“Jadi … kamu tinggal di sini?” Pertanyaan pertama yang terlontar dari mulutnya begitu berpapasan. Aku hanya mengangguk. Terkejut dan … khawatir. Kenapa pula ada Neng Mawar datang ke mari. Seperti ucapan andalanku, kita tidak sedekat itu untuk saling berkunjung. “Aku permisi.” Mengabaikan apa tujuannya datang ke gedung apartemen ini. Aku meninggalkan Neng Mawar berdiri di tempatnya. Kepergianku diikuti oleh Rena dan juga para pengawal. “Tunggu, Ujang!” Dia memanggil seraya meraih pergelangan tanganku. “Maksudku … A Ujang.” Entah kenapa dia tiba-tiba meralat caranya memanggil padaku. Padahal dulu dia menyebutku dengan sebutan ‘Si Miskin’ dengan penuh rasa angkuh dan merasa tinggi. Aku membiarkan dia menyentuhku bukan berarti aku senang atas sikapnya. Aku hanya mencoba menghargainya dan

