BAB 2 - Threat

2103 Kata
Aku mengikat rambut hitam sebahuku menjadi kuncir kuda, merapikan poniku di hadapan cermin, setelan cream yang di lapisi blazer berwarna orange. Aku siap bekerja. Setelah hari itu bahkan hingga hari kelima hari ini, aku baik-baik saja. Semuanya berjalan dengan baik dan vampire itu sedikit hilang menghantui pikiranku. Aku berada di bilikku, mengerjakan pekerjaanku dengan teliti. Tidak mau ada kesalahan. Telepon di atas mejaku berdering membuatku mengangkatnya masih dengan mengetik komputer dengan sebelah tanganku yang lain. “Halo selamat pagi dengan Liana bagian periklanan di sini.”sapaku. “Liana.”aku mengenal suaranya. Atasanku. “Ya tuan Gilbert.” “Bisa aku minta tolong. Ambil map plastik bening yang ada di atas meja kerjaku dan tolong antar ke lantai 25. Sekarang.”Aku sudah bisa menduganya, dia memang selalu melupakan sesuatu. “Tentu saja. Aku akan segara ke sana.” Setelah menutup telepon darinya aku bergegas mengambil map yang berada di ruangannya tepat di sebelahku. Map itu benarbenar berada di atas meja kerjanya, setelah memencet tombol lift untuk naik sebelah tanganku berpegangan pada dinding lift sementara tangannya lainnya mencoba membenarkan kakiku yang belum benar-benar masuk ke dala sepatu akibat aku melepaskannya tadi. Lift berdenting sebelum terbuka dan aku loncat masuk ke dalam dengan langkah terburu-buru. Ketika sampai di lantai 25. Seorang recepsionist berpakaian gaun hitam berdiri menyapaku. Bibirnya menyeringai namun tidak dengan matanya, aku tidak tahu kenapa tapi dia memperhatikanku cukup detail dari atas hingga ke bawah dan kembali ke mataku yang membuat alisku menyerngit. Aku terseinggung dengan caranya menatapku. “ada yang bisa saya bantu, nona.”pertanyaan nya dengan suara yang bisa ku pahami, berusaha ramah padaku, aku rasa dia pegawai baru. “oh ya. Saya di perintahkan untuk mengantar ini.” “Tuan Gilbert yang menyuruh anda?.” “Ya.” “Tunggu sebentar." Recepsionis itu menelepon sepertinya mengabari pada atasannya jika aku datang membawa apa yang mereka butuhkan. Aku berdiri di hadapannya seraya mengalihkan arah pandanganku ke sekeliling. Ruangan ini bernuansa putih dan biru. Begitu elegan dan bersih. Aku suka warna biru, warna ini membuatku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya. Aku sibuk mengamati dan diam-diam merasa kagum hingga ia berdehem dan membuatku kembali memperhatikannya yang kini menatapku dengan gagang telepon yang masih berada digenggamannya. “Langsung saja masuk. Lurus lalu belok ke kanan, di sana ada dua pintu kaca. Langsung saja masuk.”Dia tidak mau repot-repot mengantarku namun memaksaku untuk langsung mengigatnya. “Baiklah. Terima kasih." Aku pergi dari hadapannya untuk segera mengantarkan berkas ini dan kembali ke hadapan meja kerjaku. Langkahku terhenti sebentar saat menemukan dua pintu kaca buram yang ada di hadapanku. Lalu kakiku kembali melangkah dan meraih pegangan pintu yang kemudian ku dorong dan menemukan dua orang pria di sana. aku membungkuk hormat dan saat tubuhku kembali berdiri tegap, seketika itu juga tubuhku membatu. Baru saja aku berhasil melupakannya, sekarang sosok itu kembali muncul di hadapanku. Duduk di hadapan atasanku, yang kini sedang menatapku dengan tatapan yang sama ketika dia mengancamku akan menghisap darahku. Dia si vampire itu. Kedua tanganku mengerat, mencengkram map bening itu tanpa ku sadari. “Liana.”suara Gilbert memanggilku, membawaku kembali dari lamunan dan menyadarkanku bahwa aku kemari untuk mengantarkan map yang di perintahkan atasanku. “Y-ya...”sialnya, nada suaraku bergetar tanpa ku harapkan. Aku melangkah maju, kedua kakiku begitu berat melangkah. Seolah-olah aku sedang memberikan dengan sukarela darahku yang sangat berharga ini. jika dia adalah harimau maka aku seekor kelinci. Hebat. Aku yakin Gilbert tidak tahu siapa monster sesungguhnya yang kini duduk di hadapannya, jika dia tahu maka. Gedung ini tidak akan pernah ia sentuh. “kenalkan tuan Harden. Ini Liana Megan. Sekertaris baruku.” “Liana, ini direktur Jensen Harden, pemilik gedung ini dan yang akan menggunakan jasa periklanan kita.”Aku kehilangan kata-kata dan tak bisa menahan rasa keterkejutan ku dengan kedua bola mata yang membesar saat dia berdiri menjulang di hadapanku. “Senang bertemu dengan anda nona Megan.”sapanya, begitu ramah. Aku rasa dia tertawa sekarang di dalam hatinya dengan keras. Bertemu dengan mangsa adalah sesuatu yang membahagiakan bukan. Lihat dia mengincarku. Matanya menyala seperti seorang singa lapar yang menatap domba. Dosaku masih begitu banyak pada ayahku, aku tidak mau mati konyol di mangsa oleh seorang vampire. Apa bisa aku keluar dari sini. Kenapa kakiku begitu sulit untuk digerakan. Sialan. “Se.. seneng bertemu dengan anda juga tuan Harden.”sapaku seraya tersenyum tipis, biasanya aku bisa bersikap profesional dan tidak melibatkan perasaan pribadi namun rasanya begitu sulit ketika nyawaku menjadi taruhannya. Aku kesulitan bergerak. Siapa yang akan luwes saat seseorang yang mengancam ingin membunuhmu, mengincar darahmu sedang berdiri di hadapanmu saat ini. “Apakah kau betah bekerja di sini?.” ‘tadinya ya. Kupikir tidak saat ini saat aku melihatmu duduk di hadapan atasanku dan kenyataan kau adalah pemilik gedung ini. tidak terima kasih’ batinku menggerutu. Tapi aku malah menjawab. “Tentu saja. Perusahaan ini luar biasa dan, tuan Gilbert adalah atasan yang hebat.”jawaban bodoh macam apa ini. “saya permisi dulu. Saya hanya mengantarkan apa yang tuan Gilbert minta. Saya akan melanjutkan pekerjaan saya. Permisi.”pamitku dan anehnya langkahku begitu cepat hingga aku bisa dengan cepat menyentuh gagang pintu hanya dalam hitungan 5 detik. “ku pikir anda ingin ikut bergabung”ucap si vampir menyeramkan itu. Aku melirik Gilbert yang mengangguk. Mengizinkan ku untuk bergabung. “tidak terima kasih. Permisi.”jawabku. Aku harus kabur dan menyelamatkan diri. Seseorang harus menolongku saat ini. Huaaaaaaaaaaaaaa.  Aku bergerak menuju bilikku secepat kilat. Ini benar-benar rekor, aku pergi dalam waktu 7 menit dan kembali dalam waktu 3 menit. Aku membanting diriku ke kursiku dengan cepat. Begitu haus hingga menenggak air putih di gelasku hingga habis dalam satu tegukan. Kalau bukan karena perjanjian kontrak itu, jika aku keluar aku harus mengganti 2 kali lipat gajiku sebelum satu tahun berada di sini, aku pasti sudah angkat kaki dan pindah ke negara atau belahan bumi lain yang tidak ada vampirenya. “aku harus bagaimana sekarang.” *** “Aku pulang duluan Liana.”Wajahku mendongak dan mendapati Gilbert dengan tas selempang berbentuk persegi berwarna hitam di sebelah tangannya, ia sudah bersiap untuk pulang. “Hati-hati di jalan.” “kau baik-baik saja?.”tanyanya, apa wajahku terlihat buruk. “ya.. hanya sedang memikirkan sesuatu.”memikirkan nyawaku yang berada dalam bahaya. Direkturku menginginkan darahku. Bisa kau tolong aku. Panggil polisi atau panggil pengusir setan. “Masalah rumah?.”tanyanya lagi. Tidak. Masalah hidupku ya tuhannnn.... aku benar-benar frustasi. “ya. Begitulah.”Huaaaaaaaaaaaaaaaa bukan itu. “Andai aku bisa membantu. Kau bisa bercerita padaku. Jika kau ingin.”tawarnya. Dia begitu baik. Tapi jika aku menceritakannya maka detik itu juga aku akan mati. Terima kasih banyak. “Terima kasih.”jawabku bersungguh-sungguh tapi aku masih ingin hidup. “baiklah. Saat kau siap. Aku akan mendengarkan. Aku pulang duluan."Aku menganggukan kepalaku dan menatap kepergian Gilbert yang semakin menjauh. Gilbert lenyap di balik pintu kaca, meninggalkan ku sendirian dengan rasa frustasiku. Aku tidak pernah takut mati. Tapi,... melihat bagaimana dia menggigit pria itu di depan wajahku. Aku menjadi sangat takut. Begitu mengerikan di bandingkan melihatnya dari layar kaca atau layar lebar. Aku bangkit berdiri, mengirim pesan kilat pada James. ‘Dimana kau! Aku butuh tumpangan’ Aku berjalan cepat menuju lift seraya menatap layar ponselku. ‘Aku bukan supir pribadimu’ ‘JAMES!’ ‘Aku di bawah nyonya cerewet. Cepat turun. Atau aku akan pergi meninggalkanmu’ Aku tersenyum membaca pesannya. Bergegas turun dan pulang. menunggu lift membuat suasana hatiku cemas. Aku berdoa supaya tidak berpapasan dengannya. Kumohon.... ya tuhan sekali ini saja. “halo lagi nona Megan.” Ya ampun,.. sepertinya tuhan ingin aku mati malam ini. Ketika pintu lift terbuka baru saja aku ingin melangkah masuk dan berdoa. Apa dosaku terlalu banyak. Kenapa hal yang tak ku inginkan terjadi. Di dalam lift, dia berdiri dengan kedua tangan yang berada di dalam saku celananya. Setelan jas serba hitam, dan dasi berwarna biru tua yang terlihat dari celah jas nya. Tatapan matanya tajam, bibirnya tertarik sedikit, tersenyum sinis, atau bisa ku sebut sadis. “Ha... halo tuan Harden.”Aku bersikap seolah-olah aku bersikap begitu santai padahal. ‘Huuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.'batinku menjerit frustasi. Bagaimana bisa.. Kenapa hal ini terjadi padakuuuuu. “Masuklah. Mau sampai kapan kau berdiri di sana?.”Harusnya aku berlari atau menunda untuk lift yang lainnya, tapi bodohnya aku malah melangkah masuk untuk bergabung bersamanya di dalam sana. Aku berdiri di sudut ruang, menjaga jarak sejauh mungkin walau tak bisa berharab begitu jauh karena lift ini berbentuk persegi yang tidak begitu besar. “Masih mengingatku.”gumamnya saat pintu lift tertutup. Aku tahu apa maksudnya. Membahas peristiwa malam itu tentunya. Tapi aku pura-pura tidak mengingatnya dengan menjawab. “Ya. Kita baru bertemu beberapa jam yang lalu saat saya mengantar map itu untuk Gilbert di ruangan anda.”jawabku tanpa melihat ke arahnya. Kedua tanganku mencengkram tali tas selempang berwarna coklat yang ku pakai. Aku tahu dia sedang menatapku, aku pura-pura tidak peduli. Aku tahu ini konyol, tapi aku sangat berharap memiliki jurus untuk menghilangkan diri. “Masih merahasiakannya. Karena,... saat ini aku menjadi lebih bisa mengawasimu.” Aku terdiam, tidak berniat untuk membalasnya, mataku terpaku hanya untuk menatap nomor lantai pada layar yang berada di atas pintu. Kenapa begitu lamaaaaaaaaaaaaaa... Baiklah, aku benci hidup dalam ketakutan. Lima hari ini begitu terasa mencekam bagiku. Aku menghadap ke arahnya dan begitu juga dengannya yang berputar menghadap ke arahku. 'Aku sudah tidak tahan lagi.'batinku. “Aku tidak peduli tentang rahasiamu, apakah kau seorang vampire, drakula atau kau adalah seorang monster, manusia serigala atau lainnya makhluk yang suka membunuh manusia. Aku tidak peduli.""Aku tidak akan memberitahukannya pada siapapun. Jadi berhenti menghantuiku dengan ancaman kau ingin darahku. Aku ingin hidup tenang.. kau seolah menjadi bayangan mimpi burukku." "Aku menghormatimu karena kau si pemilik gedung tempatku bekerja. Aku membencimu karena kau ingin darahku. Curahan hati ini aku ucapkan karena aku sudah tidak tahan lagi. aku benci hidupku tapi aku tidak mau mati konyol karena kau menghisap darahku.” Hnnnngggggg..... Aku memejamkan mata. Apa yang sudah aku katakan. Dia menatapku geli dengan bibirnya yang berkedut. Sialan. Aku malu sekali. Setalah dia membuatku takut, kini dia membuatku malu. Aku menutup wajahku dengan tasku. Menghembuskan nafas kasar lalu menghadap ke arah pintu lift. “ckck...”dia terkekeh. Si vampire itu mentertawaiku. Aku malu sekali. 'Kau bodoh Liana. Kau benar-benar bodoh. Mempermalukan dirimu sendiri di depan orang yang ingin darahmu itu sangat tidak keren. Harusnya aku bersikap galak. 'Batinku frustasi. “Ekhem. Apa kau tidak takut padaku!”tanyanya. Apakah aku masih harus menjawab pertanyaan itu. Aku menyingkirkan tas ku dan kembali menghadapnya berusahaan menjadi galak. Aku menjawab dengan lantang dan penuh penekanan. Nenekku pernah berkata manusia berada setingkat lebih tinggi di bandingkan iblis, manusia tidak akan kalah. “tidak.” Dan seketika dia menawanku. Berdiri begitu dekat di hadapanku dengan sebelah tangan yang berada di sisi wajahku sementara tangan lainnya berada di sisi tubuhku. “tidak ada istilahnya seorang pemburu melepaskan begitu saja tawanannya. Begitu pula denganku.” Aku menalan salivaku begitu kuat, kedua mataku fokus menatapnya. Rasanya nyaliku menciut berada begitu dekat dengan ajalku. Bibirnya begitu dekat dengan telingaku, berbisik membuatku mengalihkan wajahku. Aku rasa nenekku salah. “Aku suka aromamu. Darahmu manis” Aku bergidik ngeri, mencoba mendorong tubuhnya agar menjauh dariku. Tapi tubuhnya seolah terbuat dari beton. Tidak bergerak sedikitpun. Dia baru saja memuji darahku. Haruskah aku berterima kasih padanya. ini konyol, aku bahkan tidak tersanjung mendengar hal itu.  “Bisa kau menjauh dariku. Seharusnya makhluk tidak benyawa itu berada di alam baka, bukan di alam manusia.”ucapku. Sok berani. Boleh aku menghajar mulutku sendiri. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku berkata seperti ini. Ya tuhan.. Liana Megan kau benar-benar kurang ajar. “lihat siapa yang berbicara. Baguslah aku sedang tidak lapar. Jika ya. Aku jamin kau tidak akan pernah bisa keluar dari dalam lift ini.” “apa itu ancaman!.”Terdengar bersemangat apa kau akan mati. “tolong, jangan ganggu aku lagi. tolonglah... jangan campuri kehidupanku. Ayo kita berjalan di jalan kehidupan kita masing-masing.” “jangan campuri kehidupanku, dan aku tidak akan mengatakannya pada siapapun. Aku akan bersikap seolah aku tidak mengenalmu.” “apa kau sedang bernegoisasi denganku?!.”Pertanyaan bagus, aku tidak berharap bisa bernegosiasi dengan seorang vampire. Tapi nyawaku berada di ujung tanduk. Aku memejamkan mataku erat, lalu menatapnya lagi. “biarkan aku pergi.”ucapku lirih penuh harap. “Bagaimana kalau aku tidak bisa!” ‘APAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!’ keterlaluan. “A.... apa maksudmu!.”Aku kembali menatapnya, nyaliku menciut namun aku tetap menjawab pertanyaannya. Aku tergagap. Mendadak otakku seolah kosong. Apa yang maksud perkataannya barusan. “kau adalah manusia paling menarik yang pernah ku temui. Aku mau kau.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN