Darius menengok ke arah pintu. Ia dan Charly baru saja meninggalkan Miya dengan raut kesal di wajahnya. Charly tampak tidak begitu peduli. Ia bilang, membiarkan Miya ketika dirinya sedang berada di situasi seperti itu adalah hal yang benar. Miya tidak akan bisa dibujuk, karena dia hanya akan kembali seperti semula dengan kemauannya sendiri.
“Kau ini masih terus mengkhawatirkan Miya, huh?” Seru Charly sinis.
Darius memalingkan wajahnya. “Um, dia terlihat sangat kesal.”
“Justru karena dia terlihat sangat kesal, lebih baik kita tinggalkan dia. Kau lebih dulu masuk ke mansion Grey, Darius. Kenapa kau tampaknya tidak terlalu mengenal Miya?”
Kedua bola mata Darius bergerak-gerak gelisah. “Kurasa, aku memang tidak terlalu mengenal seluruh penghuni mansion Grey.” Katanya pelan.
“Huh?”
Darius tertawa, mengibas-ngibaskan telapak tangan di depan wajah Charly. “Tidak kok, bukan apa-apa. Kurasa lebih baik kita kembali bekerja sebelum Nicolin menemukan kita dan mulai marah-marah seperti biasanya.”
Charly mengangkat bahu. “Kurasa Nicolin marah karena kita sama sekali tidak becus bekerja.” Dan ia segera keluar sembari menutup pintu.
Darius daun pintu yang ditinggalkan Charly dalam keadaan tertutup. Ia mendengar kalimat terakhir yang dikatan Charly dan itu memang benar. Ia, Charly, Miya, bahkan Milo yang sudah lebih dulu dibawa ke mansion Grey sebagai pelayan sama-sama tidak becus dalam melaksanakan seluruh tugas pelayan. Daripada menyelesaikan tugas, mereka berempat lebih tepat disebut dengan menambah-nambahi tugas yang harus Nicolin kerjakan.
Seberapa banyak pun Nicolin memarahi mereka karena banyaknya kesalahan dari pekerjaan yang mereka lakukan, pada akhirnya tidak ada yang terjadi dengan mereka. Keesokan harinya, semua berjalan kembali seperti biasa. Mereka yang merusak pekerjaan mereka sendiri dan Nicolin yang membenahi sembari marah-marah. Esoknya terjadi lagi, begitu terus setiap hari. Gilbert tidak pernah marah, protes pun sama sekali tidak. Mungkin, karena Nicolin sudah membereskan seluruh kekacauan yang mereka perbuat, dan Gilbert sama sekali tidak masalah asalkan segalanya kembali rapi seperti semula.
Darius tidak seperti ketiga rekannya, yang direkrut karena memiliki kemampuan fisik yang mumpuni, indera yang tajam, mau pun keahlian istimewa. Darius hanyalah Darius, seorang pemuda biasa yang tidak memiliki kemampuan apapun. Ia tidak mengerti mengapa Gilbert merekrutnya untuk menjadi pelayan keluarga Grey. Jika Darius disuruh untuk mengatakan apa kemampuan istimewanya, mungkin ia akan menjawabnya dengan kepekaan terhadap perasaan orang lain. Jelas, hal itu tidak begitu penting. Gilbert membutuhkan pelayan yang bisa menjaga keamanan mansion Grey, bukan seseorang yang mengerti kondisi mental orang lain. Lagipula apa gunanya? Gilbert selalu bersama Nicolin, dan bahkan untuk bertemu dengan mereka berempat saja hanya saat-saat ketika makan bersama atau ketika berangkat dan kembali dari tugas. Mereka berempat terbiasa menyambut, dan itu menjadi kesenangan tersendiri untuk keempatnya.
Nicolin datang untuk menyampaikan permintaan Gilbert ketika Darius tengah duduk sendirian di emperan toko. Bosnya baru saja memecat dirinya karena ia tidak sengaja membuat salah satu pembeli di toko merubah pikirannya dari yang sebelumnya hendak membeli kain sutera kualitas tinggi menjadi membeli kain biasa. Kedua harga kain itu begitu jauh, dan akibat hal itu, Darius dianggap membuat toko mengalami kerugian besar.
“Kau sama sekali tidak becus menjadi pelayan.” Kalimat itu adalah kalimat terakhir yang diteriakkan pemilik toko kepadanya sebelum pria gemuk pemilik toko itu menyatakan bahwa Darius telah dipecat dari pekerjaannya.
Darius berusaha memohon. Ia tidak memiliki pekerjaan lainnya sementara dirinya butuh menyambung hidup. Sepertinya, hidup sebatang kara memang tidaklah mudah.
“Aku mohon, tolong jangan pecat aku. Aku tidak akan mempengaruhi pilihan pelanggan lagi.” Darius mengatakan kalimat itu berulang-ulang. Namun sepertinya si pemilik toko sudah kepalang kesal. Setiap permohonan yang Darius katakan sama sekali tidak mempan. Malah, karena ia nekat memohon dengan begitu putus asanya, si pria gemuk pemilik toko sampai mendorongnya keluar, membuatnya menjadi pusat perhatian dengan pandangan aneh karena dianggap melakukan sebuah kesalahan.
Darius hanya bisa mengusap wajahnya dan menunduk-nunduk ketika orang-orang menatapnya. Berusaha menjelaskan pun, mereka tidak akan percaya. Darius duduk di emperan toko, meratapi betapa buruknya nasib yang harus ia pikul. Ia tidak terlahir dari keluarga berkecukupan, apalagi seorang bangsawan. Ia hanyalah rakyat jelata biasa, yang ayah dan ibunya saja tidak pernah ia ketahui. Ia tinggal di sebuah panti asuhan di pinggiran kota bersama dengan anak-anak lainnya yang memiliki nasib tidak jauh berbeda dengannya. Mungkin pria gemuk pemilik toko itu benar, ia tidak becus dalam melakukan sesuatu, dan karena itulah orang tuanya tidak suka lalu membuangnya ke panti asuhan itu. Mungkin, membesarkan anak tidak becus cukup merepotkan untuk mereka.
Ketika Darius tengah larut dalam pikirannya sendiri, seorang pelayan dengan pakaian mewah dan rapi datang ke hadapannya. Ia membawa seorang Tuan yang begitu belia. Tapi Darius bisa merasakan tatapan bangsawan belia itu yang begitu tajam, dalam, dan seolah menenggelamkan. Darius, yang jauh lebih dewasa darinya bahkan merasa tidak kuat berlama-lama menatapnya. Sebuah aura intimidasi yang sangat jarang Darius temui. Hanya saja, entah mengapa ia melihat ada aura lain dari sorot mata berwarna ruby darah merpati itu. Beragam emosi menyakitkan berkumpul, membentuk pusaran kegelapan yang begitu pekat di matanya. Mungkin, ada begitu banyak pengalaman menyakitkan dalam hidupnya hingga emosi negatif itu begitu besar.
“Apakah kau yang bernama Darius Bourlier?”
Darius mengangguk dalam diam. Ia masih begitu terpana dengan pekatnya pusaran emosi yang terpancar dari kedua bola mata ruby darah merpati di hadapannya.
“Perkenalkan, aku Nicolin.” Ia kemudian mundur sedikit dan membungkuk sebentar. “Dan ini Tuan Muda Gilbert Grey.”
Darius mengernyit. Rasanya ia pernah mendengar nama itu. Darius tidak begitu peduli dengan para bangsawan karena memang ia tidak memiliki urusan apapun dengan mereka. Tetapi Gilbert Grey… Grey… Grey—
“Ah! Marquess?” Seru Darius penuh kejut.
Pemuda belia yang disebutkan bernama Gilbert Grey itu sama sekali tidak merubah ekspresinya. Ia hanya tampak sekilas melebarkan kelopak matanya sedikit saat Darius menyebutkan gelarnya.
Di sisi lain, pelayan yang tampak professional itu tersenyum lembut. “Terima kasih karena sudah mengenali Tuan Muda. Kedatangan kami kemari karena kami ingin menawarkan pekerjaan untukmu. Bergabunglah dengan keluarga Grey dan menjadi pelayan di sana. Tuan Muda menyambutmu secara pribadi.”
Darius mengaga. Ia berkali-kali menjadi pelayan, tetapi bukan untuk melayani bangsawan. Terlebih, bangsawan yang ada di hadapannya adalah bangsawan level tinggi, yang namanya terkenal hampir di seluruh negeri karena segala prestasi dan juga kebaikannya. Mengapa? Orang dengan keistimewaan seperti itu berniat merekrut seorang pekerja biasa yang putus asa karena baru saja dipecat?
“Aku membutuhkanmu. Jadilah pelayanku.” Hanya kalimat itu yang dikatakan Gilbert, dengan intonasi super datar dan tanpa ekspresi sama sekali.
Darius membeku, menatap lautan berwarna ruby darah merpati yang langka itu membuatnya terasa seperti tersedot, tenggelam begitu jauh. Dalam diam, bahkan sebelum Darius menyadari apa yang sebenarnya terjadi, ia menganggukkan kepalanya, menerima tawaran itu tanpa keraguan apapun.
-----