Si Sahabat Kecil

1730 Kata
Kejadian hari Jumat kemarin membuatku takut jika sewaktu waktu aku bertemu dengan kakak iparku. Akhirnya sekarang aku membatasi diri agar tidak sering keluar rumah. Aku patut bersyukur karena sampai sekarang mas Ardi tidak mencurigai apapun. Seperti biasa mas Ardi sangat sibuk sekali dengan pekerjaannya, sebagai direktur di perusahaan keluarganya. Aku tidak mempermasalahkan kesibukannya, karena mas Ardi bekerja untuk aku sebagai istrinya. Tapi terkadang aku juga kesepian, aku ingin memiliki seorang buah hati yang lucu-lucu meskipun aku harus mengorbankan tubuh indahku, tapi tak apa aku rela. Akhir-akhir ini mas Ardi menjadi dua kali lebih sibuk dari biasanya, mas Ardi sering pulang larut malam. Bahkan kemarin malam mas Ardi tidak pulang. Aneh sih tapi aku tidak curiga soalnya perusahaannya akan merilis produk baru. Aku jadi bete sering ditinggal mas Ardi sendiri. Pada awalnya sebelum menikah aku berprofesi sebagai model, tapi setelah menikah aku memutuskan untuk resign karena ingin fokus mengurus keluarga kecilku. Namun, sekarang aku malah jenuh dengan rutinitas ku yang itu-itu setiap hari. Makan, tidur, shopping, sungguh sangat membosankan. Aku beranjak dari balkon tempatku melamun tadi, dan akan bersiap untuk pergi. Aku ingin merefresh otakku dengan perawatan di salon. Hari ini aku memakai celana pendek sebatas paha serta memakai tangtop putih yang dibalut cardigan sepaha. Oke, aku sudah siap. Saatnya bersenang senang dan membahagiakan diri sendiri. Aku membawa mobil sendiri karena lebih leluasa juga. Setelah satu jam terjebak macet, akhirnya aku sampai juga. Saat ini pukul setengah dua belas, sebentar lagi jam makan siang setelah dipikir-pikir aku memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu di restoran Jepang. Aku lebih suka memilih meja di tempat paling sudut, menurutku lebih nyaman saja mengamati semua orang secara keseluruhan. Setelah memesan menu, aku menunggu sambil bermain ponsel untuk Selfi dan mempostingnya aplikasi sosmed ku. Baru saja di post sudah banyak sekali yang mengomentari fotoku, ada yang bilang cantik, gombal, namun kebanyakan mereka mengomentari pakaianku yang seksi. Aku terkekeh memperhatikan komentar mereka, aku sangat suka sekali jika dibilang seksi. Aku pun heran dengan diriku sendiri. Akhirnya pesananku pun tiba. Baru saja aku akan memakannya, tiba-tiba aku melihat mas Ardi memasuki restoran.  kemudian duduk di dekat pintu masuk. Mungkin mas Ardi akan makan siang sambil meeting seperti kebiasaannya. Kepalaku masih berpikir positif pada suamiku itu. Sepuluh menit kemudian, datang seorang perempuan yang memakai pakaian seksi dan sangat ketat. Setelah kulihat lebih teliti ternyata itu adalah sahabat kecilnya suamiku, yaitu si Sahira. Aku mengamati dari kejauhan, kulihat mereka berbincang sebentar dan tak lama pesanannya datang. Aku membuka ponsel lalu segera mengirim chat pada suamiku itu. Risya : Sayang makan siang bareng yuk, aku ke kantor kamu yaa ... Coba kita lihat apa balasan dari dia, aku hanya penasaran apa ia akan berbohong atau jujur. Kulihat ia membuka ponselnya dan mengetikan sesuatu di ponselnya. Suamiku : Maaf sayang gak bisa, soalnya aku lagi makan siang sama klienku. Maaf yaa sayang lain kali oke. Beberapa emoticon cium juga live dia kirimkan. Hmmm... Mungkin mereka mau me time pikirku masih positif thinking. Kuketikan kembali balasan dari ku. Risya : Oke sayang gpp, love You. Kulihat dia hanya membuka chatku tanpa membalasnya. Aku tidak terlalu curiga karena suamiku sering begitu. Makananku sudah habis setengahnya dan aku sudah kenyang. Aku kembali mengamati dimana meja suamiku berada. Setelah membayar billnya mereka pun pergi dari restoran. Tuh, 'kan suamiku hanya makan siang saja bersama sahabatnya tidak lebih. Akhirnya hatiku kembali tenang. Kuteruskan niatku untuk merilekskan pikiran, namun setelah aku pikir-pikir spa sepertinya cocok untuk saat ini deh, kayaknya agak pegel juga nih badanku. Setelah sampai aku langsung memilih pijit dahulu lalu sebelum perawatan tubuh, wajah sampai rambut. Setelah masuk ruangan aku disuruh ganti pakaianku dengan handuk. Aku pun mulai tengkurap di kasur yang sudah disediakan. "Maaf yaa mbak." Ucapan itu terdengar sangat gugup sekali. 'Lho kok suara laki-laki sih.' refleks aku menoleh ke belakang. Astaga! "Kok masnya sih, si mbaknya kemana ya?" tanyaku cepat. "Iya, mbak. Sekarang diganti, jadi yang mengerjakan saya." Si mas therapist itu menjawab dengan tegas namun pelan. Kulihat dia sedikit meneguk ludahnya dengan susah payah. Aku jadi sedikit ragu, apakah aku harus melanjutkan acara pijatan ini? "Saya akan melakukannya dengan profesional, mbak. Jadi, Mbak tenang saja." Alisku mengernyit. Apa dia tahu isi kepalaku? "Oohh ... ya sudah, tapi hati-hati, ya." Dia mengangguk pasti. Namun, jujur sedikit ngeri juga ya dipijat laki-laki tapi apa boleh buat. Ini pengalaman pertamaku. Si mas sudah membaluri tubuhku dengan oil khusus pijat. Gelenyar cairannya jatuh menyentuh kulitku yang terbuka. Seketika aku jadi merinding merasakan dinginnya saat oil itu jatuh dikulit tubuhku. Perlahan tapi pasti gerakan tangannya mulai memijat tubuhku. Sensasi aroma terapi serta pijitan-pijitan lembut membuat badanku perlahan relaks. Beban di seluruh tubuhku seakan diangkat satu persatu. Sangat nikmat sekali. Ku pejamkan mata perlahan untuk menikmati nikmatnya setiap pijitan yang di rasakan kulitku. Duhh, enak sekali rasanya sampai aku dibuatnya mengantuk. "Maaf mbak." Ucapnya saat dia membenarkan letak handuk yang kupakai. Aku mengangguk pelan, lalu pijatannya kembali kurasakan. Setelah selesai pijat aku kembali dengan serangkaian perawatan lain untuk memuluskan tubuh dan juga wajahku. Ini semua aku lakukan agar mas Ardi tidak berpaling dariku. Bukankah mempercantik diri untuk suami sangat dianjurkan. Jadi beginilah pekerjaanku sehari-hari selain tidur dan makan pokoknya. Beruntunglah therapist laki-laki itu tidak berbuat aneh-aneh kepadaku. Hingga tidak ada sesuatu yang aku rasakan selain rasa nikmat dari setiap pijatannya. Karena pekerjaannya yang baik, aku sedikit memberi tips lebih padanya. "Terimakasih, ya, mbak." Katanya dengan mata berbinar. Aku mengangguk sebagai jawabannya lalu segera pergi dari salon tersebut. **** Setelah sampai dirumah aku menemukan mobil mewah terparkir di rumahku. Mobil yang familiar, namun aku lupa siapa empunya. Perlahan langkah kakiku membawa diri ini masuk ke dalam rumahku sendiri. Perasaan tidak enak muncul di hatiku. Ada apa ini, kenapa aku menjadi tidak enak hati? Pintu sudah terbuka lebar, hingga aku tak perlu repot-repot membukanya. Seketika bola mataku membulat. Degup jantungku berdetak kencang, sampai rasanya sangat sakit sekali. Kepalaku mendadak pusing. Untuk apa orang ini ada di dalam rumahku? "Mas Randi, ngapain kamu kesini mas??" Tanyaku ketus. Tidak perlu lah bersikap sopan santun kepadanya. Rasanya aku sudah muak walau hanya dengan melihat wajahnya. "Tenang sayang, aku hanya merindukanmu." Tukasnya santai. Dia duduk bersandar di sofa ruang tamuku. Senyum menyebalkan itu selalu terpatri di wajahnya yang tampan namun memuakkan. Tidak-tidak aku berpikir apa sih? Sudah gila kali aku memuji dirinya. "Cih. Kalau tidak ada hal yang penting, sebaiknya kamu cepat pulang!" Kataku menahan amarah yang meletup-letup. Berani sekali dia datang kemari lagi? Tidak puaskah dia telah membuat aku merasa bersalah pada suamiku, karena ulahnya? Dia berdiri, namun sepertinya tak mengindahkan ucapanku tadi. Kini wajahnya berubah datar dan dingin, tatapan yang sedingin es itu terasa menusuk tubuhku hingga membuatku terpaku. Aku tidak tahu, kenapa aku tidak langsung menghindar saja. Namun,  kedua kakiku seolah mengkhianati tubuh ini dengan susah di gerakan dan hanya mampu terdiam. Dia mulai mendekatiku, secara tak sadar aku refleks mundur. Degup jantungku mulai berdebar kuat. Aku takut dia kembali menerjang ku di saat suamiku tidak ada di rumah. "Berhenti mas, atau aku teriak!" "Coba saja, aku yakin tidak ada orang disekitar sini?" Sial, benar juga. Biasanya jam segini para pelayan di rumahku akan beristirahat di paviliun belakang rumah. Namun, akan kembali jika waktu makan malam tiba. "Stop! Aku mohon, mas. Kasihanilah aku!" Namun, dia berotak bebal. Dia tetap mendekatiku sampai aku terbentur tembok di belakangku. "Tenang sayang, jangan takut apalagi berteriak nanti mereka akan tahu perbuatan kita sayang." jawabnya sembari menyeringai. Nafasku memburu, sebisa mungkin aku menghindar. Namun, gerakan ku kalah cepat. Dia berhasil menangkap satu tanganku, lalu menahan tubuhku kembali ke tembok. Perlahan tangannya menyingkirkan rambut-rambut yang menghalangi wajahku. Refleks ku pejamkan mata dengan kuat. Deru napasnya, menerpa wajahku yang sangat dekat sekali dengan wajahnya. Aku sangat takut sekali. Seharusnya, aku tidak masuk saat tahu ada mobilnya terparkir di depan rumahku. Apakah nasibku akan kembali sial? Ya Tuhan, aku mohon jangan biarkan dia kembali bertindak sesuka hatinya. Berikanlah pertolonganmu. Doaku dalam hati. Setelah menenangkan hati sejenak. Kukumpulkan seluruh kekuatanku untuk mendorong tubuhnya dari tubuhku. "Lepas! Aku tidak sudi berdekatan denganmu!" Jeritku. Suaraku terdengar bergetar karena aku sangat ketakutan. Namun, usahaku membuahkan hasil. Tubuhnya terdorong walau hanya beberapa langkah. "Sayang aku tidak akan menyakitimu." Ucapnya pelan. Apa yang dimaksud dengan tidak menyakiti itu adalah menyetubuhiku? Ku rasa dia salah besar dengan pemikirannya itu. "Tidak mas! Kamu itu kakak iparku. Harusnya kamu sadar itu!" "Iya memang benar, tapi aku tidak pernah menganggap kamu adik iparku sayang." Dia kembali mendekatiku. Namun, kali ini aku lebih cepat. Segera aku menghindar hingga dia tidak lagi bisa dekat denganku. "Kamu sudah g*la, mas!" Jeritku kalut. Dia tertawa pelan. "Ya, aku memang sudah gila. Tapi, itu karena kamu. Jadi, sekarang, kamulah yang harus bertanggung jawab.!" "Dasar g*la! Cepat pergi dari rumahku." "Tenang sayang. Jangan emosi seperti itu. Sebaiknya kita bicarakan dengan baik-baik." "Aku tidak mau." Tinn ... Tinn ... Suara klakson mobil membuat perasaanku lega. Akhirnya mas Ardi pulang, hingga aku bisa terbebas dari laki-laki m*sum itu. Segera aku berlari keluar untuk menyambut kedatangan mas Ardi. Ya Tuhan, terimakasih karena engkau telah menyelamatkan aku dari terkaman buaya seperti kakak iparku itu. "Sayang mas Randi sudah sampai kesini belum?" Tanya suamiku saat aku tiba dihadapannya. Setelah mengatur napas yang naik turun. Aku mengangguk lalu tersenyum pada suamiku. Mas Ardi mendekat lalu memelukku seperti biasa saat dia pulang bekerja, serta tak lupa kecupan hangat yang selalu aku tunggu-tunggu. Setelah itu tangannya merangkul pinggangku. "Ada mas, tuh di dalem baru aja sampai sini. Memangnya ada apa mas tumben mas Randi kesini?" Tanyaku penasaran. "Biasa sayang masalah kerjaan." katanya santai lalu mengajakku untuk masuk. Haduh malas sekali jika aku harus kembali berhadapan dengannya. "Hai, mas, sorry lama tadi agak macet sedikit." Suamiku langsung mengajak mas Randi ke sofa dan mulai membicarakan urusan bisnis yang dikatakannya tadi. Setiap gerakan yang kulakukan, aku merasa ada sepasang mata yang memperhatikan gerak-gerik ku. Aku sangat yakin, mas Randi memperhatikanku dari kejauhan meskipun ini sudah ada suamiku dihadapannya. Sungguh laki-laki yang tidak tahu malu sama sekali. Cepat-cepat aku pergi ke dapur untuk menghindari tatapan kurang ajar itu. Dan, tentu saja aku harus menghidangkan minuman juga beberapa  camilan pada kakak beradik itu. Tak berapa lama aku pun selesai lalu segera membawa minuman dan camilan itu ke ruang tamu. "Nih, mas kopinya diminum ya ... ." kataku berbasa basi. Ingin sekali aku mencolok matanya yang sedari tadi menatap penuh gair*h ketika aku meletakan kopi. Setelah selesai semua aku pun langsung pergi ke kamar. "Mas aku tinggal, ya." Ucapku pada sang suami. Dia mengangguk menanggapi perkataanku. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN