Berbeda dengan perasaanku yang bahagia karena menantikan hari esok. Ariana terlihat cemas. Dia tidak ingin Irene mendapatkan masalah. William merupakan salah satu siswa terpopuler di sekolah. Jika semua orang tahu kalau Irene yang melakukannya. Para siswa wanita pasti akan membalaskan perbuatan Irene. Aku melihat tubuh Ariana bergetar ketakutan. Wajahnya juga pucat.
"Kamu tidak perlu takut. Rencana kita pasti tidak akan ketahuan."
"Benarkah itu Irene?"
"Iya. Aku tidak berbohong."
Ariana kemudian tersenyum kepadaku. Kami lalu keluar dari gedung sekolah. Melihat kondisi Ariana. Aku memutuskan untuk mengantar Ariana pulang sampai ke rumahnya. Setiba di rumah Ariana.
"Kamu tidak masuk ke dalam?"
Ariana bertanya kepadaku. Aku melihat awan yang gelap. Sepertinya akan turun hujan. Ariana memperhatikanku lalu melihat ke atas. Awan gelap membuat Ariana tidak dapat mencegah sahabatnya terlalu lama.
"Berhati-hatilah di jalan."
Ariana melambaikan tangan kepadaku. Aku juga membalas dengan melambaikan tangannya. Di tengah perjalanan pulang. Hujan mulai turun. Dengan segera aku berlari dengan cepat. Jarak rumahku dengan Ariana tidak begitu jauh. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Tidak kemudian aku tiba di rumah. Aku lalu berjalan menuju ke kamar. Ibu duduk di ruang tamu sedang meminum teh dan melihatku.
"Kamu dari mana saja? Lihatlah bajumu basah semua. Cepat ganti bajumu!"
"Baik bu."
Aku lalu masuk ke dalam kamar. Mengganti pakaian yang basah dengan pakaian tidur. Setelah mengganti pakaian terdengar suara ketukan pintu.
"Boleh ibu masuk."
"Iya bu."
Setelah aku menjawab. Ibu kemudian masuk ke dalam. Aku sedang duduk di atas tempat tidur dengan membaca buku.
"Kemari! Mendekat ke ibu."
Ibu memintaku untuk menghampirinya. Aku menutup buku dan meletakkannya di tempat tidur. Berjalan mendekati ibu.
"Duduklah di sini! Rambutmu basah. Kalau tidak segera di keringkan nanti kamu bisa masuk angin."
Aku lalu duduk di depan Ibu.
"Tidak seperti biasanya kamu pergi keluar malam."
Ibu bertanya kepadaku. Rambutku yang basah di keringkan oleh ibu dengan kain handuk.
"Irene mengerjakan tugas sekolah di rumah Ariana."
Rambut Irene sudah mengering.
"Hari sudah malam. Kamu lebih baik segera beristirahat."
"Baik bu."
Aku berbaring di tempat tidur. Ibu menutupi tubuhku dengan selimut. Aku kemudian memejamkan mata. Ibu lalu keluar dari kamar. Keesokan harinya. Aku bangun lebih awal. Merapikan seragam kemudian bergegas berangkat ke sekolah. Saat berada di jalan aku bertemu Ariana.
"Selamat pagi, Irene."
Ariana menyapaku.
"Selamat pagi."
Aku menjawabnya kemudian tersenyum. Kami berdua berangkat ke sekolah bersama.
"Pagi yang cerah."
Aku berkata kepada Ariana. Dia kemudian melihat ke atas. Awan terlihat gelap. Bahkan sepertinya langit akan turun hujan.
"Kamu benar."
Ariana lalu menjawabnya dan tersenyum. Dia tidak ingin membuat temannya marah. Di dalam perjalanan menuju sekolah. Ariana tidak berkata apapun. Sebenarnya dia masih khawatir jika perbuatan Irene ketahuan.
"Irene. Bagaimana jika perbuatan kita ketahuan?"
Aku menghentikan langkah setelah mendengar pertanyaan dari Ariana. Ternyata dia masih memikirkan itu. Aku lalu membalikkan tubuhku dan mendekati Ariana kemudian membisikkan sesuatu kepadanya.
"Kamu tidak pelu khawatir. Serahkan semua itu kepadaku."
Ariana tersenyum lebar dan menganggukkan kepala. Irene memang seorang gadis yang hebat. Dia bahkan memikirkan sebuah rencana jika ketahuan. Aku dan Ariana masuk ke kelas. Kami saling tertawa membahas jadwal film di bioskop pada hari Minggu besok.
"Kalau begitu bagaimana kalau kita pergi ke bioskop bersama akhir pekan?"
Aku bertanya kepada Ariana. Film ini baru akan mulai tayang di bioskop.
"Maaf Irene. Sebenarnya hari akhir pekan aku akan pergi ke bioskop bersama dengan seseorang."
Irene menatap wajah temannya.
"Tidak apa-apa jika kamu tidak bisa."
Ariana kemudian merasa bersalah telah menolak permintaan dari Irene.
"Siapa pria itu. Apakah aku mengenalnya?"
Aku bertanya kepada Ariana. Apakah sekarang Ariana sudah memiliki kekasih? Itu tidak mungkin. Aku menolak jika Ariana memiliki kekasih.
"Dia adalah kak Harry."
Aku terkejut mendengarnya. Kak Harry adalah kakak sepupunya. Dia baru saja pulang dari London satu bulan yang lalu. Kak Harry tidak pernah bercerita kepadaku tentang hubungannya dengan Ariana.
"Sejak kapan kalian berdua berkencan?"
Aku bertanya kepada Ariana. Dia lalu menggelengkan kepalanya.
"Kamu salah paham. Aku dan kak Harry bukan sepasang kekasih. Kebetulan kak Harry menghubungiku karena dia merasa bosan berada di dalam rumah."
Sejak kecil kak Harry tidak menyukai dengan keramaian. Tetapi kak Harry mengajak Ariana nonton film di bioskop. Sepertinya kak Harry menaruh hati kepada Ariana. Aku tidak boleh merusak rencana kak Harry.
"Aku baru ingat akhir pekan ibu mengajakku pergi berbelanja."
Aku kemudian berkata dan tersenyum kepada Ariana. Bel sekolah berbunyi. William masuk ke dalam kelas. Aku memperhatikan William hingga dia duduk di kursinya.
"Hari ini kita akan melaksanakan ujian."
Semua murid sangat terkejut. Ujian ini di lakukan sangat mendadak. Ibu guru memberikan selembar kertas soal kepada murid. Ariana mengacak rambutnya. Dia tidak sangat tidak menyukai pelajaran bahasa Inggris. Aku harus membantunya. Semua murid mengerjakan soal. Tiga puluh menit berlalu. Aku menulis selembar kertas jawaban untuk Ariana. William telah menyelesaikan semua soal ujian. Dia kemudian ingin mengumpulkan tugas. Ketika dia ingin berdiri. Ibu guru melihat salah satu siswanya bersikap aneh.
"Ada apa William?"
Ibu guru bertanya kepada William. Kursi itu tidak bisa terlepas dari tubuh William. Dia lalu menarik kursi itu dan celana bagian belakangnya pun sobek. Dengan segera William mengambil kain yang dia sering gunakan untuk mengeringkan keringat setelah selesai olahraga. Kain itu kemudian menutupi celananya yang sobek. William berjalan menuju ke tempat ibu guru. Dia lalu mengumpulkan kertas ujian. Para murid wanita terpesona melihat perbuatan William yang menurut mereka keren. Aku memegang pena dengan erat. Merasa kesal karena rencana itu tidak berjalan dengan baik. Tidak lama kemudian semua siswa mengumpulkan kertas ujian. Ibu guru meninggalkan kelas dengan membawa setumpuk kertas ujian.
"Hei teman-teman. Apakah kalian tahu siapa orang yang ingin mengerjai William?"
Salah satu murid bertanya kepada teman sekelasnya.
"Berani sekali orang itu mencelakai William kita!"
Murid lainnya menjawab pertanyaan itu dengan kemarahan. Mereka adalah sekelompok murid yang mengagumi William. Beberapa murid membentuk sebuah kelompok yang bernama William fans. Bagiku mereka hanya orang yang bodoh. Jika mereka mengetahui bagaimana sifat William yang sebenarnya. Tapi aku juga tidak perlu memberitahukan hal itu. Lebih baik aku ke perpustakaan. Sekolah pulang lebih awal.
"Gawat aku bangun kesiangan."
Jam sudah menunjukkan angka tujuh. Aku berlari kencang menuju ke sekolah.
"Kalau aku lewat pintu gerbang. Pasti guru Rei akan menghukum ku karena terlambat masuk."
Para siswa yang terlambat mendapat hukuman berdiri di lapangan sekolah. Hanya ada satu jalan yang bisa terbebaskan dari hukuman. Aku harus melewati lubang di samping dinding sekolah. Aku kemudian masuk ke dalam melalui lubang itu.
"Berusaha masuk ke dalam sekolah melalui lubang dinding sekolah adalah perbuatan yang melanggar peraturan sekolah."
Secara tiba-tiba William berdiri di depanku.