Masa Lalu

1611 Kata
Bella merebahkan dirinya di sunchair. Tangan kanannya memegang majalah fashion sedangkan pandangannya lurus tanpa makna. Dia masih tidak mengerti apa yang terjadi sekarang, Bryan dan Ceris ke rumahnya untuk berpesta kolam renang tapi keduanya seolah memisahkan diri dan tenggelam dalam dunianya. Mereka merasa jika rumah ini adalah milik keduanya dan bahkan enggan membaur dengan lainnya. Wthat the Hell. Bukan Bella saja yang marah akan hal absurb itu, Trisa mendekat dengan wajah muram. Rambut pirangnya yang basah menempel hingga bahunya. "Kenapa kamu tidak marah, Bella? Itu sudah keterlaluan buatku," ucap Trisa. "Dia menganggap dirinya artis yang tak mau dekat dengan siapapun karena dia kapten basket. Mentang - mentang populer dia jadi berbuat seenaknya, padahal dia bukan apa - apa jika ngak ada kamu," gerutu Trisa. Namun Bella tidak ingin nampak konyol dengan marah pada Bryan. Dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri dan bersikap seolah itu bukan masalah sama sekali., Bella justru melihat Bryan seperti seorang dewa. Ototnya yang terbentuk dari latihan membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangannya dari pria itu. "Tapi dia cute... lihatlah, betapa tampan dia," ucap Bella. Trisa memijat kepalanya pening. Dia tidak bisa mengerti apa yang temannya ini pikirkan. Sudah jelas jika Bryan berselingkuh. "Bella, ada apa denganmu. Bagaimana kamu bisa sebuta ini. Dia mengacuhkanmu di rumahnya sendiri, " ucap Trisa. Nampaknya Ceris sadar jika ia menjadi gosip saat bercanda dengan Bryan. Dia yang memakai pakaian renang pamit pada Bryan dan mendekat pada Bella. Dia tidak mau Bella marah dan mengusir Bryan dari hidupnya, setelah mendapatkan gelang merk Tiffany dengan amat mudah. Dia pasti bisa mendapatkan barang lainnya dengan mudah. "Lihat, ular itu datang," bisik Trisa yang tak menyembunyikan tidak rasa sukanya pada Bryan maupun Ceris. Demi Tuhan, mereka orang kelas menengah yang melimpir ke kehidupan kalangan atas tapi bertindak bossy. "Hai Bella. Terima kasih sudah mengundangku," ucap Ceris. "Bryan memang benar, kau sangat manis dan baik hati," puji Ceris. "Sebenarnya tidak ada yang mengundangmu," celetuk Trisa menunjukkan sikap jengkelnya. Dan Bella menyikut pelan Trisa agar berhenti memojokkan Ceris. Dia takut Bryan marah padanya karena menyakiti hati Ceris. "Aku senang kau bisa datang. " Bella tanpa sengaja melihat Bryan yang selalu menatap ke arah Ceris. Dan itu membuatnya sedih, padahal dia sudah menyiapkan kejutan untuk Brian. "Kenapa kau tidak bergabung dengan kami?" tanya Ceris. Bella menolak, dia tahu jika bergabung dengan mereka maka ia hanya akan menjadi pihak yang diacuhkan. Jadi dia memilih menyaksikan teman - temannya yang lain berpesta di kolam renang. "Kau saja, aku sedang tidak dalam mood yang baik," ucap Bella. Diam - diam Ceris panik, dia takut jika Bella cemburu padanya. Dia pun mendekati Bryan dan menyuruhnya untuk mendekat pada Bella. "Kau harus mendekatinya. Ingat, kau ingin mobil kan? aku dengar Bella membeli Porce kemarin," ucap Ceris. Mata Bryan menyala, sungguh ia sangat bangga akan fisiknya yang indah. Bahkan membuat gadis bodoh rela membelikannya mobil sport. "Tentu saja, tapi ingat. Aku mau sesuatu nanti malam." Hubungan mereka berdua dengan cepat berkembang kala ciuman tak sengaja itu terjadi. Tak butuh lama bagi Ceris untuk memberi ciuman nyata pada Bryan setelah satu hadiah. Yang selanjutnya diikuti oleh hadiah yang lain. Bryan dengan senyum yang berkilau mendekat pada Bella. Di benaknya hanya ada satu keinginan, yaitu mobil Porce. "Babe, apa kau dalam keadaan badmood. Ayolah wajah cantikmu tidak akan bersinar jika kau tidak bahagia." Bella begitu senang hingga ia merona. Rupanya Ceris adalah orang yang perhatian sehingga membuat Bryan mendekatinya. "Habis, kamu hanya sibuk dengan Ceris." "Hei, kami lama tidak bertemu. Jelas kami akan bernostalgia dan kau jelas nomor satu." Bella tersenyum senang dan ia segera memeluk Bryan. Sedangkan Bryan yang tadinya tersenyum segera menurunkan bibirnya. Matanya hanya menatap ke arah Ceris yang juga tersenyum padanya. Baginya gadis yang bersurai coklat dan memiliki mata abu - abu itu sangat cantik dibandingkan dengan Bella yang memiliki surai pirang kemerahan dan mata hijau. "Kemarilah," ucap Bella. Dia menarik tangan Bryan ke tempat parkir. Di sana ia membuka penutup mobil sehingga membuat Bryan menganga. Bryan. Dalam hatinya ia tak berhenti menyeringai karena apa yang dikatakan oleh Ceris benar. Dia hanya perlu berpura - pura menyukai pirang bodoh ini dan memanfaatkannya. Lagi pula Ceris tidak keberatan asalkan mereka bersama dan Bryan tidak kesulitan dalam hal keuangan. "Kau bisa memakainya," ucap Bella. Mengulurkan kunci mobil pada Bryan. Bryan segera melonjak dan memeluk Bella. Dia memutar- mutar tubuh Bella karena begitu bahagia. Tak bisa ia bayangkan jika memakai mobil ini ke kampus. Ia membayangkan tatapan iri mahasiswa yang lain. "Kau memang yang terbaik Bella. Ahhaha." Teman - temannya yang lain menggelengkan kepala karena menganggap Bella sudah berlebihan. Namun beberapa di antara mereka menganggap Bryan beruntung. Namun yang paling diuntungkan adalah Ceris. Dia tersenyum senang melihat mobil itu dan tidak sabar menaikinya. 'Aku akan bercinta dengan Bryan di sana nanti malam.' Flashback Off. Mengingat hal itu, Jingga menjadi sangat sedih. Betapa malunya ia kala tahu jika dirinya dimanfaatkan oleh dua pengerat itu. Yang mana ia sekarang harus menahan malu karena julukan stupid blonde disematkan padanya. "Lantai Mr Blair," ucap Bella pada resepsionis. Dia tersenyum ramah pada Bella sembari melihat barang - barang bermerk yang gadis itu kenakan. Dan wanita itu juga memberi tatapan meyelidik sebelum memberi tahu lantai yang ia tuju. "Apa ada kepentingan nona?" tanya resepsionis. "Aku dari universitas dan ini hari pertama aku magang." "Oh aku sudah mendengarnya. Lantai 25," ucap Reseptionis cepat. Sebab menurut sumber gosip terpercaya, akan ada putri dari pengusaha yang datang magang. Hanya bagian HRD yang tahu dan asisten Mr Blair, dia saja tahu hal itu karena kebetulan. 'Pantas saja dia nampak seperti uang yang berjalan,' batin sang reseptionis. Bagaimana tidak, mulai dari ujung kaki hingga yang dikenakannya, semua bermerk terkenal. Semua outfit yang ia kenakan bisa membeli rumah. Dia lebih cocok menjadi bos dari pada magang. Karena terbiasa menaiki lift khusus di perusahaan ayahnya, Bella secara tak sadar menaiki lift untuk sang CEO. Dia menahan lift dengan tangan dan masuk ke dalam lift dengan hembusan nafas penuh syukur. "Beruntung aku tidak ditinggal." Bella tidak sadar jika seorang pria menatapnya dengan seringai tipis. Begitu tipis sampai tidak terlihat, hanya kesan dingin yang nampak di wajahnya yang memiliki mata keemasan. "Oh! Wow..." ucap Bella. Dia hampir menjitak kepalanya kala sadar jika mulutnya selalu tak bisa ia kendalikan jika bertemu pria tampan. Pria di depannya bisa dikatakan mahkluk yang paling membuatnya tak bisa berpaling. Alis tebal, mata tajam, hidung tinggi dan rahang yang tegas tapi juga memiliki garis feminim merupakan kombinasi yang tak bisa ia lupakan dengan mudah. 'Bagaimana bisa ada pria yang memiliki ketampanan seperti ini,' batin Bella. Rambutnya yang panjang bahkan membuatnya jauh lebih menantang untuk ditaklukkan, membuat Bella ingin menelusurkan jarinya ke surai yang nampak lembut. Ingin sekali menaklukannya padahal ia bukan gadis yang memiliki hobi menaklukan pria. 'Tidak, lupakan Bella. Kau sudah dikecewakan pria tampan, bisa jadi kau akan kecewa lagi karena pria yang lebih tampan. Rasa sakitnya pasti tidak tertahankan.' Bella pun menyerah dan hanya bisa menghadap ke arah pintu lift. Bukan saatnya menyelam sambil minum air, meski bekerja sambil mencari pria hot tidak ada salahnya. Dia enggan menjalani hubungam toxic yang pernah ia lakukan. Sangat melelahkan berjuang sendirian. Yang ia ingin lakukan adalah menebus kesalahannya yang dulu karena menjadi gadis bodoh yang mudah dipermainkan. Bella menekan tombol 25, dan pria itu mengamati Bella sejenak. Keduanya sama sekali tidak memulai percakapan meski hanya berdua di lift. Ting. Yang mengejutkan pria itu juga turun, karena ia terus mengikutinya Bella menjadi agak risih. "Boleh aku tahu kenapa kau terus mengikutiku?" tanya Bella. Pria tadi hanya terkekeh tapi tak menanggapi Bella. Dia justru mendahului Bella yang kemudian berjalan di belakangnya. "Kenapa kau mengikutiku?" balas pria tampan bersurai panjang itu. Bella menganga karena pria tadi membalasnya dengan mengatakan hal yang sama. Mulutnya bahkan membentuk huruf O. "Baiklah lupakan. Aku salah karena mengira kau pria genit, tampan dan stalker." Pria itu nampak geli dengan ucapan blak - blakan dari Bella. Dia mendekatkan diri pada gadis yang membeku itu dan berbisik. "Hati - hati dengan ucapanmu nona, aku bisa saja mengira kau tertarik padaku." Bella bukan gadis yang munafik dan menyangkal apa yang ada di hatinya. Dia selalu bicara apa adanya sehingga nampak polos dan bodoh. "Ya, dari fisik kau memang seratus persen menggiurkan. Tapi aku tidak jatuh cinta hanya karena itu." "Itu bearti ada kemungkinan kau akan jatuh cinta padaku." "Aku baru patah hati dengan pria tampan jadi tidak berniat jatuh cinta dengan pria yang jauh lebih tampan dalam waktu dekat. Bisa dikatakan aku sedang break dan memilih pendidikan ku." "Itu kabar tidak bagus untuk pria tampan. Kau nampak membenci mereka." "Aku tahu jika nampak tidak adil. Tapi bagaimana lagi. Orang yang menyakitiku memang tampan." Keduanya berjalan di lorong menuju ke sebuah meja yang terdapat dua sekertaris. Dan pria yang tidak pernah tertarik dengan gadis manapun, entah kenapa merasa sangat terhibur dengan keberadaan Bella yang berbicara apa adanya. "Selamat pagi Tuan Cresent." Bella melirik ke arah pria itu. Dia sadar saat mereka memberi salam pada pria di sampingnya, bearti pria ini memiliki posisi yang penting di perusahaan. 'Gawat, kenapa aku bodoh sekali.' "Kalian bantu nona ini magang. Dia mahasiswa magang yang sudah memiliki jadwal." "Baik." Bella segera mengucapkan terima kasih pada Cresent. "Terima kasih bantuannya. " Cresent tidak menjawab dan hanya menepuk pucuk kepala Bella. "Bekerjalah yang rajin, nona. Kalau bisa jangan katakan semua pendapatanmu pada orang lain. " Bella tahu jika ia terlalu blak - blakkan tadi. Dan hampir saja sikapnya itu membuatnya gagal dalam menghadapi tantangan ayahnya. "Terima kasih nasehatnya Sir. " Cresent terkekeh sambil bergumam. "Haah, kasihan sekali pria tampan yang akan tertarik padamu. " Lalu menghilang dibalik pintu ruangan Blair. Bella memerah karena sindiran halus dari Cresent. Mulai dari sekarang ia bertekad untuk menjaga mulutnya sehingga tidak seperti kran bocor. Dia harus menjadi lebih dewasa ke depannya. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN