Aku berlari menuruni tangga dengan langkah terburu-buru menghampiri James yang menungguku dengan motornya di pinggir trotoar samping lampu jalan, dimana tempat itu adalah tempat dimana aku sering menunggunya untuk menjemputku.
"Kenapa kau melepaskan sepatumu dengan membawanya seperti itu?."tanyanya ketika melihatku memegang kedua sepatu ku dengan kedua tangan saat aku sudah berdiri di hadapannya. Aku menoleh ke belakang dan melihat Jensen tengah berdiri di samping mobil hitam nya yang berada di pinggir trotoar dengan seorang sopir yang membukakan pintu untuknya. Dia belum masuk tetapi menatapku dengan bibirnya yang berkedut menahan senyum. Menggelikan sekali.
Haruskah aku mengatakannya pada James. Seseorang ingin darahku.
"Ayo pulang. Ceritanya tak masuk di akal."
"Apaa?."ucap James terheran-heran menatapku dengan kening mengerut. Aku naik di belakangnya yang kemudian menerima helm dari uluran tangannya lalu mamakainya cepat. Kemudian James melajukan motornya pergi.
"Apa kau baik-baik saja?."tanyanya dengan suaranya yang terdengar kecil karena kami sedang berada di jalan juga karena helm menekan telingaku.
"Y-ya.. Aku baik-baik saja. Hanya saja... Ada orang aneh."aku tidak mungkin kan bercerita padanya.
James kau tahu. Aku bertemu dengan seorang vampire yang kita kira mereka itu tidak nyata dan dia menginginkan darahku. James pasti menganggapku benar-benar sudah gila.Lebih parahnya tanpa kata dia akan langsung membawaku pergi menuju Elizabeth (rumah sakit untuk orang bergangguan jiwa).
"Orang aneh itu. Bekerja di perusahaan yang sama denganmu. Kalau begitu cari kerja di tempat lain saja."James memang sangat baik. Tapi kalau saja aku bisa. Kontrak itu mengikatku.
"Aku tidak bisa. Satu tahun. Jika tidak aku harus membayar dua kali lipat dari gajiku sebulan."Aku tahu ini gila, aku bahkan sudah merasa mulai gila.
"Pemerasan. Tidak adil."gerutunya. Ya memang tidak ada yang adil di dunia ini. Aku memilih diam, tidak menggubrisnya.
***
Karena tidak memasak. James dan aku mampir di Supermarket tempat Helen. Kami duduk di salalu satu kursi yang memang di sediakan untuk nongkrong, menikmati kopi atau sekedar mie instan.
Supermarket Helen menjual beberapa nasi, dan makanan yang bisa di panaskan. Helen datang dengan membawa kopi panas yang mengepul dan sandwich, mengambil tempat di sisi kiriku sementara James berada di sebelah kananku.
"Bagaimana pekerjaanmu?."
Aku menoleh padanya seraya mengunyah sandwich. "Biasa saja."Memang tidak ada yang spesial, tapi ada satu hal yang menggangguku, aku berharap dapat bertemu dengan seseorang yang membuatku bisa berkata tentang hal-hal di luar nalar ini, karena sepertinya aku mulai gila, ketika kembali mengingat hal itu nafsu makan ku hilang dan kini aku menaruh sandwithku di atas meja dan menguyah sisanya yang berada di dalam mulutku enggan.
"Benarkah? Tidak ada pegawai pria tampan di sana?."Pikiranku kembali melayang pada saat kejadian di lift dimana Jensen mengurungku dan wajahnya begitu dekat. Dia memang sedikit tampan. Aku tidak bisa menyangkalnya. Kulit putih pucat, rambut hitam gelam. Tubuhnya harum. Wangi parfumnya begitu kuat, ketahuan sekali harganya pasti begitu mahal.
Dan tatapan matanya yang begitu intens..
Astaga.
LIANA SADARLAH.
Aku menggelengkan kepalaku cepat, menyingkirkan pikiran-pikiran anehku. Ya tuhan apa yang kau pikirkan Liana. Kau memuji si makhluk penghisap darah itu. Kau pasti sudah gila. Benarkan, sepertinya aku harus mempertimbangkan diri untuk pergi menuju Elizabeth.
"Tidak ada. Semuanya tidak ada yang menarik minat dan perhatianku."
"Benarkah!."godanya yang membuatku menyipitkan mata ke arahnya.
"Hentikan itu!."ucapku memperingatkan. Helen malah terkekeh yang membuatku mendengus sebal. Aku mulai bertanya-tanya bagaimana jika dia tahu ada vampire sungguhan di dalam dunia nyata.
"Eumm... Aku mau tanya. Dimana Toko Buku daerah sini? Yang menjual banyak buku lengkap."
Helen menoleh padaku terkejut. Begitu pula dengan James.
"Sejak kapan kau tertarik dengan buku?."ucap Helen membuatku bingung. Apa dosa besar jika aku membaca buku.Ya... ya... memang aku tidak pernah menunjukkan betapa tertariknya aku dengan buku-buku. Situasi saat ini berbeda. Aku harus mencari informasi yang sangat penting. Seandainya saja aku bisa berbicara tentang hal ini pada mereka berdua. Aku baru sadar bisa seberat ini jika tidak bisa mengatakan suatu rahasia. Andaikan pria itu tidak bisa muncul tiba-tiba seperti ketika dia muncul di dalam Apartemenku dan menghilang bagai jin botol Aladin maka sudah pasti aku akan berteriak menjelaskan cerita aneh ini pada mereka berdua.
"Bukan seperti itu. Hanya ingin mencari informasi sedikit saja."Helen menatapku ragu, apa seaneh itu. Ini menjengkelkan. Dia masih menatapku dengan wajah bingungnya yang membuatku semakin dibuat kesal.
"Dua blok dari sini ada. Di dalam sebuah mall."sahut James. Ahh.. pria itu ada gunanya.
"Benar kata James."Helen membenarkannya.
"Okay... Terima kasih."Aku akan pergi ke sana segera.
***
Ini hari sabtu. Di sabtu sore jam 3. Aku pergi menuju Perpustakaan yang dikatakan James semalam. Di sini buku-bukunya cukup lengkap katanya. Aku berada di rak buku tentang emotologi Yunani kuno. Ternyata memang benar di sini benar-benar lengkap. Aku mengambil beberapa buku tentang vampire. Ada sekitar 7 buku dan cukup tebal. Aku melipat kedua kakiku, membaca buku dengan mencari posisi yang nyaman. Entah jam berapa sekarang, aku tak tahu, begitu tertarik mencari tahu tentangnya. Bukankah vampire memiliki kelemahan. Aku akan mencari tahunya.
"Begitu ingin tahu tentang diriku nona Megan."Wajahku mendongak dan seketika wajah Jensen berada tepat di hadapanku. Spontan wajahku menjauh..
BUK/
"akhh... Sakit."rintihku saat kepalaku membentur rak bukuyang berada tepat di belakangku. Aku menyentuh bagian kepalaku dengan kedua tanganku.Menyakitkan. Sial. Rasanya sakit sekali. Kenapa sih pria ini muncul di hadapanku dengan tiba-tiba. Aku kembali mendongak. Masih dengan kedua tanganku yang berada di kepala. Aku menatapnya sengit. Kesal. Apalagi melihatnya tersenyum geli melihatku kesakitan.
"Kenapa kau di sini? Apa kau menguntitku!."tuduhku. Sebelah alisnya mengernyit. Ia mengambil buku yang k*****a tadi dari pangkuanku, memperhatikannya tanpa minat. Hal itu membuatku bertanya-tanya ketika aku melihat ekspresinya yang melihat buku apa yang k*****a.
"Kenapa kau membaca hal semacam ini. Kau bisa langsung bertanya padaku kalau kau mau."Aku mengambil paksa buku itu dari tangannya lalu bergeser sedikit menjauh. Dia begitu manusiawi dengan penampilannya yang saat ini ia kenakan tapi tetap saja tidak boleh membuatku kehilangan mawas diri. Dia adalah vampire, satu kenyataan itu harus selalu ku ingat jika aku sedang bersamanya. Bagaimana jika dia menyerangku ketika aku tidak waspada. Aku bergidik ngeri lalu menatapnya dengan sengit.
"Pergilah. Jangan mengganggu ku."
"Kau tidak bisa menyuruh atasanmu pergi begitu saja."
"Lagi pula. Seorang pengunjung tidak akan pernah bisa memerintahkan sang pemilik untuk angkat kaki dari wilayah kekuasaannya."
Aku terhenyak. Lalu menyingkirkan buku yang sedang k*****a dari wajahku. Ya.. dia atasanku tapi ada hal lain yang membuatku penasaran.
"Kau pemilik Mall ini?!."Jangan bilang. Tolong jangan.
"Kau kecewa. Sayangnya begitu."Wajahnya mengerut menyesal dan membuatku kehilangan kata-kata. Vampire telah menguasai dunia... huaaaa...
Yang benar saja. Menyebalkan. Aku jadi mau segera angkat kaki dari sini. Aku baru sadar melihatnya mengenakan kemeja putih tanpa dasi dan jas serta celana bahan hitam. Mungkin dia sedang mengontrol keadaan Mall miliknya. Aku menutup bukuku lalu menaruhnya di pangkuan.
"Apa kau sedang lapar?."
Sudut bibir nya tertarik, tersenyum sedikit. "Hanya sebulan sekali. Tapi jadi ya karena kau ada di sini."
Aku menenggak salivaku kuat. Peringatan bahaya jelas sekali berdentang di kepalaku tapi tubuhku seolah Kaku, untuk beranjak pergi dari sini. Aku mengedarkan pandanganku, memastikan tidak ada yang mendengar percakapan kami. Aku berada di sudut ruang. Namun kaca besar tepat di sisiku. Mungkin dia menemukanku di sini karena melihatku dari kaca.
"Apa... Aku boleh bertanya sesuatu?."Dia tersenyum masam padaku. "Kau sudah betanya beberapa kali dan baru meminta ijin sekarang?."
Aku tahu ini salah. Tapi siapa peduli, pria ini memiliki banyak rahasia besar yang membuat otakku penuh dengan rahasia dan cerita-cerita bergenre fantasy. Jadi tidak apa bertanya padanya langsung! semoga saja ia tida menarik kata-katanya karena mengizinkanku untuk bertanya banyak hal yang membuatku penasaran sejak bertemu dengannya dan tahu siapa dia. "Baiklah.. Apa... Apa kau benar-benar seorang Vampire?."lirihku.
Dia terkekeh. Matanya nampak berkilat geli mendengar pertanyaanku. Ini tidak lucu, kenapa dia tertawa menyebalkan sekali.
"Menurutmu!."
Apa iya. Aku benar-benar tidak puas. Dia tidak pernah menjawab pertanyaanku melainkan menyuruhku untuk menebaknya sendiri. Ini menyebalkan.
"Apa kaum kalian banyak?."Aku tidak bisa menghentikan rasa penasaranku.
"Lumayan."
"Bagaimana cara membedakan kalian dan manusia?."
"Kau benar-benar sangat penasaran nona?!,"
Aku mengangguk. Alarm berbahaya berdenting di kepalaku mengingatkan apa yang akan aku hadapi jika masuk terlalu dalam, tapi rasa penasaran membuatku gila."Ada tato di bagian bahu sebelah kiri."
"Selain itu?."tanyaku. Hal itu terlalu sulit untuk mengetahuinya jika mereka menggunakan baju.
"Jika mereka memakai baju akan sulit melihatnya dan membedakan mana manusia dan vampire."ucapku.
"Kalau begitu lepas saja bajunya."
Aku berdecak lalu memalingkan wajahku yang membuatnya terkekeh.Percakapan bodoh. Aku menyesal bertanya padanya.
"Aku tidak akan mengatakan pada siapapun."Janjiku yang seketika membuatnya terdiam. Kedua matanya berubah tajam.
"Aku harap perkataanmu benar."ucapnya dan perkataan itu seolah menjatuhkan harga diriku. Apa wajahku terlihat seperti penipu.
"Aku sungguh-sungguh. Aku bisa menjaga rahasia,"Aku berjanji dengan sebelah tangan terangkat. Seolah bersumpah.
"Selain itu... Bagaimana cara membedakannya?."Bukan apa-apa, aku hanya mencoba untuk menjaga diri jika suatu saat ada vampire di sebelahku maka aku akan berlari dan menjaga jarak 5 meter darinya. Dia menarik tanganku, membuat kami berdiri.
"Ikut aku."katanya lalu menarikku pergi dari sana.
"Ta... Tapi bukunya belum ku rapikan."ucapku tak dihiraukannya.
***
Kami keluar dari Mall. Hari sudah gelap membuatku terkejut. Aku mengeratkan pegangan pada tali ransel berwarna hitam milikku. Sementara tanganku yang lain masih di genggaman tangannya.
"Jam berapa sekarang?,"
"Jam 9 malam."jawabnya tanpa menoleh padaku dan membuat langkahku terhenti .
"Benarkah!."ucapku heboh. Sangat terkejut. Aku tidak percaya sudah menghabiskan begitu banyak waktu hanya untuk membaca buku. Dia menoleh padaku, lalu kembali menarikku untuk mengikutinya.
"Kita mau kemana?."
"Ke suatu tempat. Bukannya kau mau tahu tentang kami."Aku mengangguk dan membiarkannya membawaku ke suatu tempat. Hanya berbeda blok dari Mall tadi. Kami sampai di sebuah Klub malam. Klub malam. Dia masuk begtu saja dan membuatku yakin, sekali lagi dia menunjukan betapa kayanya dia memiliki satu bangunan lagi di Seattle.
"Kau pemiliknya?!."
Dia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaanku. Klub ini sangat besar. Musik menghentak-hentak dengan keras. Ini pertama kalinya aku masuk ke dalam klub malam. Banyak sekali orang-orang di dalam sini. Menari dan minum-minum. Bau alkohol begitu menyengat membuatku mengerutkan hidung tanpa sadar. Aku tidak minum alkohol, tidak suka. Ayahku juga bukan seorang peminum. Jadi kami tidak pernah menyentuhnya. Bahkan appa James juga bukan. Jadi tidak ada yang mempengaruhi nya untuk mencoba. James ya. Tapi dia selalu memarahiku jika aku memegang gelas dan tak pernah mencoba membawaku ke tempat minum.
Wanita-wanita menari dengan baju minim mereka membuat ku bergidik. Aku tidak suka baju itu. Tapi mataku terhenti pada bahu mereka yang terbuka.
Tato.
Lambang itu berbentuk bundar dan memiliki ukiran runcing membentuk sebuah simbol, nampak bersinar terkena sorot lampu klub yang mengelilingi ruang. Tubuhku menegang. Membuatku menghentikan langkahku dan Jensen juga berhenti menarikku. Aku tak bisa bergerak mengetahui apa yang ku lihat saat ini. Semuanya memiliki tato. Aku melirik ke arah Jensen. Dia tersenyum dengan sudut bibirnya yang tertarik. Seperti senyuman licik yang membuat nyaliku menciut. Jensen sengaja membawaku kemari dan bodohnya aku mengikutinya tanpa protes. Dia benar-benar menginginkan darahku. Klub ini klub vampire. Kedua kakiku mengambil langkah mundur hingga bahuku menabrak dinding di belakang ku.
"vampire."gumamku hingga semua mata itu kini menatapku.