Chapter 1

1524 Kata
''Apa kau sudah tidak waras?'' Sebuah majalah dibanting di atas meja yang berada di hadapan wanita bernama Sonya Ayudia Prameswari. Wanita itu tidak melirik ke arah majalah, melainkan mendongak menatap seorang wanita berusia empat puluhan yang memakai blazer sama sepertinya. ''Aku tahu bahwa aku melakukan kesalahan,'' ujar Sonya mengakui judul berita utama dalam sampul majalah yang bertuliskan, Aktris Sonya Mengakui Menjalin Hubungan dengan Nevan Gentala Mahesa, Kakak Laki-Laki dari Aktor Erlangga Abimanyu. Sonya tidak melihat ke arah majalah. Melainkan memilih bertopang dagu, setelah melipat kakinya antara satu sama lain. Bersikap santai seolah apa yang sedang menjadi pemberitaan bukanlah sesuatu yang menghebohkan. Padahal platform media sosial seperti Twitter sudah membicarakan berita tentang Sonya dan Nevan, hingga menempati trending topic nomor satu di Indonesia. Wanita yang satunya sudah memijit pelipisnya dan ikut duduk di hadapan Sonya. ''Untung saja pria yang kau akui sebagai kekasihmu, bukan pria sembarangan.'' Alis Sonya terangkat. Ia memajukan badannya ke depan untuk menatap lebih jelas wajah wanita di depannya itu. ''Mbak Sesil, bukankah Nevan kakaknya Erlang?'' Sonya yang telah mengenal Erlangga sejak tujuh tahun lalu sudah terbiasa menyebut nama lelaki iu dengan sebutan Erlang. Hal yang baru didengar pertama kali oleh Sesil, selaku direktur utama SS Entertaiment--agensi yang membawahi Sonya. Mata Sesil terbelalak mendengar nama Erlang yang seolah akrab di lidah Sonya. ''Kau mengenal Erlangga dengan baik atau ... dia mantan kekasihmu.'' Tawa Sonya pecah seketika mendengar sangkahan Sesil. ''Tentu saja bukan. Aku mengenal Erlangga tanpa kesengajaan. Kami bisa dibilang tidak dekat, namun juga tidak asing satu sama lain.'' Mata Sesil menyipit memandang Sonya. Ia mulai penasaran akan cerita bagaimana Sonya bisa mengenal Erlangga, tetapi skandal percintaan anak asuhnya itu lebih penting sekarang. ''Bagaimana dengan Nevan? Dia setuju-setuju saja kau akui sebagai kekasihnya?'' Pertanyaan Sesil membuat Sonya tersenyum lebar. ''Ya, I need him like he needs me.'' Ucapan ambigu Sonya menjadikan Sesil mengernyit pelan. Namun ia percaya akan perkataan wanita itu. ''Tidak kusangka Nevan akan bersedia melakukan sandiwara denganmu.'' Sonya mendengus pelan. ''Bukankah Nevan yang harus bersyukur bisa menjalin hubungan dengan seorang aktris sepertiku,'' ujarnya dengan penuh nada percaya diri. Ia tidak merasa angkuh atau berlebihan akan bagaimana ia melihat dirinya yang selalu terpampang setiap jeda iklan atau bagaimana ia bisa membintangi banyak proyek film yang bisa sampai lima film dalam setahun. Tidak lupa akan wajahnya yang berseliweran pada sampul majalah kenamaan. Mata Sesil terbelalak mendengar hal itu. ''Kau sungguh merasa seperti itu terhadap Nevan?'' Kepala Sonya mengangguk tanpa ragu. Ia bahkan menyisir rambut panjangnnya dari arah depan ke belakang, seolah sedang menunjukkan pesonanya. Untung saja mata bulat, hidung mancung, kulit putih pucat dan bibir tipis yang tidak akan membuat orang ragu bahwa dirinya adalah wanita cantik. ''Ya, tentu saja.'' ''Apa kau sadar siapa itu Nevan?'' Sonya menarik napas sejenak. ''Diakan kakak dari-'' ''Bukan itu,'' sanggah Sesil dengan cepat. Mengetahui bahwa Sonya akan mengatakan bahwa Nevan adalah kakak laki-laki dari Erlangga. Fakta yang telah mereka bicarakan tadi. ''Nevan adalah anak salah satu menteri saat ini, sekaligus pengusaha yang sukses. Dia bukan hanya terkenal, karena kekayaan dan kepopuleran Erlangga, tetapi pengaruh politik dri Ayahnya.'' Mulanya raut wajah Sonya samar tampak santai bercampur jenuh membicarakan tentang Nevan. Namun mendengar kata pengaruh politik, membuat wanita itu menunjukkan amarah yang memuakkan. Ia lalu bangkit berdiri dan memandang ke arah Sesil yang masih duduk. ''Aku lelah, bisa aku pulang sekarang?'' Meski Sesil masih ingin membahas banyak hal tentang skandal percintaan tersebut. Namun sebagai wanita dan orang terdekat Sonya, ia mengerti bagaimana isi pikiran dan perasaan Sonya. Ia tahu bahwa meskipun Sonya tampak tidak peduli dan acuh, tetapi wanita itu pasti mulai stres akan pemberitaan dan sorotan yang ada saat ini. Sesil ikut bangkit dan melangkah mendekati Sonya. ''Baiklah. Istirahatlah di apartemenmu, bukan, pasti mereka menunggu di depan gedung apartemenmu,'' ujarnya merujuk kata mereka kepada wartawan yang sudah tidak sabar mendapat wawancara eksklusif dengan Sonya. ''Aku akan apartemen Gege, lagipula wartawan tidak mengenalnya,'' balas Sonya mendapat anggukkan kepala dari Sesil. Sesil yang mengurus segala urusan pekerjaan Sonya melalui manajer yang ia pekerjakan, juga mengenal dengan baik beberapa kehidupan pribadi Sonya, meski iti tidak semuanya. Salah satunya adalah persahabatan Sonya dengan Gege, seorang pelukis yang selama ini bersembunyi dibalik nama sebenarnya. ''Hati-hatilah. Aku akan membatalkan seluruh jadwalmu seminggu depan.'' Sonya mengangguk sambil tersenyum tipis. ''Thanks Mbak Sesil.'' Ia memeluk sekilas wanita yang sudah dianggapnya sebagai salah stau orang kepercayaannya. Ia lalu berjalan menuju pintu untuk pulang. Bukan kembali ke tempat tinggalnya, tetapi pulang untuk melepas segala atribut keartisannya untuk sementara. Ya sementara. Untuk keluar dari gedung SS Entertaiment, Sonya terpaksa diantar oleh sopir dengan sedan sederhana yang selalu diperispakan agensi kala artisnya masuk pemberitaan. Sedangkan mobil van yang selalu dipakai Sonya dibiarkan di tempat parkir bersama wartawan acara berita selebritis yang mungkin sudah membidik mobil van tersebut dari segala sisi dengan lensa kamera yang panjang. Apartemen Gege jelas tidak semewah dan sebesar milik Sonya. Namun aktris tersebut sangat senang berkunjung ke sana, di samping bisa menikmati pajangan lukisan Gege yang juga menjadikan salah satu ruangan dalam apartemennya sebagai studio, ia juga iri akan pemandangan apartemen Gege yang langsung menghadap ke laut. Berbeda dengannya yang berada di jantung Kota Jakarta. ''Jadi Sonya dan Nevan?'' Gege menyodorkan es s**u kopi ke hadapan Sonya. Minuman favorit sang aktris yang padahal dalam layar televisi lebih sering terlihat menikmati espresso atau latte. ''Ayolah Ge, kau tahu itu hanya kesalahan,'' balas Sonya setelah menyeruput minumannya dengan sedotan terbuat dari aluminium. Ia memandang lekat sahabatnya itu. Gege adalah seniman sejati, bahkan rambut wanita itu dicat berbagai warna seperti biru, merah muda, hijau, dan ungu, dengan warna pirang sebagai dasar. Namun hal itu sangat cocok dengan warna kulit putih Gege yang dikaruniai sebagai garis keturunan Tionghoa. Bahu Gege mengendik samar. ''Jadi ceritakan apdaku kesalahan itu?'' Ia yakin bahwa Sonya belum membeberkan secara jelas apa yang terjadi, bahkan kepada Sesil sekalipun mungkin. Ia sangat mengenal Sonya yang tidak akan bercerita jika belum pada suasana nyaman dalam diri wanita itu. ''Kau tahu Lena? Dia mengundangku ke acara ulang tahunnya. Tentu saja berlangsung dengan privat dan kami sebagai tamu kebanyakan saling mengenal. Lena bermain truth or dare dan ... botol selalu mengarah kepadaku. Daripada menceritakan kisah masa laluku, tentu aku memilih menegak bir yang mungkin kuhabiskan hampir dua botol,'' ujar Sonya menceritakan kronologi awalnya. Gege tampak datar menanggapinya. Cerita Sonya belum menarik perhatiannya. ''Lalu bagaimana kau bisa berakhir di apartemen Erlangga dan ... ternyata bersama dengan Nevan?'' Sonya menarik napas sejenak. ''Aku linglung ketika akan pulang. Aku menghubungi Farah manajerku untuk menjemputku di rumah Lena. Ketika aku menaiki mobil yang kusangka milik Farah, ternyata itu milik Erlangga yang dikendarai oleh Nevan. Tahu-tahu keesokan harinya aku sudah berada di apartemen Erlangga.'' Alis Gege terangkat, bersamaan dengan sebelah tangannya juga untuk meminta Sonya menjeda ceritanya. ''Apakah Nevan ikut pesta Lena juga?'' Sonya menggeleng dengan cepat. ''Sebelum meninggalkan apartemen Erlangga, Nevan sempat bilang bahwa dia mengunjungi rumah Pamannya yang bersebelahan dengan rumah Lena.'' Ia menaikkan kedua tangannya di atas meja, lalu terulur meremas rambutnya dengan frustrasi. ''Mobil itu terparkir di luar, tepat pada perbatasan pagar Lena dan Paman Nevan tersebut, sehingga ketika aku melihat lampu merah bagian belakang mobil, kuasumsikan bahwa itu adalah Farah dan langsung masuk ke dalam.'' ''Jadi Nevan membawamu ke apartemen dengan sadar dan sengaja?'' tanya Gege kini dengan nada cukup antusias. Ucapan Sonya kali ini membuatnya antusias. ''Entahlah. Nevan bilang bahwa dia masuk kembali ke rumah Pamannya, karena melupakan ponselnya tanpa mematikan mesin mobil. Kurasa pada saat itu aku menyelinap masuk tanpa sadar,'' jawab Sonya dengan ingatannya yang samar. ''Lalu bagaimana jika ternyata ... ternyata Nevan sudah berada di dalam mobil ketika kau masuk?'' Sonya mendesis pelan. ''Mungkin saja, kalau dia ternyata penggemarku,'' balasnya sambil menahan senyum. Gege berdecak lidah. Ia lalu bangkit berdiri, karena mulai menyadari ucapan Sonya yang terdengar bercanda. ''Masuklah ke kamar dan tidur. Pasti kepalamu cukup sakit sekarang.'' Helaan napas keluar dari mulut Sonya. Ia mengubah posisi menjadi bersandar pada bahu kursi. ''Kadang aku lelah menjalani kehidupan seperti ini.'' Gege yang akan kembali ke studionya, berbalik sejenak. ''Tapi kembali ke masa lalu juga bukan pilihan bukan?'' Perkataan Gege membuat Sonya tersenyum tipis, lalu membenarkan dengan anggukan kepala. ''Never,'' gumamnya tanpa ragu. Sonya tertidur di dalam kamar Gege. Sedangkan sang pemilik kamar sibuk menggapai kreatifitasnya di studio. Sonya bahkan melewatkan makan malam, karena terlalu lelah secara fisik dan mental dan itu membuat Gege tidak tega membangunkan wanita itu. Tepat pada pukul enam pagi, sebuah suara bising memaksa Sonya membuka matanya. Ia mengenali suara tersebut sebagai bunyi nada deringnya pada ponsel model lama yang bahkan hanya mengandalkan jaringan 3G saja. Maklum saja, ponsel pintar yang selama ini digunakannya bekerja, telah dimatikannya sejak kemarin. Tanda tidak ingin diganggu, karena beberapa produser acara talk show mengetahui nomornya pada ponsel pintar tersebut. Kening Sonya berkerut menatap layar ponsel lawasnya. Sebuah nomor yang tidak dikenalnya kini memanggil suara padanya. Ia tampak ragu mengangkatnya, tetapi nomor pada ponsel itu hanya diketahui oleh segelintir orang yang benar-benar dekat dengannya. Atas dasar itu, ia mencoba mencari tahu siapakah gerangan yang berhasil mengetahui nomor rahasianya itu. ''Halo?'' angkat Sonya berbicara pelan. ''Sonya?'' Sonya terlonjak kaget, merasa familier dengan suara pria yang meneleponnya. ''Nevan?'' ''Ya ini aku. Bisa kita bertemu?'' Sonya terperanjat mendengar suara Nevan yang bernada tidak seperti meminta, meainkan memerintah dirinya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN