Confess

2461 Kata
Andira sampai di kampus sedikit telat dari biasanya. Sebelum berangkat sekolah dengan kedua adiknya tadi, ia menyiapkan bekal terlebih dahulu. Ia trauma dengan kejadian yang menimpa adiknya sampai membuat mereka harus mendekam di rumah sakit untuk beberapa hari. Meski ia bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan bekal, namun ia juga sibuk dengan tugas kampus yang belum ia selesaikan. Tentu saja ia tidak mau mengecewakan orang lain terutama dosen pembimbingnya. Andira berlari dari gerbang sampai ke kelasnya. Ia bahkan melewatkan Angga yang melambaikan tangan kepadanya saat bertemu di lorong pembatas fakultas. Ia ngos-ngosan saat sampai di kelasnya yang untung saja baru saja akan dimulai. Semua orang yang berada di ruangan itu melihat dirinya yang sukses mengalihkan fokus mereka, termasuk dosen pembimbingnya. Andira masuk kelas dengan cengiran kesalahannya dan tidak enak hati pada semua orang, bahkan ia juga mengucapkan permintaan maafnya sambil berjalan menuju kursi yang kosong. Ia duduk di sebelah Sila dan seorang pria yang berkaca mata trendi. "Kok kamu bisa telat sih!?" Tanya Sila keheranan. "Tadi pagi aku buatin Diba sama Dina bekal. Udah gitu tugas belum selesai aku kerjain. Alhasil, aku telat lima menit deh" Ujar Andira sambil mengeluarkan buku yang akan ia gunakan di kelas yang diajar pak Herman. "Aku kira sakit kamu kambuh trus gak kuliah kayak kemarin" Gerutu Sila. "Gak lah. Mana mungkin aku absen sampai berhari-hari. Setiap satu kata yang terucap dari dosen pembimbing sangat berarti bagiku. Jadi, tenang ajalah. Sekarang kamu harus fokus liat ke depan supaya kamu ngerti materi kuliahnya. Jangan sampai aku harus mengorbankan catatanku hanya karena kamu yang gak pernah perhatiin kelas" Ujar Andira. *** Andira sibuk memperhatikan setiap kata dan ucapan yang dilontarkan pak Herman, dosen pembimbingnya. Saking fokusnya menulis, ia sampai tidak memperhatikan darah mimisan yang meluncur ke buku catatannya. Hal ini langsung diketahui oleh Sila sampai membuatnya berteriak dan membuat keributan di kelas. "Ira!. Hidung kamu berdarah!" Teriak Sila histeris. Kelas yang tadinya berjalan khidmat dan fokus untuk memahami setiap bacaan, namun setelah mendengar seruan dari Sila, fokus semua orang teralihkan dan melihat ke tempat dimana Andira dan Sila duduk, termasuk pak Herman. Pak Herman menghentikan presentasinya dan berjalan menghampiri Andira. Sedangkan Andira mencoba menyeka hidungnya dengan tisu yang diberikan oleh Kido, si pria berkaca mata trendi. "Kalau kamu masih sakit, jangan terlalu dipaksakan untuk hadir di kelas saya, Andira. Lain kali pastikan dulu dirimu sehat atau tidak supaya tidak membuatmu kambuh dan merasa lebih sakit dari yang sebelumnya. Sila, antar Andira ke Pusat Kesehatan Universitas" Ujar Herman perhatian pada anak didik kesayangannya. "Enggak. Saya baik-baik saja kok, pak. Saya bisa menghadiri kelas bapak. Mungkin mimisan ini karena demam saya yang terlalu tinggi. Tapi itu udah sudah sembuh kok, pak. Saya harus hadir di kelas bapak. Saya mohon pak, izinkan saya tetap di kelas" Ujar Andira memohon. Mendengar Andira memohon untuk diizinkan tetap mengikuti kelas, mahasiswa/i yang berada di kelas itu terkagum-kagum. Disaat banyak mahasiswa/i lain yang ingin sekali bolos pada pelajaran killer pak Herman, namun ia sangat ingin dan keras kepala untuk tetap berada di kelas dan mengikut pelajaran seperti biasa. Tak sedikit diantara mereka juga merasa kalau Andira hanya drama saja sehingga membuat pak Herman semakin meng-anak emaskan dirinya. Itu adalah hal yang biasa menurut Andira. "Hufftt... Terserah dirimu saja kalau begitu, Andira. Jika nanti kamu merasa tidak enak badan, kamu bisa pergi ke Pusat Kesehatan Universitas" Putus pak Herman menyerah. "Baik, pak. Terima kasih" Pak Herman kembali ke podium, tempat dimana ia memberikan presentasi materi kuliah. Semua orang di kelas itu juga sudah mulai memfokuskan diri ke depan, tapi ada pula yang masih bisik-bisik tidak suka. "Kok kamu keras kepala banget sih?" Bisik Sila. "Gak. Aku gak keras kepala. Aku cuman gak mau waktuku terbuang sia-sia. Kemarin aku melewatkan kelas, nggak mungkin juga hari ini aku melewatkannya. Kamu tenang aja, kalo nanti aku mimisan lagi, aku ke Pusat Kesehatan Universitas kok" Ucap Andira. Andira mencoba membujuk sahabatnya dengan kata-kata penenangnya sambil mencatat materi yang di sampaikan di depan. Ia memang terkenal dengan kepintaran dan kegigihannya, namun ia juga terkenal dengan sifat keras kepala dimilikinya. Oleh karena itu, siapapun orang yang diajaknya berdebat pasti kalah dan terbungkam dengan kata-kata yang dilontarkannya, termasuk Sila. Meski bagaimanapun cempreng dan cerewet tingkah yang dimilikinya, ia tidak akan menang beradu pendapat dari sahabatnya yang satu itu. "Kamu itu ya, emang keras kepala banget. Awas aja nanti kalo kamu mimisan lagi. Aku seret kamu secepatnya ke PKU. Kalo kamu gak mau, aku suruh satpam bawa kamu dengan paksa. Liat aja!" Ujar Sila ngambek. "Iya. Kalo aku mimisan lagi, aku serahin dah tubuh aku untuk kamu seret sepuasnya. Gimana?" "Pasti. Awas aja kalo kamu nangis nantinya" Andira dan Sila terus saja berbincang sambil mendengarkan pak Herman menjelaskan meski harus dengan nada bisikan agar tidak mengganggu yang lainnya. Begitu pula dengan seorang pria berkaca mata trendi di sampingnya, sesekali ia memperhatikan Andira diam-diam. *** "Kok tumben nak Angga ke sini lagi. Biasanya selalu nge-print tugas di ruang rapat" Tanya salah seorang petugas Tata Usaha Universitas yang juga cukup dekat dengan Angga karena sifat supel dan pandai bergaul yang dimilikinya. "Iya nih, mak. Tadi aku juga niatnya mau cetak di sana, eh tintanya habis. Gak ada persediaan juga. Sesekali aku kesini lah sambil jenguk emak aku yang cantiknya gak pernah luntur ini" "Hahaha..., bisa aja nak Angga. Kamu juga, udah makin dewasa aja. Terakhir kali kita ketemu itu kalo gak salah dua tahun lalu saat seorang gadis yang kesini buat cetak hasil rapat deh. Ya, kan?" "Iya, namanya Andira. Kok emak masih ingat aja" "Iya dong. Emak pasti ingetlah. Kan waktu itu kamu marahin dia abis-abisan gara-gara cetak pake kertas yang salah. Mana bisa emak lupa" "Hahaha... Itu kan dulu, mak. Sekarang kami berteman baik kok" Angga selalu tersenyum setiap kali dirinya membahas Andira. "Diliat dari senyumanmu, sepertinya kamu suka ya sama dia?" "Ah, enggak mak. Kita kan cuma temenan doang" Ujar Angga salah tingkah. "Alah, ngaku aja sama emak" Bujuk petugas itu. "Enggak, mak" Angga dan petugas itu terus mengobrol sambil menunggu tugas yang di cetaknya selesai dikerjakan. "Aku rasa si Andira sok pinter itu tadi pura-pura deh mimisannya biar dikira strong terus dikasihanin sama pak Herman" Ujar seorang perempuan yang baru saja masuk ke TUU. "Iye deh. Aku rasa dia juga cuman pura-pura" Sahut perempuan di sebelahnya. Dua orang perempuan yang baru saja masuk ke TU Universitas itu masih membicarakan perihal Andira yang mimisan saat kelas sedang berlangsung. Kabar itu juga sukses masuk ke telinga Angga yang kebetulan juga masih menunggu tugasnya selesai dicetak. "Kalian tadi bilang apa!? Andira mimisan?" Cegat Angga pada dua perempuan itu. "Iya. Andira mimisan" Jawab salah satu diantara mereka. Dua perempuan itu senang sekali bisa bicara secara langsung dengan Angga karena kepopulerannya yang tidak lagi diragukan. "Andira anak bisnis?" "Iyalah. Siapa lagi!?" Sahut mereka serempak dan terdengar kecewa karena ternyata Andira lah penyebab Angga mau berbicara dengan mereka. Angga langsung berlari keluar setelah menanyakan kebenaran yang pasti dari dua perempuan yang baru saja masuk itu. Ia lupa mengambil tugas yang ia cetak di petugas TUU yang ia sebut 'emak'. "Angga, tugasmu udah selesai di cetak!?" Teriak si 'emak'. "Nanti aku ambil, mak!?" Sahut Angga sambil terburu-buru. *** Suara tapak kaki bersahutan keras dengan keramik yang ada di lorong dekat kelas Andira. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Angga. Ia langsung berlari menuju kelas Andira setelah mendengar kabar bahwa perempuan itu kembali mimisan. Saat sampai di depan kelas Andira, tanpa salam atau kata-kata sopan lainnya, ia langsung berteriak memanggil Andira. "Andiraa..!" Teriak Angga. Teriakannya cukup nyaring hingga membuat semua orang yang ada di kelas itu menoleh padanya. Tidak cukup dengan mereka yang ada di kelas itu, tetapi juga dengan orang yang melewati lorong kelas bisnis. Ada yang terkejut, ada yang menoleh penasaran, bahkan ada yang B aja mendengar teriakan nyaring Angga. Ia mengabaikan semua ekspresi mereka dan berlari ke tempat dimana ia melihat Andira sedang mengobrol dengan Sila. Setelah Angga berada di depan Andira dan Sila yang terheran melihat kehadirannya yang tidak biasa, terlebih dengan kondisinya yang ngos-ngosan, ia langsung memegang wajah Andira di depan semua orang, termasuk di depan Sila langsung. Semua orang terperangah dengan cara Angga memegang wajah Andira. Banyak dari mereka yang melontarkan woah mereka. Tak sedikit juga yang merasa iri dengan pasangan fenomenal itu. Dari awal, Sila memang terkejut dengan Angga yang tiba-tiba datang. Kini, ia semakin dikejutkan karena Angga memegang wajah Andira di depan matanya sendiri. Siapa yang tidak cemburu kalau dihadapkan dengan masalah seperti ini?. Andira merasa tegang dan gugup. Untuk pertama kalinya Angga bersikap demikian pada Andira. Sekali bertingkah aneh, langsung membuat gempar dunia perkuliahan, terutama di kelas bisnis dan kedokteran. "Katanya kamu mimisan lagi?" Tanya Angga dan memperhatikan wajah Andira intens. Andira melihat semua orang yang tengah memperhatikan mereka. Ada yang sengaja mengabadikan mereka di ponsel pintarnya, namun ada juga yang terlihat kesal. Semua itu tertangkap jelas dimata Andira. Meski wajahnya sedang dipegang erat oleh Angga, namun ia bisa melihat ekspresi mereka dari matanya yang lincah penasaran. Ia juga melihat ekspresi Sila yang kesal dan terlihat cemburu. *** Andira tahu pasti kalau Sila mengagumi Angga sejak dulu, tepatnya ketika ia dan Angga menjadi teman 2 tahun lalu. Ia memperkenalkannya pada Angga lantaran karena rasa suka pada pandangan pertama. Selain itu juga karena Angga saat itu memang sedang populer karena prestasi yang ia raih dan membanggakan Universitas. Tak sedikit perempuan yang mencoba mendekatinya, namun Andira dan Sila termasuk orang yang beruntung karena bisa berteman dengannya cukup lama. Andira juga menjadi mak comblang antara Angga dan Sila. "Kak Angga bisa lepasin tangannya, gak? Banyak orang yang liat, kak. Gak enak" Ujar Andira pelan. Angga tersadar dan segera melepas tangannya. Ia juga langsung salting dan melihat keadaan sekitar. Seketika ia malu dan langsung tertawa. Tawa itu juga langsung mengalir ke Andira. Tawa yang awkward. Melihat hal itu, banyak orang yang merasa kecewa dan bubar. Namun meskipun begitu, Sila masih terlihat marah dan kesal sampai membuatnya mengamit kuat kedua tangannya. "Katanya kamu mimisan lagi?" Tanya Angga sekali lagi. "Iy--" "Kak Angga bisa ikut sama Sila sebentar, gak?. Sila mau ngomong sesuatu sama kakak" Ujar Sila menyela ucapan Andira dan berlalu keluar begitu saja. Baik Andira dan Angga sama-sama heran dengan tingkah Sila. "Kak Angga samperin Sila gih. Aku mau bahas tugas tim dengan Kido" Ujar Andira. "Tapi kamu baik-baik saja, kan?" Tanya Angga memastikan. Andira mengangguk dan tersenyum manis. Ia kemudian menggerakkan tangannya seolah mengusir Angga. Akhirnya Angga keluar dengan perasaan yang sedikit kesal. "Sampai mana tadi?" Tanya Andira pada Kido, si pria berkaca mata trendi. *** Sila menunggu Angga di sebuah taman yang biasa para mahasiswa/i gunakan untuk berkumpul jika bosan berada di dalam ruangan terus. Sebelumnya, ia sudah mengabarkan Angga lewat w******p. "Ada apa sih!?" Tanya Angga sedikit kesal dan membuat Sila membalikkan badannya. Belum aja Sila membicarakan alasan keberadaan mereka di taman, Angga telah melemparkan aura panas diantara mereka. Namun kini Andira tidak berada di tengah-tengah mereka. Maka, tidak ada lagi yang akan menyela perselisihan mereka. "Aku mau minta kepastian dari kakak" Ujar Sila serius. "Kepastian apaan?. Emang aku udah kasih harapan sama kamu?" "Kakak emang tidak pernah kasih harapan sama aku, tapi ada sesuatu yang tidak seharusnya timbul dalam diri Sila" "Apa itu?. Kamu kenapa si, aneh banget" "Sila suka sama kakak" Ujar Sila tiba-tiba setelah beberapa kali mengambil nafas dan menghembuskannya kembali. Seketika hening. Tidak ada yang bersuara. Untung saja tidak banyak orang yang berada di taman. Jika tidak, mungkin pengakuan cinta Sila menjadi booming dan trending topik karena berani mengakui perasaannya secara langsung di depan orang yang populer. "Ha!?. Kamu gak ikutan sakit kan, cempreng?" Tanya Angga dan menaruh telapak tangannya pada dahi Sila. Sila memegang tangan Angga dan menyingkirkannya. "Gak. Aku gak sakit. Aku suka sama kakak" "Hahaha... " Angga tertawa terbahak-bahak sehingga membuat orang yang ada di taman menoleh ke arah mereka. Sila cukup malu, namun rasa malunya terkalahkan karena rasa penasarannya. Ia ingin tahu apakah Angga ada perasaan padanya atau tidak. Ia sadar, kecil kemungkinan ada benih rasa suka pada Angga untuknya. Terbukti dengan intensitas pertemuan mereka yang tidak cukup baik. "Ayo kita pacaran" Ajak Sila tiba-tiba di tengah tawa Angga. Seketika Angga berhenti tertawa dan langsung memandang Sila serius. "Gak bisa. Kita gak bisa pacaran" Ucap Angga serius dan terdengar sedikit kejam. "Kenapa kak?" Tanya Sila. Air mata Sila sudah mulai mengalir keluar sejak Angga mengatakan bahwa mereka tidak mungkin pacaran. Ia menunduk malu dan memijit jarinya cukup erat. Ia malu, namun nasi sudah menjadi bubur. Keberaniannya untuk mengakui perasaannya kini menjadi Boomerang bagi dirinya sendiri. "Maafkan aku sebelumnya, Sila. Jujur saja, aku menyukai seorang perempuan cukup lama. Ia cantik---" "Lalu apa aku tidak cantik dimata kakak?" Ujar Sila menyela ucapan Angga. Andira emosi dan tidak bisa berkata-kata lagi. Darahnya sudah mendidih karena penolakan dari orang yang di kaguminya itu. "Cantiknya dia berbeda. Ia cantik karena perilaku yang dia miliki, tidak hanya parasnya. Ia sopan, pintar, cerdas dalam mengambil langkah, dewasa pemikirannya dan berani mengorbankan pikiran dan segala hal yang ia punya untuk orang tersayangnya. Ia begit---" "Cukup!. Sekarang Sila punya satu permintaan dan kakak harus mewujudkannya. Lupakan ucapan Sila"ujar Sila dan pergi meninggalkan Angga yang melihatnya dengan pandangan heran. Selama Angga memuji perempuan yang ia sukai itu, Sila menutup kedua telinga dan kedua matanya meski air mata selalu saja mengalir. Ia tidak tahan dan akhirnya pergi setelah meminta Angga melupakan ucapannya. "Maafkan aku Sila" Ujar Angga melihat kepergian Sila yang semakin lama semakin menghilang dari pandangannya. *** Ada yang beda dari hari-hari sebelumnya. Biasanya Andira akan berangkat kerja setelah pulang dari kampus, namun hari ini ia izin dan langsung pulang ke kosan. Angga berniat mengantarnya pulang, namun Sila selalu menolaknya dan akhirnya ia pulang dengan jalan kaki sendiri seperti biasa. Ia sengaja mengatakan pada Angga dan Sila kalau ia akan berangkat kerja, namun itu semua agar diantara mereka tidak ada yang merasa kecewa. Sesampai di kosan, Andira kembali disibukkan dengan tugas tim yang harus ia kumpulkan secepatnya. Ia juga bersenda gurau, memasakkan kedua adiknya makan malam dan kembali lagi ke kamar setelah memastikan mereka tertidur. Jarang-jarang Andira punya waktu bersama dengan mereka. Saat Andira baru saja masuk ke dalam kamarnya, tiba-tiba ponsel jadulnya berdering. Ia berjalan mengambilnya di atas ranjangnya. "Sila?" Ujarnya dan mengangkat telepon dari Sila. "Halo Sila, ada apa? Kok tumben malam-malam nelpon" Tanya Andira karena tidak ada satu katapun yang diucapkan dari seberang sana. "Halo mbak?" Ucap seseorang yang tidak dikenal oleh Andira. "Siapa ini?" Tanya Andira. Ia khawatir kalau temannya dalam masalah, terlebih suara bising terdengar dari seberang sana. "Maaf sebelumnya, mbak. Orang yang punya ponsel ini sedang mabuk di Bar Worldies dan dia--" Andira mematikan telepon tanpa mendengar penjelasan dari orang yang bicara lewat ponsel sahabatnya itu. Ia bergegas mencari jaketnya dan keluar dari kosan. Namun sebelum itu, ia melihat keadaan kedua adiknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN