Bercerita dengan Ares

1320 Kata
Gamma menghela napas, dia tahu kalau sudah seperti ini pasti menjadi drama yang sangat panjang dan sekarang juga dia harus memberhentikan drama ini. Bukan karena tidak mau, namun sekarang dia harus kembali bekerja. Gamma mendekat ke wajah Alfarin lalu mengecup dahi wanita itu, mungkin dengan cara itu Alfarin tidak akan mengambek lagi. Merasakan itu membuat Alfarin menoleh ke samping, tatapan yang dia berikan semakin tajam. "Fa, saya harus keluar sekarang,pasien saya banyak yang menunggu. Jangan ngambek lagi, maaf kalau kali ini saya tidak meladeni kamu," ucapnya setelah itu suara pintu tertutup terdengar. Alfarin menjatuhkan tubuhnya di kursi tempat Gamma duduki tadi. Dia memegang dadanya yang berdetak kencang, Alfarin menghela napasnya mencoba menenangkan jantungnya. Dia harus menanyakan satu pertanyaan untuk Gamma, ingatkan Alfarin agar dia tidak lupa. Alfarin menjatuhkan kepalanya di lipatan kepalanya, mencoba untuk tertidur, walaupun sebentar. Mungkin saja saat dia terbangun nantu Gamma sudah selesai dari pekerjaannya. "Assalamualaikum ...."suara itu bersamaan dengan suara pintu yang berdecit. Alfarin mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang datang. Seorang pria mengenakan jas putih khas seperti dokter, jika kalian menebak itu adalah Gamma, kalian salah besar. "Assalamualaikum Nyonya besar. Kenalkan nama gue Ares, dokter paling ganteng dua tingkat di bawahnya Tuan Gamma," ucap pria itu sambil menaruh kursi plastik berwarna pink tepat di hadapan Alfarin. Alfarin tersenyum dengan ramah. "Iya ... nama aku Alfarin panggil aja Alfa atau yang lebih singkatnya Fa," ucap Alfarin sambil terkekeh pelan. Ares mengangguk lalu dia mengedipkan sebelah matanya berniat untuk mengombalkan Alfarin. "Gamma keren banget bisa dapat perempuan baby face kaya gini. Kalau ada yang kaya gini lagi gue mau," ucap Ares di selingi dengan suara terkekeh Alfarin. "Hmm ... masa sih?" tanya Alfarin malu-malu. Ares mengedipkan matanya. "Iya beneran. Emang umur Nyonya ... eh Alfa berapa? Kayanya masih muda banget sampai saya kalah muda kayanya," tanyanya. "Delapan belas tahun." "WHAT??!!" pupil mata Ares melebar seketika, dia tidak percaya dengan apa yang di dengan barusan. "Sembilan belas tahun?!" tanya Ares yang tentu saja mendapatkan anggukan dari Alfarin. "YA AMPUN GAMMA LO TERNYATA p*****l?!" teriak Ares tiba-tiba. Alfarin menggeleng cepat bisa salah paham kalau sudah seperti ini. Bisa-bisa nama Gamma langsung melambung dengan julukan p*****l. "Enggak gitu, dia enggak p*****l. Jadi ceritanya panjang, mau aku ceritain?tapi janji ya jangan nyebarin berita yang enggak bener soal Gamma p*****l itu." Ares yang masih terduduk lemas akibat kaget tadi hanya mengangguk pelan. "Bentar dulu deh, kamu enggak ada pasien? Kok di sini?" "Di suruh Gamma buat ngehibur kamu katanya kamu lagi ngambek ya?Pasien aku ga ada, aku cuma sebagai dokter cadangan," ucap Ares yang mulai mengikuti gaya bahasa Alfarin yang memakai aku-kamu. "Ya gitu deh. Jadi gini ...." Alfarin mulai menceritakan semuanya sedetail mungkin. Ares yang melihat itu selalu berubah-rubah raut wajahnya, kadang sedih, kadang senang, dan kadang ikut kesal.   -00-   Beberapa jam telah berlalu begitu cepat, Alfarin sudah selesai dengan ceritanya. Kini, gadis itu dan Ares tengah asyik bercanda. Canda tawa tanpa beban keluar begitu saja dari mulut mereka berdua. Sekarang bergantian, Ares yang bercerita dan Alfarin yang tertawa dengan kencang. "Ya ampun Fa habis ngeliat itu aku langsung ga nafsu makan. Bocah k*****t emang!" ucap Ares dengan berapi-api. Melihat raut wajah Ares saja sudah cukup membuat Alfarin tertawa terpingkal-pingkal, apalagi saat ini gurauan dan raut wajah sudah sangat cukup membuat air mata Alfarin menetes saking kencangnya dia tertawa. "Terus gimana tuh? Kebayang dong gimana kotoran anak itu jatuh ke kali," ucap Alfarin dengan nada yang menggoda. "Iya, kebayang banget. Lama-lama aku jadi sebel buat ceritain cerita ini. Bikin aku kebayang lagi!" ucap Ares sambil mengerutkan bibirnya. Melihat itu membuat Alfarin terkekeh, coba saja Gamma bertingkah laku seperti Ares pasti sangat menyenangkan dan dia akan berjanji pada dirinya sendiri tidak cepat mengambek. Ceklek .... Suara pintu terbuka membuat kedua orang di dalam menatap ke arah pintu dengan bersamaan. Gamma masuk ke dalam ruangannya dengan raut wajah kelelahan dan tangannya yang menenteng jas kedokterannya. Gamma berjalan mendekati Alfarin lalu duduk tepat di sebelah wanita itu, jadilah mereka duduk berdua disatu kursi. "Kamu masih marah? Padahal tadi kayanya udah kencang banget suara ketawanya.," ucap Gamma sambil mengelus puncak kepala mencoba membujuk wanita itu agar tidak mengambek lagi. Alfarin menarik tangan Gamma dari kepalanya, dia merasa malu karena keberadaan Ares di sini. Huh, Gamma emang tidak tahu malu. "Enggak ngambek,"ucapnya singkat. Ares yang melihat tingkah kedua orang itu hanya menggelengkan kepala, kadang-kadang dia juga suka bingung dengan perilaku Gamma yang di depan orang banyak tingkahnya sangat dingin dan di depan orang yang dia cinta perilakunya sangat hangat. Hmm ... tadi Ares bilang apa? Didepan orang yang dicintai? Sejujurnya dia tidak yakin kalau Gamma mencintai Alfarin mengingat cerita tadi. "Oh iya Gam ,teman-teman kuliah kita dulu ngajakin acara kemah di kaki gunung mana gitu, gue lupa. Lo mau ikut ga?" ajak Ares dengan heboh, seperti biasanya. Gamma berpikir sebentar, pasiennya masih banyak, tetapi di hati paling dalamnya dia ingin sekali ikut karena sudah lama sekali dia tidak bertemu mereka semua. "Kapan?" "Sabtu, minggu ini. Nanti pekerjaan lo digantiin sama dokter yang lain kok. Lo tenang aja, selama gue ikut campur semuanya aman," jawab Ares dengan bangganya. . Kini, Gamma dan Alfarin tengah berada di dalam mobil. Gamma menyetir mobil, sedangkan Alfarin hanya memandang ramainya ibu kota melalui kaca besar di hadapannya. "Kak, Kakak diam aja. Kakak kenapa?" ucap Alfarin yang tidak kuat dengan suasana keheningan seperti ini. "Saya gapapa. Kamu kalau mau ngomong, ngomong aja," jawab Gamma yang masih terfokus dengan jalan raya. Alfarin mengikat rambutnya asal lalu segera menarik jaket yang dia bawa menutupi badannya. Dia ingin tidur saja daripada harus hening seperti ini. Tidak begitu lama, Gamma mulai merasa Alfarin yang seketika diam tidak bersuara. Gamma menoleh ke samping, rupanya Alfarin tengah tertidur. Gamma memberhentikan mobilnya di tepi jalan, Gamma berjalan ke bagasi belakang, dan mengambil selimut di sana. Dia kembali ke kursi kemudi lalu menyelimuti Alfarin. Dia tidak mau wanita itu sakit karena masuk angin mengingat AC-nya cukup kencang.   -00- Gamma mematikan mesin mobilnya. Dia membuka selimut yang menutupi tubuh Alfarin, tangannya mengusap wajah Alfarin, dan tangan yang satunya lagi menepuk bahu Alfarin. "Fa, Fa ... Alfa ... Alfa ... bangun." Alfarin masih saja diam, dia belum keluar dari alam mimpinya.Gamma belum juga menyerah, dia masih terus menerus membangunkan Alfarin sampai akhirnya wanita itu membuka matanya. "Apaan sih,vKak?" tanyanya dengan mata yang sayu. "Mau makan, kamu bangun," ucap Gamma dan setelah itu mereka berjalan berdua menuju restoran mall ini. Gamma berjalan di samping Alfarin, tangan pria itu sudah melingkar di pinggang Alfarin. Dia tahu, Alfarin masih dalam keadaan lemas. Gamma mendudukkan wanita itu tepat di hadapannya. "Kamu enggak mau cuci muka dulu?" tanyanya. Alfarin mendongakkan kepalanya menatap Gamma dengan lurus,"Hah?Apa?"tanyanya dengan wajah yang masih mengantuk. "Cuci muka dulu sana, Fa." "Nanti aja, masih lemas,"jawab Alfarin sambil menguap. "Mau dianterin?" Tanpa menunggu jawaban, Gamma langsung saja menggengam tangan Alfarin menuju toilet wanita. Sesampainya disana, Alfarin berjalan masuk ke dalam dan Gamma setia menunggu wanita itu di luar. Merasa bosan menunggu, Gamma mulai mengambil ponselnya dari kantung lalu membuka email-email dari rekan bisnisnya. "Kak, Kak, Kak Gamma ... Kak ...." mendengar itu Gamma refleks memasukan ponselnya kembali ke kantung. Dia menoleh ke arah suara itu, rupanya Alfarin mengeluarkan kepalanya dari area toilet wanita. Gamma mendekati Alfarin dalam hati pria itu bersyukur karena suasana sepi. "Kenapa?" "Kak, aku dapet. "Gamma menaikan alisnya, bingung dengan maksud Alfarin. "Dapet? Dapet apa? Saya tidak ngerti." "Ih Kakak mah. Aku lagi dapet ... argh aku mens Kak mens ... menstruasi Kak. Aku bocor nih jadi ga bisa keluar," ucapnya dengan panik. Tatapan Gamma seketika kosong, dia sangat tidak mengerti tentang hal seperti ini. Dia hanya tahu teorinya, tetapi kenyataannya tidak. "Saya harus apa?" tanyanya dengan wajah linglung. Alfarin berdecak sebal. "Ish, beliin aku pembalut dong." "Apa? Saya beli pembalut wanita di mall? Kamu mau bikin saya malu?" ucap Gamma dengan nada yang serius. Dia tidak mau harga dirinya jatuh karena membeli sesuatu yang tidak pantas pria beli. "Ih yaudah deh kalau Kakak malu. Ambilin aku jaket aja yang di mobil buat nutupin bocor aku, nanti aku sendiri yang beli," ucap Alfarin dengan sebal. Gamma mengacak rambutnya frustasi. "Yaudah tunggu sebentar," ucapnya lalu berjalan pergi meninggalkan Alfarin. "Kak ... bentar dulu Kak." Gamma mencoba sabar,dia menarik napasnya lalu kembali menoleh ke belakang. "Beliin aku celana sekalian ya, rok atau celana kek. "Gamma hanya mengangguk lalu kembali berjalan mencari apa yang seharusnya pria tidak mencarinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN