Seperti yang Kamu Minta

1235 Kata
Alfarin keluar dari kamar mandi sambil terus menerus melihat rok yang baru saja dibelikan oleh Gamma. Wanita itu menegakkan pandangannya dan seketika pandangannya terkunci begitu melihat orang yang dia cari. Alfarin berjalan ke arah Gamma dengan cepat. "Kak Gamma," panggilnya. Gamma menoleh ke arah suara dengan wajah datarnya, dia masih kesal dengan peristiwa tadi. Malunya belum hilang sampai saat ini. "Apa?" tanya Gamma datar. Alfarin menunduk melihat roknya "Kak, liat deh. Masa roknya bukan rok panjang terus juga bukan rok pendek, jadi aneh gitu,"ucapnya sambil berdecak sebal. Gamma menghela napasnya, cobaan kesabaran apa lagi yang akan menimpanya. "Cantik kok, " puji Gamma sekenanya. Alfarin terdiam seketika detak jantungnya semakin berdetak dengan kencang. Huh, kalau begini terus bisa-bisa dia bisa jatuh cinta kepada suaminya sendiri. "Kita ga jadi makan, Kak?" tanya Alfarin mencoba mengalihkan topik. Gamma menoleh sebentar lalu kembali menatap ke depan. Gamma hanya membalas dengan gelengan kepala .Kalau Gamma marah biasanya pria itu hanya diam dan seketika menjadi dingin. Itu adalah kode yang biasa Gamma sampaikan kepada Louren. Namun, entah kode itu tersampaikan atau tidak kepala Alfarin sekarang. "Yaudah pulang aja." Gamma langsung saja bergegas pergi menuju parkiran mobil. Alfarin yang tertinggal di belakang langsung berlari kecil mensejajarkan langkah kakinya dengan Gamma. Alfarin menyapu pandangannya ke beberapa sudut mall ini, hampir semuanya adalah sepasang kekasih. Melihat itu membuat rasa iri berdecit di dalam d**a Alfarin. "Aku iri sama mereka Kak. Kapan aku kaya gitu? Kayanya enggak akan pernah mungkin lagi," ucap Alfarin dengan sendu. Gamma langsung dirundungi rasa bersalah begitu mendengarnya. Gamma memberhentikan langkahnya, dia mengenggam tangan Alfarin mencoba agar wanita itu memberhentikan langkahnya juga. Di dalam hati Gamma rasa kasihan kembali menyelimuti hatinya, bahkan rasa kesalnya sudah hilang entah kemana. Langkah Alfarin terhenti lalu menatap Gamma seakan bertanya, 'Apa?' "Ingin seperti mereka?" Gamma mengulang ucapan Alfarin tadi. Sejujurnya, ingin rasanya Alfarin mengatakan ya, tetapi dia tahu kalau saat ini Gamma tengah kesal kepadanya. Dia sadar kalau dirinya sangat sering menyusahkan Gamma, membuat Gamma kesal, dan yang terakhir membuat Gamma malu. "Ga usah,Kak," tolaknya dengan halus. Gamma menaikan alisnya lalu melingkarkan tangannya di pinggang Alfarin lalu mereka berdua berjalan menuju lantai atas. "Mau ngapain Kak?" "Mengikuti mereka." Alfarin kembali terdiam, dia hanya mengikuti kemana jalannya Gamma. Gamma pergi ke untuk membeli tiker bioskop, Gamma membeli popcorn, Gamma ke toilet, dan terakhir Gamma masuk ke dalam studio. Alfarin hanya mengikuti tanpa berbicara sedikitpun. Begitu mereka duduk, Gamma menarik pelan kepala Alfarin menjatuhkannya di bahunya. Tiba-tiba lampu mati dan film akan segera dimulai. Alfarin belum juga bersuara, dia menatap layar bioskop dengan tatapan bingung. Catat baik-baik, Gamma.. Saat ini... Mengajak... Alfarin... Menonton... Film... KARTUN... Bukannya senang, Alfarin malah langsung memeluk Gamma dengan erat. Dia mengahadapkan wajahnya di depan d**a Gamma dan saat itu juga air mata membanjiri wajahnya. "Kamu kenapa?" tanya Gamma begitu melihat tingkah Alfarin yang sangat aneh menurutnya. Tadi marah-marah sekarang menangis, kadang mood Alfarin memang cepat sekali berubah. Dalam pelukan Alfarin menggeleng, dia memilih melanjutkan menangis dan tidak menjawab pertanyaan Gamma untuk sekarang. "Kamu kenapa, Fa?" tanya Gamma ulang. Bisanya dia hanya mengusap puncak kepala Alfarin, namun kini dia mengecup puncak kepala itu. "Aku takut." "Takut? Takut kenapa?vGelap?" tanya Gamma mencoba mengerti. "Aku takut kakak ninggalin aku. Aku ga punya siapa-siapa lagi Kak. Kakak tadi diemin aku, Kakak marahkan sama aku? Apa lagi tingkah Kakak mulai aneh banget," ucap Alfarin dengan isakan yang pelan, takut penonton di sebelahnya terganggu. Gamma berasa bodoh sekarang. Seharusnya dia tidak memakai kode itu kalau tau reaksi penerima kode seperti ini. "Saya enggak marah kok," ucapnya berbohong, ya karena menurutnya berbohong adalah jalan yang terbaik. Kalau biasanya Alfarin tidak mau dipeluk, kini wanita itu memeluk Gamma bahkan dengan begitu eratnya. Kalau boleh jujur, Gamma hampir tidak bisa bernapas akibat dari pelukan itu yang begitu mencekat. "Tapi, kenapa Kakak diemin aku?" "Gapapa," ucap Gamma sekenanya. Di dalam hati Gamma berharap, semoga dikemudian hari kejadian seperti ini tidak terulang lagi karena meskipun isakan Alfarin kecil tetap saja menganggu perhatian orang di kiri dan kanannya. "Kakak jangan kaya gitu lagi, aku takut, "ucap Alfarin dengan isakan yang mulai tidak terdengar lagi. Gamma berpikir sebentar, dia harus memikirkan lagi kode yang lebih baik agar Alfarin tahu kalau dia sedang marah nanti. "Iya. Kamu masih mau nonton?" tanya Gamma mencoba mengalihkan pembicaraan. Alfarin melepaskan pelukannya, dia mengelap air matanya lalu menggeleng pelan. "Yaudah." Gamma bangun dari duduknya sambil mengenggam tangan Alfarin. Mereka berjalan berdua keluar dari studio. Sesampainya di depan studio, tangan Alfarin belum terlepas juga dari genggaman Gamma. Pria itu seakan tidak mau melepaskan genggaman tangannya, Alfarin hanya diam saja dia tidak mau melepaskannya. Toh, dia rasa sekarang dia mulai terbiasa dengan sikap Gamma yang manis, menurutnya. "Kamu mau makan?" tanya Gamma sambil berjalan dan menatap lurus ke depan. Alfarin melihat jam yang menempel di tangannya. "Sudah lewat jam makan malam, aku enggak makan deh," ucapnyaAlfarin ingat kata Gamma semalam jadi dia hanya menuruti ucapan Gamma, meskipun sejujurnya dia sangat lapar sekarang. Gamma menoleh sebentar ke arah Alfarin, wanita itu sedang menguncir rambutnya memperlihatkan lehernya yang putih. Tangan Gamma terangkat untuk memberhentikan tangan Alfarin agar tidak menguncir rambutnya di depan umum. Merasakan tangannya diberhentikan membuat Alfarin menoleh cepat ke Gamma. "Kenapa?" tanyanya dengan tangan yang masih di kepala, "ada yang salah?" lanjutnya lagi. "Jangan di kuncir, leher kamu kelihatan banget. Saya enggak rela orang lain ngeliat," ucap Gamma seakan kupu-kupu berkeluaran dari hatinya, seakan saat ini dia ingin berteriak kegirangan. Dalam hati Alfarin berdoa, semoga Gamma tidak melihat pipinya yang memerah. Alfarin menjatuhkan tangannya dan membiarkan ikatan rambutnya terlepas. "Hmm ... iya Kak," jawabnya kikuk. Gamma mengangguk membalasnya. Mereka berdua memasuki lift dan segera memencet lantai yang akan mereka tuju. Suasana lift ini memang sepi karena yang menaiki hanya mereka berdua. Tidak tunggu lama, suara lift terdengar menandakan mereka sudah sampai ke lantai yang dituju. Sebelum mereka keluar lift, Gamma melepaskan genggaman tangannya lalu melingkarkan tangannya ke pinggang Alfarin dan setelah itu mereka keluar berdua. Aroma-aroma makanan mulai tercium, Alfarin melirik ke penjuru lantai ini ternyata lantai ini dipenuhi dengan restoran. Alfarin mulai berpikir apa yang dilakukan Gamma di lantai ini? Seingat dia Gamma memarkirkan mobilnya di lantai bawah. Jawaban dari pertanyaan Alfarin akhirnya terjawab juga. Gamma membawa gadis itu masuk ke dalam salah satu restoran ternama. Mereka duduk di kursi yang berada di samping kaca besar. Gamam menyuruh Alfarin duduk dan dirinya segera memesan makanan. Alfarin menoleh ke sampingnya, dia melihat pemandangan ibu kota pada malam hari. Lampu-lampu gedung menyalah dengan indahnya dan kendaraan yang berlalu-lalang membuat pemandangan sangat indah. Saking asyiknya memandangi kendaraan yang berlalu-lalang membuat Alfarin tidak sadar kalau Gamma sudah berada di hadapannya. Gamma yang melihat Alfarin masih terfokus dengan kegiatannya menbuat Gamma terbatuk pelan, ini adalah kode Gamma agar seseorang menyadari kehadirannya dan kali ini kodenya tidak salah karena Alfarin langsung menatap Gamma dan menyadari keberadaan pria itu. "Kak, ini kan udah malam. Kata Kakak ga boleh makan malam." akhirnya Alfarin bisa juga mengeluarkan ucapan itu yang terus menghantui pikirannya semenjak beberapa menit yang lalu. Gamma tersenyum, rupanya gadis di hadapannya ingat apa yang dia ucapkan semalam. "Gapapa kalau sekali-kali. Lagian, saya juga cuma pesan salad," jawab Gamma dengan santai. "Oh. Hmm ... Kak," panggil Alfarin,"ini namanya kencan ya, Kak?" tanya Alfarin tiba-tiba. Kalau menurut pemikirannya, jalan dengan pria di malam hari itu adalah berkencan, tetapi kali ini dia ragu kalau dia sedang berkencan. "Mungkin bisa dibilang begitu." "Tapikan, aku bukan jalan sama pacar aku." Melihat tingkah Alfarin yang masih lugu membuat Gamma gemas sendiri, senyuman manis kembali terukir di wajah pria itu. "Kamu mau ga jadi pacar saya?" "Hah? Tapikan, kita udah nikah Kak." "Ya gapapa, anggap aja saya pacar kamu agar kamu dapat merasakan masa-masa remaja." "Tapikan—" "Jadi kamu ga mau jadiin saya pacar kamu? Kamu mau saya diemin lagi?" "Iya deh Kak." "Inget ya, kamu cuma boleh pacaran sama saya dan ga boleh sama pria lain." "Iya ... Kak."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN