Bab 2

1505 Kata
Menatap pantulan diriku di cermin sekali lagi, dan merasa semuanya sudah sempurna. Aku mengenakan dress tanpa lengan berwarna merah muda yang bagian bawahnya sedikit mengembang, dengan hiasan bunga-bunga yang menonjol. Dalam berpakaian, aku tidak begitu suka dengan pakaian yang seksi dan terlalu banyak bagian terbuka di sana-sini. Mama tersenyum dengan wajah berbinar, aku menatapnya dan berusaha semaksimal mungkin menampilkan senyum ceriaku, tetapi sebenarnya aku mengalami serangan gugup yang luar biasa. "Mama tidak sabar ingin melihatmu menikah, mengenakan gaun pengantin dan menjadi yang tercantik," tukasnya, dan mulailah sifat melankolisnya itu keluar. Kuhembuskan napas berat dan memutar mataku melihat matanya mulai berkaca-kaca. Aku bangkit dari dudukku, lalu memutar tubuh menghadap ke arahnya, kupeluk dia dengan sayang. "Mama pasti akan melihat hari itu dan turut merasa bahagia," hiburku, tetapi hatiku mendadak gelisah. Menikah belum ada di daftar benakku saat ini. Mengurai pelukanku, kemudian kami berdua beranjak ke ruang tamu. "Nak Reyhan, maaf lama, jaga putriku baik-baik ya?!" pesan mama dengan senyum, Reyhan tersenyum takzim, aku yang sedari tadi berdiri di samping mama tercengang dengan pemandangan indah yang tersaji saat ini. Mama menyikutku yang sedang terkesima, kemudian dengan gugup melangkah menuju ke Reyhan, saat kami hendak melewati pintu tangannya menyentuh pinggangku. Aku seperti tersengat listrik karena sentuhan itu, kami pun menuju ke mobil Mercedes Benznya. Saat aku duduk di dalam mobil, kutekan dadaku yang seakan ingin meledak karena debaran jantungku, kemudian Reyhan muncul dan duduk di kursi kemudi. Hening melanda kami, tetapi aku juga tidak ingin memulai percakapan, karena tidak tahu harus membicarakan apa di dalam situasi ini. "Maaf karena membuatmu terkejut dengan pertunangan ini.” Dia membuka percakapan di antara kami dengan meminta maaf, aku tertunduk menatap jari-jari yang kupilin perlahan. "A-akku tidak ingin ter-buru-buru," jawabku terbata akibat gugup. "Aku juga," tandasnya, keheningan kembali menguasai kami, hingga sampai di tempat tujuan. Seketika, aku menegang di tempat dudukku saat ini, banyak sekali pers berkerumun di depan pintu masuk. Aku tidak ingin memunculkan berita yang mengejutkan semua orang, aku belum siap dengan ini. "A-appaa tidak ada p-pinntu masuk lain??" tanyaku gugup bercampur panik. Oh, Lord! Tolong selamatkan aku! Kugigit bibir dalamku akibat gugup bercampur khawatir. Jika media berhasil melihatku bersama Reyhan, tidak akan ada yang bisa menyelamatkanku dari berita yang akan tersebar, dan aku tidak ingin hal itu terjadi. "Kita akan lewat pintu samping gedung ini," jawabnya kemudian berbelok ke arah samping gedung yang sangat megah itu, tampak pintu masuk yang tidak ada orang berkerumun sama sekali, hanya ada penjaga keamanan. Reyhan memarkir mobilnya, setelah itu turun lebih dulu dan membukakan pintu untukku. Tubuhku seakan kehilangan energi, mengulurkan tangannya padaku, kutatap tangannya dengan ragu kemudian mendongak menatapnya, ia memberiku isyarat untuk membalas ulurannya. Dengan gugup, kuletakkan salah satu tanganku di tangannya, kemudian ia menggenggamnya dan aku pun keluar dari mobil. Genggamannya hangat, kemudian ia menarik pinggangku untuk merapatkan tubuhku padanya dan masuk melewati pintu yang dijaga oleh keamanan. Dua orang pria penjaga pintu itu membungkuk hormat pada kami, aku tertunduk saat kami masuk ke dalam gedung. Ballroom ini sangat luas, dan banyak orang tentunya, Suasana ini semakin meningkatkan kegugupanku mendekati level tertinggi. "Rey! Kemari!" Seseorang memanggil Reyhan, aku pun mengangkat wajahku untuk melihat si pemanggil. Seorang wanita berparas cantik khas India Timur Tengah sedang tersenyum, kami pun menghampiri wanita itu. Saat kami hampir tiba di hadapan wanita itu, dia tampak menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dengan tatapan seolah melihat hal menakjubkan. "Oh, Rey, kau sangat beruntung," cetusnya keras, ia pun menghampiri dan memelukku dengan keras seolah ingin meremas tubuhku, aku terkesiap dan bingung dengan perlakuan wanita ini, saat ia mengurai pelukannya ia mengecup salah satu pipiku. "Mama benar dan tidak salah pilih, kalian harus berbaur dan memamerkan kemesraan kalian, aku ingin dunia tahu kalau Reyhan yang tampan tetapi bodoh ini akan menikahi gadis yang cantik bersuara emas." Aku menahan tawaku mendengar komentar wanita ini. Berani sekali dia mengatakan seorang Reyhan adalah pria bodoh, dia pasti seseorang yang sangat dekat dengan Reyhan. "Ranila! Kemarilah!" panggil seseorang, dan wanita di hadapanku ini menoleh. Aku pun mendapatkan penjelasan dari rasa ingin tahuku. Jadi ini kakaknya Reyhan, aku tidak menyangka jika reaksinya padaku seperti ini, aku sempat gugup karena tahu seperti apa keluarga Reyhan , kaya dan berkelas, sedangkan aku tidak termasuk dalam daftar itu. Aku seorang penyanyi, tetapi ketenaranku tidak sebanding dengan Reyhan dan keluarganya. Wanita yang dipanggil Ranila itu berpamitan sebelum beranjak meninggalkan kami untuk menghampiri seorang pria tampan, mereka pun berciuman sesaat sebelum saling merangkul. Aku pun menebak, itu pasti suaminya. "Kau ingin minum sesuatu?" Aku berbalik menatap Reyhan, kemudian mengangguk tersenyum, aku sangat haus sekarang, itu akibat dari kegugupanku yang berlebihan ini. Dewi Batinku mengipasi wajahnya dengan tangannya, kukunya berwarna merah. Beberapa orang yang ada di ruangan ini menatap ke arah kami dan itu membuatku gelisah. "Ikut aku,” ajaknya yang dipadukan dengan perintah, ia pun menekuk salah satu sikunya, aku menatapnya bingung, ia memberiku isyarat untuk menggandengnya, dengan ragu dan malu-malu aku pun menggandeng lengannya dan berjalan ke meja hidangan. "Kau mau minum apa?" Dia kembali bertanya, kutatap gelas tangkai yang berisi cairan merah dan bening itu, ada juga warna biru tua. Aku tahu itu wine, tetapi aku tidak minum minuman beralkohol. "Aku tidak minum alkohol," tolakku, kubentuk bibirku dengan garis lurus, apa aku harus mati kehausan selama pesta ini berlangsung?? Itu menggelikan, aku tidak ingin masuk berita dengan topik memalukan Penyanyi pendatang kita, Mikaila Cameron di temukan meninggal akibat kehausan di sebuah pesta. Dewi Batinku menampakkan mimik jijik dengan apa yang baru saja terpikir olehku, sementara akal sehatku meludah dengan kuat ke samping sebagai tanda penghinaan dan tolak bala. Kulihat Reyhan mengambil sebuah gelas berisi cairan berwarna oranye, aku rasa itu jus jeruk. Ia pun menyodorkan minuman itu padaku, seketika aku bernapas lega saat mencium aroma jeruk dari minuman itu, thanks God, aku tidak jadi mati kehausan di sini. Saat aku meminum jusku, kutatap Reyhan yang juga menatapku dengan sorot matanya yang sukses membuat jantung seperti melompat-lompat. Bisakah pria ini tidak menatapku seperti itu?? Ada banyak hal di ruangan ini yang bisa ditatapnya dan lebih menarik. "Permisi, kau Mikaila Cameron?" tanya seseorang yang memutus acara tatap-menatap kami, kujauhkan gelas dari bibirku dan beralih menatap si penanya, aku mengangguk dan tersenyum. Seorang pria yang lumayan tampan, seorang penggemar(?) Aku sedikit bangga akan hal itu, tetapi berubah kecewa setelah dia mengatakan siapa dirinya. "Hai, kita satu manajemen saat ini, namaku Ariel," paparnya kemudian mengulurkan tangan padaku lalu menjabatnya beberapa detik. "Hai, Ariel, senang mengenalmu," balasku berusaha ramah, Ariel beralih menatap Reyhan dan menyapanya ramah, Reyhan tersenyum seadanya, setelah berbincang sebentar dengan Reyhan, pria itu pun pergi. Sepertinya pria itu tampak tidak asing, namun kupilih untuk tidak memikirnya lebih jauh. "Mau berdansa?" Reyhan mengalihkan pikiranku, aku menatap gugup ke sekumpulan orang-orang yang berdansa bersama pasangannya di dekat sekumpulan pemain alat musik di pojok ruangan, aku mengangguk lemah kemudian Reyhan meraih tanganku dan menggenggamnya, aku pun mengikutinya untuk berdansa. Dia meletakkan kedua tangannya di pinggangku sementara aku melingkarkan tanganku ke lehernya. Wajahku pasti merona saat ini, pipiku terasa memanas, kami bergerak pelan ke kiri dan ke kanan. "Kau pernah berdansa sebelumnya?" Aku tahu dia sedang mencoba basa-basi, aku yang tertunduk saat ini seketika menatapnya. Oh, Tuhan! Sungguh! Dia sangat tampan. "Tidak pernah," bisikku malu tetapi jujur. "Benarkah? Dengan seorang pria tidak sekalipun??" Reyhan tampak tidak percaya, aku tersenyum malu dan menggeleng, betapa kupernya aku. Kami saling menatap dalam diam, aku seperti tersesat di dalam netra emasnya dan tanpa kuduga dia menciumku, oh tidak! Dia mengambil first Kiss-ku, di sini, di tengah banyak orang. Awalnya aku terkejut, saat ia menggoda bibir bawahku, aku pun terbuai dan membalas ciumannya dengan gerakan yang kutahu sangat amatir. Ini sangat mendadak dan juga memabukkan, tangannya menarik pinggangku agar menempel di tubuhnya, salah satu tangannya pun menekan tengkukku untuk memperdalam ciuman kami. Aku merasakan sensasi asing di dalam diriku, mengalir seperti air, menggetarkanku dari dalam dan memberikan reaksi ke pangkal pahaku. "Apa kalian ingin menikah saja tanpa bertunangan?? Sepertinya, kalian sudah tidak sabaran." Suara itu menghentikan ciuman kami, aku tertunduk dengan perasaan malu dan salah tingkah, Reyhan mendengus kesal kemudian menghela napas berat. "C'mon, Mom, ada apa??" tanya Reyhan dengan sedikit kejengkelan di dalam nada bicaranya, kuintip tante Ramia dari balik bulu mataku. Wanita anggun bergaun hitam itu menghela napas. "Pernikahan kalian mama percepat saja, minggu depan." Sontak saja aku langsung mengangkat wajahku menatap wanita itu, baru saja aku ingin mengeluarkan protes tetapi Reyhan mendahuluiku. "Terserah mama saja," ujar Reyhan. Wait. WHAT?? Apakah dia sudah gila?? Oh, tidak! Apa yang harus kulakukan?? Lidahku kelu, aku hanya bisa mengumpat di dalam benakku. "Baiklah kalau begitu, Mama akan bicara lagi ke tante Alina untuk membatalkan pertunangan dan menggantinya dengan pernikahan," pungkas tante Ramia serius, kulihat ia tersenyum bahagia, saat wanita itu berlalu dari hadapan kami, aku berpaling menatap Reyhan. "Kenapa kau tidak menolaknya??" tanyaku dengan kekesalan yang sedikit. Kenapa aku hanya kesal sedikit?? Ada apa denganku?? "Aku menginginkanmu, Mikaila." DEG! Aku shock, apa dia bilang?? Dia menginginkanku?? Tapi aku tidak mengenalnya?? Ini seperti memunculkan teka teki baru untukku. "Kenapa??" tanyaku lagi, ia tersenyum. "Kau akan tahu nanti," ujarnya dan aku merasa ada sesuatu di balik senyum dan perkataannya itu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN