Bab 1. Pertemuan
"Aku akan menceraikan mu, Aerin!" Satu kata bak tamparan yang berhasil mengoyak hati seorang wanita yang tengah berdiri di depan pria tampan tersebut.
Hujan mengguyur lebat malam itu, mengiringi suara pintu yang dibanting dengan kasar. Aerin Citra Maharani berdiri terpaku di ruang tamu, menggenggam surat cerai yang baru saja dilemparkan oleh Alan Jacksonville. Pria itu, yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati, kini memandangnya dengan dingin, seolah keberadaannya tak lebih dari duri dalam hidupnya.
“Semua sudah selesai, Aerin,” ujar Alan tanpa emosi, matanya menatap lurus tanpa sedikit pun keraguan. "Selama ini aku hanya berpura-pura mencintai dan menerimamu karena balas dendam atas perbuatan kakakmu yang menyebabkan kematian adikku. Aku tidak membutuhkanmu lagi!" imbuhnya dengan nada yang terdengar begitu dingin.
Aerin menatap pria di depannya dengan air mata yang menggenang. Hati seperti diremukkan berkali-kali. Lima bulan lalu, ia menikahi Alan tanpa tahu alasan sesungguhnya. Pernikahan itu awalnya terasa seperti mimpi indah, tetapi lambat laun mimpi itu berubah menjadi mimpi buruk. Namun, ternyata lelaki itu mencintainya karena balas dendam. Pantas saja perlakuan pria itu tak pernah baik dan selalu bersikap dingin, seolah tak membutuhkannya.
“Apa kamu benar-benar akan pergi begitu saja, Alan? Setelah semua ini?” Suara Aerin bergetar, mencoba menahan emosi yang meluap. "Aku hamil!"
Alan mendengus, tak ada haru ketika mendengar wanita yang akan dia ceraikan itu tengah menggandung buah hati mereka. Senyuman sinis tersungging di wajahnya.
“Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, Aerin. Kamu hanyalah alat balas dendamku. Masalah anak itu, aku tidak peduli sama sekali. Aku tidak menginginkannya!" jawab sang suami dengan senyuman mengejek.
Kata-kata itu menghantam hati Aerin seperti pisau tajam. Tangannya gemetar, dan surat cerai yang ia genggam jatuh ke lantai. Alan berjalan melewatinya tanpa sedikit pun menoleh, Aerin dengan membawa dendamnya yang telah terbalaskan.
Setelah pintu tertutup, Aerin jatuh berlutut, tangisnya pecah tanpa dapat ia tahan. Ia menyentuh perutnya yang masih rata, menyadari bahwa kehidupan yang ada di dalam dirinya adalah satu-satunya pengingat dari pernikahan penuh kepalsuan itu.
Aerin Citra Maharani, wanita berusia 25 tahun yang dinikahi oleh Alan Jacksonville dalam ajang balas dendam. Tak pernah dia mengira cinta yang selama ini ia harapkan berakhir dengan luka yang tak pernah dia bayangkan. Pikirnya, pria itu menikahi dirinya benar-benar karena cinta. Ternyata hanya menjadikan Aerin sebagai alat balas dendam.
"Kamu jahat, Alan. Aku tidak akan pernah memberimu kesempatan bertemu dengan anak ini!" ucapnya mengusap perut ratanya.
* * *
Enam tahun kemudian...
Gedung pencakar langit milik Jacksonville Corporation berdiri megah di tengah pusat kota. Aerin berdiri di depan pintu kaca gedung itu, menatap pantulan dirinya dengan penampilan sederhana, ia tampak seperti wanita karir pada umumnya.
"Semangat! Demi Ar!" ujarnya menyemangati dirinya sendiri.
Hatinya senang bukan main, ketika lamaran yang dikirim secara via online akhirnya diterima dan ia dihubungi oleh HRD perusahaan untuk menjalani interview hari ini.
Aerin berdecak kagum menatap bangunan mewah bertingkat yang dindingnya terbuat dari kaca tersebut.
Ketika pintu lift terbuka di lantai lima belas, Aerin melangkah keluar dengan percaya diri. Ia dengan semangat dan percaya bahwa hari ini akan lulus dan diterima.
Wanita cantik itu menuju ruang HRD di mana di sana sudah banyak yang menunggu di depan ruangan untuk ikut test interview.
Aerin terdiam sejenak dan beberapa kali menghela napas, tak bisa ia pungkiri ada rasa pesimis bahwa ia akan lolos karena banyak saingan.
"Kamu harus bisa, Aerin!" gumamnya sembari duduk di bangku tunggu.
Kejadian enam tahun yang lalu telah menjadikan dirinya sebagai wanita mandiri dan tangguh. Tak hanya diusir oleh suaminya saat sedang menggandung buah hati mereka, tetapi juga dibuang begitu saja oleh keluarganya dan dianggap hanya sebagai pembuat aib.
Setelah itu, Aerin berusaha bangkit dan memulai kehidupan baru bersama buah hati yang sang suami titipkan di rahimnya. Butuh waktu lama, tetapi Aerin berhasil membuktikannya. Meskipun ia harus ponta-panting mencari sesuap nasi untuk putranya memiliki kehidupan yang layak serupa anak-anak lainnya.
"Aerin Citra Maharani!"
"Saya, Pak?" Wanita itu segera berdiri dengan senyuman lebar.
"Silakan masuk!"
"Iya, Pak," sahut Aerin.
Wanita itu menarik napas sedalam mungkin, lalu ia hembuskan perlahan. Langkah kakinya menuntun dirinya masuk ke dalam ruangan HRD.
"Silakan duduk, Bu Aerin!" ucap kepala HRD.
"Terima kasih, Pak." Aerin duduk seraya menarik napas sedalam mungkin.
Kepala HRD tersebut tampak membuka lembar demi lembar lamaran fisik Aerin. Ia tampak manggut-manggut ketika membaca identitas wanita yang ada di depannya ini.
Kepala HRD tersebut mengajukan beberapa pertanyaan untuk Aerin. Semua Aerin jawab dengan baik dan benar. Aerin memiliki kemampuan di atas rata-rata, tak hanya itu penampilannya juga menarik dan tidak berlebihan. Wajahnya tampak natural tanpa make-up tebal.
"Selamat ya, Bu. Anda diterima di perusahaan ini!" Kepala HRD tersebut menjabat tangan Aerin.
Mata Aerin terbata-bata dan terharu, tak menyangka bahwa ia akan diterima di perusahaan tersebut.
"Saya diterima, Pak?" tanya Aerin sekali lagi untuk memastikan.
"Iya, Bu. Anda diterima," jawab sang kepala HRD.
"Terima kasih, Pak," sahut Aerin. "Kalau boleh tahu, saya di bagian apa ya, Pak?"
"Ibu akan jadi sekertaris tuan presdir," sahut kepala HRD.
"Sekertaris?" Ulang Aerin memastikan.
"Iya, Bu. Benar!"
* * *
Aerin menuju meja kerja yang berada di depan ruangan presdir. Wanita itu duduk dengan senyuman manis sembari mencoba kursi berputar yang nanti akan menjadi tempat duduk ternyaman nya.
"Akhirnya aku diterima kerja di sini, aku bisa bayar pengobatan Ar pelan-pelan."
Wanita itu mulai menyalakan komputer yang ada di atas mejanya. Mengotak-atik benda pintar tersebut untuk melihat pekerjaannya.
"Ibu Aerin?" Hingga satu suara membuyarkan keseriusannya.
"Eh iya, Pak?" Aerin sontak berdiri ketika seorang pria berkacamata tebal berdiri di depan mejanya.
"Ibu sekertaris yang baru masuk hari ini?" tebak lelaki itu.
"Iya, Pak. Saya sekertaris baru," jawab Aerin dengan senyuman manis.
"Perkenalkan saya Cody, asisten tuan Alan. Saya yang akan membantu pekerjaan kamu nanti," ucap Cody mengulurkan tangannya ke arah wanita itu.
"Aerin, Pak," sambut Aerin dengan semangat dan antusias.
"Oh ya, Bu. Tolong kerjakan berkas-berkas ini, jika sudah selesai, nanti Ibu bawa masuk ke dalam ruang tuan Alan, tuan sudah menunggu di sana," jelas Cody.
"Baik, Pak."
Aerin mengerjakan tugas itu dengan sabar dan telaten serta teliti. Beberapa kali ia memastikan bahwa berkas yang ia kerjakan tak ada yang selisih atau salah.
Setelah selesai wanita cantik itu mengetuk pintu dan masuk ketika ada suara sahutan di balik pintu yang terbuat dari kayu jati permanen tersebut.
"Selamat pagi, Tuan. Ini berkas yang Anda minta saya kerjakan sudah selesai!" ucap Aerin meletakan berkas itu di atas meja lelaki yang tengah sibuk dengan layar laptop yang ada di atas mejanya.
"Baik, sim–" Lelaki itu membeku ketika melihat wanita yang berdiri di depannya ini.
"Alan?!"