut sendu di wajah wanitanya. "Maaf," cicit Maira. Harley mengusap kepala wanita itu. "Aku maafkan jika kau berhasil melanjutkannya di rumah nanti," kata Harley. Maira melirik suaminya itu, ternyata kekhawatiran sebab insiden barusan hanya ada di otaknya. Faktanya sekarang Harley malah menyuruhnya untuk melanjutkan hal itu di rumah nanti. Pria itu melangkah untuk membukakan pintu, memberi akses masuk pada dokter dan perawat yang ingin memeriksa istrinya. "Silahkan, Dokter," ucap Harley mempersilahkan. Dokter mengecek kondisi kaki Maira. Tanpa harus mendiagnosis lebih banyak, dokter itu membolehkan Maira pulang sekarang juga. Sebenarnya pun sejak awal memeriksa dan memberi sedikit penanganan pada pasien VIP-nya, mereka sudah boleh pulang. Hanya saja untuk memastikan bahwa tidak akan timbul memar biru dan cedera lain yang membuat kaki Maira lecet, dokter menyarankan agar Harley menunggu sebentar lagi. Harley yang menginginkan semua yang terbaik untuk istrinya pun mengikuti saran dokter. "Memarnya sudah hilang, sepertinya sakitnya pun sudah jauh lebih baik. Dia sudah boleh pulang sekarang," kata dokter wanita itu dengan senyum. "Terima kasih, Dokter." Harley membalas senyum sang dokter. "Sama-sama," balasnya, senyum masih menghiasi bibir sang dokter yang Harley tahu masih single sampai sekarang. Dokter itu memang sudah kenal dengan Harley, begitupun Harley. Mereka sudah menjadi mitra bisnis sejak Harley melakukan pemeriksaan DNA dulu. Pemeriksaan yang kemudian membuatnya tahu bahwa anak yang dilahirkan istri pertamanya bukanlah anak kandungnya. Dokter itu jugalah yang sebelumnya mendiagnosis bahwa Harley mengalami kemandulan. Namun dia juga yang memberi saran dan terapi pada pria itu untuk mengatasi masalah ketidaksuburan. Sampai akhirnya sekarang dokter itu mendapat kabar bahwa istri pada pernikahan kedua Harley sedang mengandung. Dia turut bahagia mendengarnya. Sekarang Harley dan Maira sudah berada di lobi rumah sakit. Pria itu baru saja melunasi seluruh biaya pengobatan istrinya. Kemudian mereka bertemu lagi dengan dokter wanita yang tadi menangani Maira. Mereka terlihat saling senyum ketika berpapasan, membuat Maira merasa sedikit curiga pada dokter itu. Kemudian Harley merasakan rangkulan Maira yang menjadi tambah erat di pergelangan tangannya. Pria itu menoleh pada istrinya, dan mendapati wanitanya itu melirik tajam pada dokter yang barusan melewati mereka dari arah berlawanan. Harley dapat menyimpulkan sesuatu dari gelagat istrinya, apalagi ketika dia melihat Maira yang menoleh ke belakang, menatap penuh pada dokter kenalannya. "Apa dokter itu cantik? Kau tau, dia belum menikah sampai sekarang," ucap Harley, berniat memberitahu istrinya. Namun hal itu malah membuat Maira menatap penuh selidik padanya. "Ada apa denganmu?" tanya Harley, yang sebenarnya sudah tahu bahwa Maira sedang cemburu sebab ucapannya. Dia hanya ingin bermain-main sedikit dengan hal ini. "Kau cemburu?" "Tidak!" jawab Maira, padahal sudah jelas kalau dia sedang kesal sekarang. "Sungguh? Kalau begitu aku akan melanjutkan bercerita tentangnya." "Mas Keaaan!" rengek Maira, menyuruh suaminya untuk tidak berbicara tentang dokter itu lagi. "Baiklah, baiklah." Harley tertawa lantas menepuk-nepuk kepala istrinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN