Ia tidak bisa membayangkan betapa membosankannya hidup selama itu. Sampai sekarang pun ia masih memikirkan seperti apa kehidupan Tiffa setelah kematiannya dulu.
Tiffa tersenyum pahit sambil mengambil beberapa batu dan melemparkannya ke bawah tebing.
“Tidak… Aku hidup dalam penyesalan jika kau lupa dengan ceritaku kemarin.” Rivaille sengaja bergeming karena tidak puas dengan jawaban Tiffa.
“Saat pamanmu datang menemuiku di kantor kerjaku, dia memberiku sebuah penawaran buku pengetahuan yang ada di kerajaannya… Lalu aku menyetujuinya begitu saja.”
Rivaille langsung tertarik dengan topik kali ini. Ia jadi lupa bertanya bagaimana paman dan ayahnya bisa membawa Tiffa dan Vian ke lembah yang sunyi ini.
“Buku pengetahuan? Apa yang kau cari selama ini?” Tiffa menggenggam tangan Rivaille dengan erat.
“Pengetahuan untuk menghidupkan manusia.”
Rivaille langsung membalas genggaman tangan Tiffa. Tampaknya wanita luar biasa yang ternyata rapuh ini berjuang keras untuk mewujudkannya.
“Aku terus mencari dan mencari selama ribuan tahun. Tapi aku tak kunjung menemukannya.” Tiffa jadi teringat dengan semua perjuangannya saat mencari tahu dulu.
“Lalu apa kau mendapatkan petunjuk?”
“Ya. Petunjuk yang membuatku terus berharap bahwa aku masih berkesempatan untuk membangkitkanmu walau hanya sesaat.”
Ia juga ingat bagaimana Vian yang terus memarahinya karena obesesinya yang berubah untuk mencari petunjuk. Semua pengetahuan sudah Tiffa coba.
“Aku menemukan satu petunjuk. Dari seorang manusia abadi, tapi bukan ras vampir. Dia manusia biasa yang menggunakan tubuhnya sendiri untuk bereksperimen.”
Entah kenapa Rivaille jadi teringat dengan seseorang.
“Maksudmu… Frankenstein?”
Kedua mata Tiffa langsung membelalak kaget. Tidak menyangka Rivaille akan tahu nama itu.
“Kau mengenalnya?” Rivaille juga ikut terkejut.
“Ya. Dia bekerja padaku selama ini di ruang bawah tanah.”
Tiffa tertawa hambar. Tidak menyangka jika manusia abadi itu ternyata disekap oleh Rivaille di ruang bawah tanahnya.
“Aku selama ini mencarinya!”
Rivaille menggelengkan kepalanya juga tidak percaya dengan kebetulan. Mereka berdua lantas tertawa walaupun itu tidak lucu sama sekali.
“Aku akan menjelaskan seperti apa rupa aslinya… Dia berkulit putih pucat seperti kita. Dia sedikit lebih pendek dariku.”
Pada akhirnya mereka berdua malah sibuk menggibahi Frankenstein daripada bermesraan di pinggir tebing.
-Kerajaan Heddwyn-
Setelah kemenangan mutlak yang tentunya dimenangkan oleh Heddwyn, pasukan pun kembali berpesta pora. Tentunya pesta dipimpin oleh Vian yang memang tugasnya sebagai tim hore dan makan-makannya saja.
Suasana kerajaan yang kemarin sangat suram akibat gosip yang beredar, akhirnya aura di dalam kerajaannya mulai berwarna. Termasuk kedua kakak beradik yang akhirnya juga kembali akur bersaudara.
Gosip kakaknya yang selalu terdengar buruk itu sekarang berubah menjadi puji-pujian. Vian tentunya memaklumi itu karena semua vampir bahkan manusia sekalipun akan merasakan hal yang sama jika ada di posisi mereka.
“Kak! Bagaimana jika besok kau mengajariku bertarung? Aku ingin belajar sret! Sreet! Sret! sepertimu juga.” Ucap Eredith yang membuat Vian malu sekali. Apa maksudnya dengan Sret sret itu?
“Tidak. Aku tidak sedang membuka lowongan menjadi muridku. Sebaiknya kau minta ajari saja pada Tiffa. Aku meniru kehebatan gaya pedang dan tombaknya.”
Elunial yang duduk di samping Vian membuang muka ke arah lain. Sudah sejak satu jam yang lalu gelas minumannya tidak juga habis. Bukan karena tidak enak, tapi karena ia mual melihat kakak keduanya yang tiba -tiba mengidolakan Vian.
Jika mengidolakan Tiffa, Elunial masih memakluminya karena Tiffa memang hebat dan kuat. Tapi Vian? Dilihat dari wajahnya saja Elunial sangat meragukannya.
Lalu lihat lah bagaimana vampir yang sudah bau abu itu berbangga ria setelah kakak keduanya terus memuji. Kepalanya mungkin bisa terus tumbuh sampai ke langit -langit aula.
“Lebih baik Kakak berlatih dengan Tiffa saja. Dia lebih bisa dipercaya dibandingkan vampir di sebelahku ini.” Vian lantas menoleh lengkap dengan aura pertarungan yang sengaja dilayangkan untuk Elunial.
“Tidak perlu sampai seperti itu. Mengaku saja kalau kau ingin diajari olehku juga.” Ucap Vian percaya diri sampai langit ke tujuh.
Elunial langsung menjauh dan sengaja pindah tempat duduk dengan vampir di sebelahnya karena sudah terlalu ilfeel dengan tingkah Vian.
"Kalau begitu kita sepakat akan berlatih besok?" Tanya Eredith masih gigih meminta Vian untuk menjadi gurunya.
Vian sendiri sebenarnya risih dengan Eredith yang terus menempelinya seperti anak bebek. Hanya karena kemarin ia membujuknya untuk pulang, dia sekarang seperti salah induk.
“TIdak, tidak. Aku tidak akan mengajari siapapun. Dan juga, aku ini pria tampan yang sangat sibuk. Jadi aku tidak punya waktu untuk mengajari bocah kecil seperti kalian.” Ucap Vian tidak bisa lagi dibantah oleh Eredith.
Sebenarnya besok ia harus pergi ke suatu tempat bersama Tiffa. Karena jika tidak segera hadir ke tempat itu, dalam waktu dekat mereka yang akan mendatangi dirinya.
Tapi dugaan Vian meleset jauh. Saat ia akan meneguk lagi minuman dari botol langsung, tiba-tiba kakaknya sudah berada di depan meja dengan Rivaille.
“Ck! Apakah kau akan mela-”
Brakk!
BOOOMM!
“AARRGGHH!”
“ELUNIAL!”
Sebuah ledakan tiba-tiba meluluh lantakkan bagian timur kastil. Reruntuhan akibat robohnya bangunan itu membuat langit bisa menyaksikan ketegangan di dalam aula.
Semua terjadi begitu cepat. Tiffa yang baru saja tiba langsung diserang oleh vampir misterius. Vian sempat kehilangan arah ketika vampir itu sudah menarik Elunial ke sisinya.
Karena Eredith berada dekat dalam jangkauan tangannya, Vian langsung menariknya cepat. Sedangkan Tiffa sudah berdiri di hadapan Rivaillle. Mata Vian dan Tiffa seketika berubah mereh.
“Apa yang terjadi?”
“Apa kita baru saja diserang?”
Vian berdiri dengan posisi siaga sekali sambil sesekali melirik ke arah vampir lain yang berhasil selamat dari ledakan tadi.
“Tiffa Yovanka, Vian Yovanka. Atas nama The Condescendent, kalian berdua ditangkap atas pelanggaran perjanjian mutlak tingkat berat.”
Elunial tidak bergerak sedikitpun. Kedua tangannya ditahan di belakang punggungnya sedangkan ia dipaksa menunduk ke bawah. Eredith masih belum bisa memilah apakah yang terjadi di aula Heddwyn.
Rivaille melangkah untuk berdiri di samping Tiffa dan siap menyerang. Kedua tangannya gemetar karena tidak bisa menahan amarah melihat adiknya ditangkap seperti itu.
“Ck! Aku kira organisasi sialaN itu sudah musnah.” Vian bergumam kesal.
The Condescendent adalah organisasi yang melindungi keseimbangan para vampir dan manusia. Tugas mereka adalah mengawasi dan menghapus jejak para vampir dari jangkauan manusia.
Demi terciptanya kesimbangan alam, para vampir harus mengikuti peraturan yang ada agar populasi manusia tidak musnah. Dan juga menjaga rahasia agar para manusia tidak mengetahui kelemahan bangsa vampir.