2

975 Kata
"Ardi mana Ardi???" teriak Tera yang baru saja memasuki ruang kelas. "Apa sih lo Ser? baru dateng udah teriak-teriak nggak jelas gitu. Masih pagi nih!" sahut Chika yang sedang piket. "Buku fisika gue sama dia, belum dipulanginn," gerutu Sera. "Lah kok bisa? Emang dia minjem buat apaan?" "Buat nyalin tugas katanya. Udah jam berapa nih, belum nongol juga tuh anak!" ucapnya sambil celingak-celinguk. "Murid model macem Ardi ngerjain tugas??? Impossible bangett!" Hal itu benar-benar buat Tera panik tidak ketulungan. Dia berdiri di depan pintu menunggu Ardi, tengok kanan kiri mencari Ardi yang batang hidungnya belum kelihatan, sambil sesekali mengecek jam tangannya. "Sera? Kenapa kamu masih diluar? Nggak denger bel?" tanya seorang pria paruh baya seraya menepuk bahunya. Merasakan tepukan di bahunya, Tera terhenyak, dan langsung berbalik badan. Dilihatnya Pak Hengki, yang sedang berdiri tegap membawa berbagai jenis buku matematika, dengan tatapan yang tajam. Matanya yang bulat selalu membuat para murid enggan untuk menatapnya, ditambah kumisnya yang tebal ia semakin mirip dengan pemeran-pemeran antagonis di tv. "Ii... Iya Pak, Bapak kemana aja? Ini saya lagi cariin bapak," jawabnya asal. "Ngapain kamu cari Saya?" Pak Hengki malah makin meninggikan suaranya, lagi-lagi membuat Tera tersentak. "Ehm... Ya mau bilang kalau sekarang Bapak ada jam di kelas Saya," "Ngeles aja kamu kayak bajaj. Ya sudah, cepat masuk!" Tanpa pikir panjang Tera duduk di sampingku, sebelum Pak Hengki berubah pikiran. Terlebih dia salah satu guru matematika yang amat killer. Namun rasa panik masih melanda dirinya. "Duh gimana nih? itu anak kunyuk belum dateng jugaa, mati gue mati," bisiknya pada Naysilla yang menjadi teman sebangkunya. "Astaga Serr, lo nggak inget sekarang hari apa???" Naysilla langsung membekap mulutnya sendiri yang baru saja mengeluarkan suara yang volume-nya tidak terkontrol. "Ssssttt. Berisik lo Nay!" desis Tera yang memposisikan jari telunjuknya di tengah bibir. Ketika  melihat sekeliling kelas, seluruh pasang mata tertuju pada Naysilla dan Sera. Termasuk Pak Hengki. "Mampus kita Nay!" Tera menepuk jidatnya. "lo sih, bisa abis kita sama Pak Hengki!" lanjutnya. "Apa yang lagi kalian bicarakan?!" tanya pak Hengki tegas. Kali ini bukan cuma tatapannya yang membuat Tera dan Naysilla menegang, tapi nada tinggi suaranya juga. "Ini Pak, kita lagi ngomongin soal nomor satu. Soalnya masih belum paham," untuk kedua kalinya, Tera berhasil ngeles dari pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut bapak tua itu. Beruntung Naysilla mempunyai teman yang paling jagonya ngeles. Malah Naysilla sendiripun bingung harus jawab apa. "Kalau ada yang belum paham tanya saja ke Saya. Jangan ke yang lain!" "Iya Pak, maaf." balasku diiringi dengan senyuman yang tergolong sok manis. Keduanya bernafas lega, karena Pak Hengki tidak mempermasalahkan ini dan dia kembali menulis di papan tulis sambil menjelaskan apa yang ditulisnya. "Alhamdulillah, masih selamat kita. Makanya lo kalau ngomong pelan-pelan aja, jangan terlalu kencang. Gue nggak b***t kok," "I... Iya maaf nggak sengaja," "Btw, emang kenapa kalau hari ini hari Kamis Nay??" Tera mendekatkan wajahnya dengan Naysilla. "Hari Kamis itu hari keramat. Masa lo lupa?? Jadi kemungkinan Ardi masuk itu cuma 0,01 persen!" pekik Naysilla yang berusaha mengingatkan Sera. Hari Kamis yaitu hari yang paling horor dan menyeramkan yang pernah ada dalam satu minggu, dibanding hari-hari lainnya. Dimana semua pelajaran yang memusingkan, disertai dengan guru-guru killer, dan adanya jam kosong kemungkinannya sangat kecil. "Eh iyaa, kenapa gue bisa lupa sih, ya ampun! Terus nasib gue gimana nih???" tanyanya makin gusar. "Yaudah lo tenang aja, jam fisika abis istirahat kan?" Sera mengangguk. "Nanti pas istirahat kita tanya kembarannya aja si Arda. Siapa tau dia bisa ngebantu kita," Aku berusaha menenangkan Sera. "Iya sih. Yaudah deh." Setelah bel istirahat, sesegera mungkin aku dan Tera ke kelas X dua di lantai 2, untuk menemui Arda. Arda dan Ardi adalah saudara kembar, kalau dari wajah mereka sangat sulit untuk dibedakan. Namun kalau dari segi sifat dan karakter, mereka berdua sangat bertolak belakang 180°. Arda super duper kalem, dan Ardi super duper brutal. Arda termasuk siswa paling teladan di SMA Bangsa, tidak hanya teladan, dia juga siswa berprestasi, selalu mewakili sekolah untuk lomba-lomba yang berkaitan dengan olahraga. Sedangkan Ardi, dia siswa termalas di SMA Bangsa sepanjang sejarah. Bayangkan saja, baru 4 bulan sekolah dia sudah ada alfa 27 hari. Itu juga masih suka bolos jam pelajaran. Arda siswa kebanggaan para guru, sedangkan Ardi? Melihat wajahnya saja guru sudah pada naik darah, apalagi dengan segala tingkahnya. "Eh ada Arda nggak?" tanya Naysilla pada salah satu cewek di depan kelas X dua. "Ada, sebentar gue panggilin," jawabnya singkat. Naysilla mengangguk. "Woi Ardag ada yang cariin lo nih, cewek dua, cantik-cantik lagi." teriaknya. "Anjing si Arda! Kalem-kalem bisa ngegebet dua cewek sekaligus! Emangnya lo Ren, diputusin Siska aja galaunya setengah idup, Hahaha," celetuk Dimas yang berkumpul bersama Arda. "s****n lo Dim! gue kan tipe cowok yang setia. Nggak kayak lo, playboy cap abal!" balas Reno. "Halah! Sepik aja lo!" timpal Dimas tidak mau kalah. Arda hanya tersenyum melihat tingkah teman-temannya. Dia beranjak dari kursinya untuk menemui Naysilla dan Sera. "Ada apa? Mau tanyain Ardi lagi?" ternyata dia sudah bisa menebak apa maksud dan tujuan kedatangan dua gadis itu. "Gue nggak tau, lo telepon aja nih. Paling juga dia masih tidur kali." Arda menyerahkan ponselnya. Dengan kilat Tera langsung menyambar ponsel Arda. "Halo, Ardi lo dimana? Kesekolah sekarang!" "Hah? Ngapain? Males ah, gue ngantuk!" "Buku fisika gue masih sama elo kunyukk! Ke sekolah sekarang. Balikin buku gue!!!" "Oh iya gue lupa. Iya iya gue mandi dulu," "Yaudah jangan lama, keburu bel masuk nih!" "Iya sabar tante." Dengan kesal Tera mematikan ponselnya. "Gimana? Dia bilang apa?" tanya Naysilla penasaran. "Lo bayangin aja, jam segini dia masih tidur! Gue paksa dia biar mau kesekolah. Bodo amat deh yang penting buku gue balik." "Hm yaudah balikin tuh ponselnya Arda." "Arda nih ponsel lo gue balikin. Btw thanks ya." Bel masuk sudah berbunyi, tapi Ardi belum sampai juga di sekolah. Bu Tania masuk, Tera kembali panik. Lima menit berlalu, Bu Tania masih menjelaskan apa yang ada di buku paket. Tok tok tok Tiba-tiba terdengar ketukan pintu. "Permisi Bu." Ardi hanya menyembulkan kepalanya dari balik pintu. "Hebat sekali kamu, jam segini baru datang. Hari ini kamu tidak diizinkan mengikuti jam pelajaran Saya. Jadi, silahkan kamu keluar!" bentak Bu Tania. "Tenang Bu, Saya cuma mau balikin buku tugasnya Tera doang kok," ketusnya. "nih Ser buku lo gue balikin." Ardi menyerahkan sebuah buku, lalu kembali keluar. "Kurang ajar anak itu. Tidak ada kapoknya," oceh Bu Tania sambil menggelengkan kepalanya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN