Bagian Dua

2191 Kata
Dengan berbekal pendapat dari Gathan,seminggu kemudian aku menemui bos ku.Aku menyanggupi permintaannya untuk tetap bekerja sampai akhir tahun.Toh istri dari adik iparku yang baru saja menikah,menawarkan diri untuk menjaga Gibran selama aku masih bekerja. Semua berjalan seperti biasanya,Gathan masih sering pulang malam,mengeluh,dan aku masih diam tanpa protes apapun. Hingga suatu hari saat aku sedang meeting bulanan dengan salah satu suplier,Gathan mengirim sebuah pesan yang berisi permintaan maaf.Aku tidak mengerti apa maksud dari pesannya itu.Pagi tadi saat berangkat,kami tidak bertengkar. Setelah meeting selesai,aku menelponnya.Dia mengangkat didering kedua. "Ya sayang"dia menjawab panggilanku. "cieeee....iseh awan Than,mbok ora usah sayang-sayangan ndisek to...sing jomblo iki lho melas"suara ledekan seorang teman Gathan membuatku tertawa. "kenapa telpon mas?aku lagi meeting tadi,ini baru selesai"tanyaku "makan siang dimana?"tanyanya "nggak tahu,belum nemu temen makan"jawabku sambil berjalan ke ruanganku."kenapa chat minta maaf segala,emang mas salah apa?" "nanti kita omongin sambil makan siang.aku jemput sekarang ya" "oke" Gathan menjemputku lobi kantor,kami makan di tempat yang sering kami kunjungi ketika pacaran dulu. Selesai makan,aku bertanya soal isi chat nya tadi. "jadi,kenapa minta maaf?" "aku kayaknya nggak bisa Ra" "Nggak bisa apanya?" "kerja lagi.aku udah stres banget sama sistem yang baru ini.belum lagi pulangnya malem terus,aku capek banget" "ya kan masih menyesuaikan mas,nanti juga biasa"aku menenangkan seperti biasa. "aku resign ya?"tanyanya "ya jangan dong mas.dulu waktu gaji masih nggak seberapa aja mas jalanin,masa sekarang gajinya udah gede mau ditinggalin,kan sayang.lagian aku udah bilang sama bos mau resign akhir tahun,masa kita pengangguran semua"aku agak kesal menjawabnya. Seharusnya Gathan tahu bukan cuma dia yang kesulitan dalam pekerjaan. Lagipula apa yang diberikan perusahaan setimpal dengan apa yang Gathan kerjakan.Seharusnya itu menjadi hal yang wajar kan. Dan seharusnya dia berpikir kalau mencari pekerjaan itu sulit.Diluar sana banyak orang yang menginginkan ada di posisinya,tapi dia malah mau meninggalkan begitu saja hanya karena alasan dia tidak bisa mengikuti cara kerja sistem yang baru. Tapi seperti biasa,aku cuma bisa menelan semua protes itu sendirian. Kami diam cukup lama,aku dengan kedongkolanku,Gathan entah dengan apa yang dipikirkan otaknya. Aku menggenggam tangannya,berusaha membujuk. "coba lagi Mas,mungkin Mas belum benar-benar paham sama sistem yang baru.jangan resign dulu ya?" "tapi kalau aku udah bener-bener nggak bisa,aku resign ya?" Aku cuma bisa menghela nafas panjang.Aku tahu pernikahan bukan cuma soal materi.Tapi manusia tidak akan kenyang hanya dengan cinta kan? Apa sebagai istri aku terlalu egois dan memaksakan kehendak?Apa aku terkesan terlalu materialistis?Atau aku hanya takut hidup dalam kekurangan uang? Aku takut tidak bisa membelikan Gibran s**u formula terbaik lagi.Aku takut tidak bisa membayar asuransi pendidikan dan kesehatan Gibran lagi.Aku takut tidak bisa memasukkan Gibran ke sekolah terbaik.Dan bagaimana dengan biaya pengobatan ibunya yang 50% harus kami tanggung karena Gathan anak tertua. Aku takut semua rencana masa depan yang sudah ku susun hancur berantakan,hanya karena satu langkah yang Gathan ambil. Sejak pembicaraan itu,Aku jadi lebih sering murung dan kesal setiap melihat Gathan. Kenapa dia jadi se-egois itu?Apa dia tidak mengerti apa saja yang bisa hilang dari genggaman kami kalau dia tidak bekerja lagi. Satu minggu setelahnya,Aku mendapat telpon dari nomor yang tidak kukenal. "Halo" "Aira?"tanya orang itu "iya,ini siapa?" "Bagas" "ooh...pak Bagas,ada apa ya pak?" Aku ingat,saat Gathan meminta izin datang terlambat karena harus menambal ban motor,dia memakai ponselku untuk menghubungi Pak Bagas itu.Dan berhubung setiap hari aku ke kantor Gathan,maka aku cukup kenal dengannya. "barusan Gathan dari ruanganku ngajuin surat pengunduran diri,kamu sudah tahu?" Jadi Gathan benar-benar melaksanakan niat pengunduran dirinya. "oh,iya sudah pak" "kamu setuju?" "ya sebenarnya nggak lah pak,istri mana sih yang mau punya suami pengangguran.tapi ya,mau gimana lagi pak."jelasku "coba kamu bujuk lagi.maaf ya,bukannya mau terlalu ikut campur urusan kamu sama Gathan,tapi terus terang aku masih butuh dia di perusahaan" Aku berpikir sejenak,jika perusahaan masih membutuhkan Gathan,harusnya semua baik-baik saja kan. "ini suratnya nggak aku kirim dulu ke pusat sampai bulan depan.tolong Gathan dibujuk ya." "iya pak,saya usahakan" Sampai pulang,aku tidak membuka pembicaraan apapun mengenai telpon dari Pak Bagas tadi.Aku menunggu,apakah Gathan akan menyembunyikan masalah ini atau membicarakannya denganku. Tengah malam saat Gibran sudah tidur,tidak seperti biasanya Gathan menghampiriku di ranjang.Dia membelai rambutku dan mencium tengkuk ku sambil mengucapkan maaf. "Maafin aku.Aku nggak bisa kerja di tempat itu lagi"bisiknya Aku berbalik menghadapnya. "kenapa mas?" "Hari ini pak Bagas marahin aku di kantor"adu nya "terus?" "Ya aku kesel Ra,aku udah capek kerja masih dimarahin" "mungkin Mas memang salah,bos kan selalu benar" Setidaknya itulah prinsip yang aku dan teman-teman anut selama ini.pasal 1 ayat 1,bos selalu benar. Dia malah mengecup bibirku. "memang Mas salah apa?"tanyaku lagi "Aku udah kerja maksimal,secepat yang aku bisa.tapi di depan Pak Bagas aku nggak kerja apa-apa.dia bilang aku selalu selesai sampai malem,memang aku ngapain aja" Aku mengangguk tanda mengerti.Gathan memang seperti itu,perasaannya halus dan mudah tersinggung.Berbeda denganku,yang sudah tebal hati dan telinga jika berurusan dengan kemarahan bos. Sebagai orang normal,mungkin bukan hanya Gathan yang akan tersinggung jika ditanya seperti itu. "Jadi,Mas beneran mau resign?" "iya" "terus ntar gimana?aku juga udah ngajuin surat ke personalia" "ya nggak papa,nanti cari rezeki dari tempat yang lain."jawabnya sambil menurunkan lengan baju dan mengecup pundakku. Aku enggan menanggapi jawaban Gathan lagi.Mudah nya dia bilang seperti itu.Aku tahu Tuhan tidak pernah menukar rezeki hamba-Nya,tapi bukan berarti harus pasrah dan menggampangkan keadaan seperti Gathan kan. Setelah pembicaraan itu,Gathan menyentuhku.Sentuhannya menuntut seolah dia butuh pelampiasan atas kemarahannya terhadap Pak Bagas. Paginya,aku bangun dengan mood yang sangat berantakan.Aku terburu-buru menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk Gibran.Belum lagi aku harus menyeret anak itu ke kamar mandi,karena dia sudah mulai tahu caranya menolak mandi pagi. Sementara Gathan dengan santai nya masih bisa menyesap kopi sambil memainkan ponselnya. Saat tiba di kantor,salah satu rekan divisi ku ternganga melihatku. "Ra,lo habis kena badai di jalan apa gimana?tampang lo berantakan banget."katanya Aku menyisir rambut ku dengan jari,sambil mengecek agenda hari ini yang kutempelkan di styrofoam dekat tempat duduk ku. "Gue kesiangan, ko"jawabku "Lo sih,'maen' nggak inget waktu"Ko Dodi mengejekku. "Iya beneran Li,tuh liat tulang selangka nya Aira ada tato nya"Ko Dodi malah mengundang perhatian Bang Ali yang kini sibuk memperhatikan tulang selangka yang memang tidak tertutup kerah blazer ku. Aku hanya memutar bola mata malas untuk ledekan mereka berdua.Baru mereka berdua yang masuk ruangan,satu rekan ku lagi yang bernama Johan belum datang.Jika mereka sudah berkumpul,jadi lah mereka trio kwek-kwek yang obrolannya tidak jauh dari ranjang dan selangkangan.Dan sebagai satu-satunya perempuan di divisi ini,telingaku sudah cukup terbiasa dengan segala pembicaraan mereka. Mereka bertiga,Ko Dody,Bang Ali dan Johan,rekan satu divisi yang amat sangat menghiburku.Dibalik tingkah konyol sampai kegilaan mereka,mereka bisa mengembalikan mood ku jika aku sedang penat dengan segala tingkah laku Gathan di rumah.Tapi untuk urusan pekerjaan,kami bisa sangat saling mengisi dan siap menutupi kekurangan satu sama lain jika berurusan dengan kesalahan dan kemurkaan bos.Dan sebagai satu-satunya perempuan,hanya aku yang bisa memarahi mereka tanpa perlawanan. "Parah lo dek"Bang Ali yang paling senior di divisi ku mengelengkan kepala sambil berdecak. "berisik.udah gue mau kerja"Aku memarahi mereka sambil men-charger handphone ku. Ditengah kesibukan,Johan datang dan langsung menghampiri mejaku. "Mbak Ra,dicariin pak Iyan"katanya sambil menekankan kata 'dicariin' "kenapa?tumben amat bos pagi-pagi udah nyariin." "mana gue tau mbak,coba lo telpon dulu"jawabnya Aku menghidupkan handphone dan mendial nomor bos sekaligus anak tertua dari owner pusat perbelanjaan tempatku bekerja. Ada satu keunikan dari Pak Iyan itu,dia tidak pernah mau menggunakan fasilitas i-phone yang disediakan kantor.Dia lebih senang menghubungi via telpon pribadi. "Halo pak,bapak cari saya?" "Kamu dimana?sudah dikantor belum?"tanyanya "sudah pak,ada apa pak?"tanyaku lagi "ke kantor saya sebentar ya,ada tamu ini kita meeting sekalian"perintahnya "iya pak"jawabku Aku buru-buru menata rambutku dan menempelkan pelembab ke wajahku serta lip gloss agar tidak terlihat pucat.Tentu saja aku melakukan semua itu dengan menggerutu.Meeting di pagi hari akan menunda separuh pekerjaan yang biasa kulakukan di pagi hari. "ah elah...meeting pagi-pagi ngapain sih"Aku mengoceh sambil menyisir poni ku. "mampus lo mbak"Johan malah mengejekku "tutupin tuh tato pake rambut,ntar suplier nggak jadi meeting ngeliat tato lo"Ko Dody masih menggodaku "kampret"aku melemparnya dengan sisir. Setelah yakin dengan dandananku,aku menyambar note book kecil bersampul wajah 'Ariel Noah' yang selalu kubawa saat meeting. Letak kantor bos dan kantor ku lumayan jauh.Aku harus menyebrang area basemant parkir supermarket untuk sampai disana. Sampai di depan pintu ruangan yang terbuat dari kaca itu,Pak Iyan menyuruhku masuk sebelum aku mengetuk pintu. "Nah ini Aira yang akan membantu memilihkan produk yang bapak mau"dia memperkenalkanku pada seseorang yang sedang menunduk menikmati air mineral gelasnya. Dia mendongak dan terkejut.Aku,sama terkejutnya. "Loh Tomi?"aku menunjuknya "Airaa"dia menunjukku juga "Nah,kalian malah saling kenal"Pak Iyan memecah keterkejutan kami "Dulu kami satu kampus pak"Tomi memberitahukan bagaimana kami bisa saling mengenal. Setelah adegan itu,Pak Iyan memimpin meeting kami.Dari sini aku tahu,Tomi bekerja di kantor perusahaan listrik negara.Tujuannya datang adalah dia membutuhkan beberapa perlengkapan elektronik untuk menunjang fasilitas di kantor cabang baru yang akan ditempatinya nanti.Mengingat perannya untuk kantor itu,kurasa Tomi punya jabatan lumayan penting di sana. Dan karena kepentingannya itu,Aku dan Tomi saling bertukar nomor ponsel.Supaya dia lebih mudah menghubungiku jika butuh bantuanku. Selesai meeting,Pak Iyan memintaku mengantar Tomi melihat-lihat area supermarket khususnya divisi elektronik.Dia juga memintaku memberikan saran tentang barang apa saja yang cocok untuk sebuah kantor baru.Mulai dari AC,dispenser air,sampai televisi untuk CCTV. Setelahnya Tomi mengajakku makan siang.Sebenarnya aku enggan,tapi dia bilang anggap kita reuni.Jadilah aku menyanggupi undangannya untuk makan siang di salah satu restoran di pusat perbelanjaan tempatku bekerja. "Kamu apa kabar?"tanyanya disela-sela makan kami "Baik,kamu gimana?"tanyaku juga "seperti yang kamu lihat."katanya menunjuk diri sendiri."Aku denger kamu sudah nikah sama pacarmu yang itu?" "anakku sudah umur 2 tahun,Tom." "masa?kok masih aja?"dia menunjukkan ekspresi tidak percaya "masih aja apa?" "masih aja cantik kayak dulu" "apasih"aku menjawab sambil mengaduk minumanku "Kamu,kenapa belum nikah?kerjaan mapan,rumah ada,warisan banyak,apalagi coba?"aku bertanya padanya "Aku mau cari yang kayak kamu" "Aku tuh cuma satu-satunya didunia ini.nggak ada yang kayak aku lagi"jawabku pongah "Memang iya,nggak ada yang kayak kamu lagi"nada bicaranya seperti putus asa. "kalau gitu,aku tunggu kamu bilang kamu nggak bahagia sama suami mu aja.Terus aku yang bakalan bahagia-in kamu"sambungnya "heh,do'a nya jelek banget" Dia malah tertawa. Kalau kalian ingin tahu kenapa aku dan Tomi bisa punya obrolan seperti itu,Aku akan mengajak kalian mundur di 8 tahun kebelakang saat aku dan Tomi masih sama-sama ada di bangku perguruan tinggi. Saat itu kami masih sama-sama mahasiswa baru.Aku juga belum mengenal apalagi menjalin hubungan dengan Gathan.Seperti teman pada umumnya,karena sering ada di kelas yang sama,kami jadi saling kenal.Tapi sungguh aku tidak menyangka kalau diam-diam Tomi menaruh hati padaku seperti cowok-cowok yang dulu menjadi korbanku. Suatu hari di sela kesibukan kami mengerjakan tugas,Tomi sempat berbicara padaku tentang prinsip hidup yang dijalaninya saat itu. "Aku nggak mau pacaran sekarang,aku mau nya nanti kalau sudah mapan dan punya pekerjaan"katanya Saat itu aku menanggapi sambil tertawa.Lucu saja,ketika pada umumnya mahasiswa laki-laki seperti dia sibuk pacaran sambil kuliah,saling berlomba soal pacar siapa yang paling cantik,dan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan pujaan hatinya,dia malah punya prinsip seperti itu. "Yah Tom,keburu cewek yang kamu taksir disamber orang"kataku meledeknya. "Nggak papa disamber orangnya sekarang,yang penting ntar nikahnya tetep sama aku"jawabnya Tomi teman yang menyenangkan.Dia juga tampan,rahang tegas dan hidung mancung nya khas laki-laki jawa tulen. Siapapun cowok yang sedang dekat denganku,Tomi tidak pernah mempermasalahkannya.Tidak seperti cowok lain yang langsung mundur setelah kutolak cintanya dan melihatku dekat dengan cowok lain lagi.Kupikir saat itu,Tomi memang tidak memiliki perasaan apapun terhadapku.Kami hanya dekat karena murni pertemanan. Ketika aku dekat dengan Gathan dan Gathan yang mulai mengambil alih tugasnya mengantarku pulang pun,Tomi bersikap biasa saja. Sampai suatu hari Tomi bertanya padaku soal Gathan. "Yang sering jemput kamu itu cowok mu?"tanyanya "Iya.tumben banget kamu tanya-tanya"jawabku "kayaknya kamu serius pacaran sama dia" "kita udah mau lulus Tom,habis wisuda,kerja trus nikah.mau apalagi memangnya" Aku memberitahu Tomi tentang rencana masa depanku.Ya,memang itu yang ada dipikiranku.Gathan adalah jalan paling indah untuk lari dari rumah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN