C4 - POV Yusuf

1045 Kata
Setelah berpamitan dengan keluarga calon istriku, akhirnya mobil kami melaju juga kembali ke rumah. "Apa kamu jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Harumi? Bukankah Harumi sangat cantik Nak?" Umi mengelus lembut kepalaku, tersenyum hangat penuh kasih. Aku membalas senyuman umi, walau jujur perempuan bernama Harumi itu sangat cantik, tapi aku tidak jatuh cinta padanya. Aku tidak menjawab pertanyaan umi, masih teringat dengan persoalan di acara lamaran tadi, saat aku berseru menghentikan pembahasan tanggal pernikahan. oOo "Tidak apa-apa Umi, mungkin mereka canggung. Jadi kapan kita akan menentukan tanggal pernikahan?" tambah abiku, laki-laki paruh baya dengan sorban putih berjenggot panjang yang duduk di sebelahku ini. Aku terperanjat kaget, ingin memotong pembicaraan. "Jangan dulu Abi!" Kini semua pandangan tertuju padaku. "Yusuf, ada apa?" Abi menatapku kaget, ekspresi abi cemas. Aku memalingkan mukaku, melirik ekspresi perempuan yang akan aku nikahi ini, pupil matanya membesar menatapku, ikut kaget atas jawabanku tadi. "Ah tidak ada apa-apa, hanya saja... bukankah terlalu cepat menentukan tanggal pernikahan kami? Kami bahkan belum saling mengenal." Aku berusaha menjelaskan, lebih cepatnya menggelakkan penentuan tanggal pernikahan. "Bukankah begitu Harumi?" Aku berharap perempuan ini sependapat denganku. Tapi ternyata tidak, dia hanya diam, tersenyum tipis seolah pasrah dengan keadaan ini. "Hahaha Abi pikir ada apa Nak." Abi menepuk ringan punggungku, tertawa kecil. "Kalian bisa lebih saling kenal setelah menikah, bukankah seperti ini lebih baik? Menghilangkan mudarat dan segala situasi negatif lainnya antara lawan jenis. Sesuatu yang baik dan halal, tidak baik ditunda-tunda Nak." Abi tersenyum tipis, menjelaskan. "Lebih baik secepatnya saja Amran, sepertinya mereka berdua sudah tidak sabar untuk saling mengenal." Ayah dari perempuan bernama Harumi ini ikut menimpali. Aku tidak bisa lagi mengelak dari penentuan tanggal pernikahan ini. Terlebih, apa-apaan perempuan ini!? Dia seperti tidak suka dengan perjodohan ini, tapi kenapa dia diam saja!? "Hahaha, kalau begitu Ahmad, sebagai kepala keluarga dari pihak perempuan, apa ada usulan?" Abiku malah melanjutkan pembicaraan tentang tanggal pernikahan ini. Tidak peduli pendapatku. Mereka orangtua yang egois! "Nak Harumi, bagaimana denganmu?" Aku melirik perempuan bernama Harumi yang tengah ditanyai Abi saat ini. Perempuan bernama Harumi itu tersenyum tipis. "Seterah Mas Yusuf, Abi, Harumi setuju saja." Aku menelan ludah, memang tidak ada kesempatan atau celah untuk menghentikan pembicaraan tanggal pernikahan ini. Setelah penentuan tanggal, aku harus bagaimana!? Aku harus berkata apa pada Olivia!? Aku tidak ingin putus dengannya. Aku juga tidak ingin menikahi perempuan yang duduk di hadapanku ini! "Menyegerakan sesuatu yang baik, pasti akan diberkati oleh Allah, bagaimana jika pernikahan ini kita selenggarakan Minggu depan? Untuk biaya tenang saja, kami sudah lama mempersiapkannya." Umiku mulai memberi pendapat, membuat seisi ruangan terkejut dengan penentuan tanggal yang terlalu cepat. "Kita butuh banyak persiapan Umi, memang menyegerakan sesuatu yang baik dengan cepat itu sangat baik, tapi tidak boleh terburu-buru juga." Untunglah abi menyanggah pendapat umi, akhirnya aku bisa bernafas lega. "Dari keluarga Harumi sendiri bagaimana?" "Memang satu Minggu itu terlalu cepat, kita butuh banyak persiapan. Kalau begitu bagaimana jika pernikahan mereka 2 Minggu setelah ini? Bukankah itu waktu yang terbaik?" Semua orang yang ada di dalam ruangan setuju dengan pendapat ibu Harumi. Aku hanya mampu menelan ludah, melirik ekspresi syok dari perempuan bernama Harumi itu. "Ibu, Ayah, Umi, Abi... maaf sebelumnya, apa bisa setelah pernikahan kami tidak perlu mengadakan pesta?" Sekalinya perempuan bernama Harumi ini mengeluarkan pendapatnya, semua pandangan tertuju padanya. Tatapan kaget, heran, kecewa, sedih, semua ada di ruangan ini. "Kenapa Nak Harumi? Bukankah baik memberi kabat gembira ini pada semua orang? Agar keluarga besar dan tetangga-tetangga kita tau bahwa kalian telah sah sebagai suami istri, jika kalian berduaan di luar sana, tak akan ada gosip miring. Coba beri Umi penjelasan kenapa kamu meminta tidak perlu diadakan pesta?" Umiku beranjak dari duduknya, mengelus lembut kerudung perempuan bernama Harumi ini. "Harumi hanya tidak mau Umi. Bolehkah? Bukankah lebih baik uangnya kami tabung untuk membeli rumah atau ditabung saja untuk masa depan?" Mata Harumi berkaca-kaca, baru kali ini dia berkata dengan tulus. "Yusuf juga setuju Umi, Abi, Ayah dan Ibu. Pesta itu tidak terlalu penting, ijab kabul saja sudah cukup." "Tapi Nak, apa kalian yakin? Pernikahan adalah ibadah terlama yang hanya akan terjadi sekali seumur hidup kalian. Tidak kah kalian mau membuat kenangan yang indah? Mengabadikan momen berharga kalian?" Ibu Harumi menimpali, bertanya-tanya dengan ekspresi sedikit kecewa. "Tidak apa-apa Bu, yang akan menjalankan ibadah ini adalah kami, jadi kami lah yang paling mengerti apa yang kami inginkan. Masa depan kami kedepannya, kami tidak akan kecewa atau ragu dengan keputusan ini." Aku berusaha memperkuat argumen, memang lebih baik acara pernikahan yang akan datang ini tanpa pesta. Keluarga kami saling melempar pandang, menghela nafas bergantian. "Baiklah, 2 Minggu lagi kalian akan menikah, resmi menjadi sepasang suami-istri. Insya Allah. Kita akan melangsungkan proses ijab qobul di masjid atau Kantor Urusan Agama saja, sebelum itu kita perlu mengurus dokumen kalian ke KUA. Bagaimana pendapat keluarga pihak perempuan?" Abiku langsung memutuskan, membahas proses lebih lanjut tentang pernikahan kami. "Di KUA saja Abi." Perempuan bernama Harumi ini akhirnya kembali berbicara, tersenyum tulus, walau aku ragu apa benar dia tersenyum dengan tulus atau tidak. "Dan untuk pengurusan dokumen dan surat-surat kami, biar Harumi dan mas Yusuf yang melakukannya. Nah, semuanya selesai dengan baik bukan? Apa Mas Yusuf sekeluarga setuju?" Ada apa dengan perempuan bernama Harumi ini? Dengan sikapnya berubah tiba-tiba? Apa dia sedang merencanakan sesuatu? Sudahlah. Ikuti saja alur permainannya. "Yusuf setuju dengan pendapat Harumi, Abi, Umi. Menurut Yusuf ini lah yang terbaik." Keluarga kami saling melempar pandangan kembali. Akhirnya, mereka mengangguk setuju. Setelah sedikit pembahasan tentang pernikahan kami dan basa-basi hendak pulang, akhirnya aku dan keluarga berpamitan. Pulang ke rumah. Jika ada situasi yang memungkinkan, aku ingin berbicara empat mata dengan perempuan bernama Harumi ini, namun sayangnya sama sekali tidak ada kesempatan. Dia selalu berdiri di samping kakaknya, umi juga selalu mengikutiku. Selesai bersalaman dengan keluarga Harumi, akhirnya ada sedikit jarak antara dia dan kakaknya, serta aku dan umi. Saat hendak membuka mulut untuk berbicara, perempuan bernama Harumi ini mendahuluiku. "Lusa, kita akan mengurus semua dokumen ke kantor urusan agama, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Anda. Dan satu lagi... saya sama sekali tidak menyukai perjodohan ini, saya juga tau Anda tidak menginginkannya, Yusuf." Aku terdiam, perempuan bernama Harumi ini sudah melewatiku, dia kini asik bercakap dengan umi. Bisikannya tadi masih terngiang-ngiang di telingaku. 'Huh, perempuan yang menarik'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN