bc

Turn Back

book_age16+
1.5K
IKUTI
6.1K
BACA
fated
goodgirl
dare to love and hate
drama
bxg
heavy
city
engineer
widow/widower
naive
like
intro-logo
Uraian

Alden Lutfhy Basupati, 27 Tahun seorang arsitek terkenal. Alden juga seorang duda pernah menikah diumur 20 tahun dan bercerai diumur 22 tahun. Setelah 5 tahun bercerai, takdir membawa Alden bertemu dengan perempuan yang masih menjadi ratu di kerjaan hatinya. Bahkan Alden bertekad untuk mengejar cinta sang mantan istri, ditambah dengan kehadiran buah hatinya yang tak pernah diketahuinya.

Bening Citra Lentera, 27 Tahun seorang janda dengan satu orang anak laki-laki yang sangat tampan. Lima tahun menjadi single parent membuat Bening menjadi sosok perempuan dewasa. Harus dihadapkan bertemu kembali dengan sang mantan suami, hingga sang mantan mengetahui keberadaan buah hati mereka.

Bagi keduanya tak ada benci di antara mereka, hanya ada rasa cinta dan sayang. Bening ingin sekali menerima kembali Alden ketika dia mengatakan keseriusannya untuk kembali membina rumah tangga bersama Bening. Tetapi ini tak semudah seperti yang terlihat, tak semua pihak menerima keputusan mereka.

Kevyn Albe Basupati, 4 Tahun anak laki-laki yang berjanji pada dirinya sendiri bahwa akan membuat kedua orang tuanya tinggal serumah, Kevyn juga berjanji kepada sang Ayah akan membanntu sang Ayah untuk lebih sering bertemu dengan Ibunya. Kevyn masih kecil namun, dia anak yang cerdas dan cerewet.

chap-preview
Pratinjau gratis
01 Gorilya : Pencuri, Maling, Pencoleng
Seorang laki-laki dengan setelan formalnya berjalan masuk ke dalam gedung dengan 25 lantai yang merupakan gedung perkantoran, pada jam-jam sibuk seperti sekarang keadaan gedung terlihat ramai. Alden ikut mengantri di depan lift bersama lima orang laki-laki yang terlihat sibuk masing-masing. Ada yang sibuk mengoceh di telpon atau hanya sekedar menatap serius layar smartphone mereka. Ketika pintu lift terbuka Alden masuk bersama kelima orang tersebut, jari-jari panjang dan kekar Alden menekan angka 25 pada tombol lift. Memang perusahaan milik Alden berkantor di lantai 20 sampai 25 gedung ini. Sembari menunggu lift sampai pada tujuannya Alden mulai menyibukkan dirinya dengan smartphone-nya, mengecek jadwal kerjanya selama seminggu ke depan yang telah dikirim sekertarisnya melalui e-mail. Alden memang baru kembali ke Indonesia setelah sebelumnya menetap di New York selama lima tahun, sebenarnya Alden pergi ke New York untuk melanjutkan study-nya dan 3 tahun terakhir dihabiskan Alden berkarir di New York. Ketika pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di Indonesia, begitu turun dari pesawat segala memorinya tentang seseorang yang sangat dicintainya mendesak ingatannya hingga Alden hampi gila begitu kenyataan menampar kerasnya. Gadisnya, yang dulu selalu mensuportnya kini bukanlah lagi gadisnya. Bening, nama itu selalu membayangi Alden selama di New York. Membuat Alden ingin kabur dan menemui Bening kembali bersama dengan mantan istrinya itu. Wajahnya yang ayu, tutur bahasanya yang lembut, senyum manis yang terukir di bibir mungilnya selalu hadir di dalam mimpi Alden setiap malamnya selama lima tahun ini. Ketika Alden harus bangun pagi dan melakukan aktivitasnya Alden akan tersenyum pahit begitu sadar bahwa semuanya hanya mimpi. Ting! Dentingan lift menyadarkan Alden dari lamunan panjangnya tentang Bening dan dia sadar bahwa dia hanya tinggal sendiri di dalam lift yang sudah berhenti di lantai 25. Alden melangkahkan kakinya mantap dan tangannya bergerak mengenakan kacamata hitam untuk menutupi matanya yang memerah. "Selamat pagi Pak," sapa sekertaris Alden yang bernama Mahira begitu Alden lewat di depan mejanya. "Pagi. Mahira tolong saya minta secangkir kopi s**u," ujar Alden dan setelahnya Alden berlalu masuk ke dalam ruangannya. Alden duduk di kursinya sambil memijit batang hidungnya setelah tangannya selesai melepas kacamata hitamnya. Sesekali hembusan kasar dan berat terdengar dari bibir Alden. Tak ada kata yang tepat untuk mewakili semua perasaan laki-laki itu sekarang, laki-laki itu seolah hidup tanpa semangat dan sahabat Alden selalu mengatakan bahwa dirinya hidup tanpa jiwa selama lima tahun terakhir ini. Yah, bagi seorang Alden sosok Bening Citra Lentera sudah mencuri seluruh jiwanya. Satu-satunya alasan bagi Alden menunda kepulangannya tiga tahun yang lalu adalah laki-laki itu takut bahwa dirinya akan langsung menghambur dan mengubrak-abrik Jakarta untuk dapat menemukan Bening. Mereka menikah di usia muda karena memang mereka ingin dan sudah yakin. Namun, sepertinya ikatan mereka tidak sekuat seperti yang selama ini keduanya bayangkan. Ikatan itu dapat longgar karena hansutan semata. Bagi Alden, ikatannya dan Bening belumlah putus, Alden percaya selama dirinya dan Bening masih saling mencintai ikatan mereka akan tetap utuh. "Apa kau masih mencintaiku Bening?" kalimat tanya itu terucap begitu saja oleh Alden ketika dia sadar bahwa dia tidak tahu apakah Beningnya masih mencintainya ataukah sudah menemukan pelindung yang lebih bisa menerima dirinya? Satu titik air mata meluncur dari mata Alden dengan sangat cepat begitu pemikiran buruk itu menghantam keras hatinya. Ini bukan pertama kalinya dia menangis untuk Bening, sudah sering Alden menangis jika dia mengingat bening. Tidak ada isakan yang keluar, tak ada tangis histeris yang ada hanya air mata yang terus terjun payung keluar dari mata cokelat gelap Alden. Cepat Alden menghapus air matanya begitu mendengar suara ketokan pintu dan di sambung dengan suara Mahira. Alden mengenakan kembali kacamata hitamnya setelah dirinya memberikan persetujuan untuk Mahira masuk. Mahira meletakkan secangkir kopi s**u di atas mejanya ketika Alden dengan sengaja memutar kursinya ke arah dinding kaca di belakangnya. "Kamu boleh kembali ke tempatmu," usir Alden dengan suaranya yang terdengar sangat dingin. Alden sedang mati-matian berusaha menjaga agar dirinya tak terlihat seperti laki-laki cengeng dan pengecut di saat bersamaan. "Baik Pak, saya permisi." Setelah Mahira keluar dari ruangannya Alden memilih untuk fokus kepada pekerjaannya yang menumpuk karena telah ditinggalkannya selama dua hari untuk berkeliling Jakarta. Berniat melepas rindu begitulah ucapannya kepada semua orang yang bertanya, namun kenyataannya Alden berkeliling Jakarta untuk menemukan seseorang. Seorang yang telah mencuri seluruh yang dimilikinya, Bening. ∞∞∞ Sementara itu seorang perempuan berparas cantik dan beraura ayu sedang duduk di balik meja kerja yang di atasnya terdapat seperangkat komputer. Jari-jarinya lincah bergerak di atas keyboard komputer sambil sesekali bibirnya komat-kamit membaca deretan angka yang mungkin keliru. Sesekali dia akan cemberut begitu mendapati kesulitan, bahkan dia tak perduli dengan keadaan sekitarnya yang sibuk mengobrol dengan suara keras. Ya, rekan kerjanya sedang asik mengobrol dari meja masing-masing sambil mengerjakan pekerjaan mereka. Benar, yang mereka lakukan bukanlah bekerja sambil mengobrol tetapi mengobrol sambil bekerja. "Ajak Mbak Bening juga dong, siapa tahu dia bisa dapat pasangan!" seruan seorang perempuan bermata sipit itu masih dapat didengar oleh telinga Bening. Karena namanya disebut-sebut Bening mengalihkan perhatiannya dari layar komputer dan memiringkan sedikit kepalanya untuk melihat Naura yang menyebut namanya tadi. "Ini loh Mbak, Ibu Dian ada acara mau kumpul-kumpul bareng gitu. Nah kebetulan nih! Ibu Dian bakal undang anak-anak divisi pemasaran," jelas Naura sambil memperhatikan Bening yang terlihat tersenyum tipis. "Memangnya dalam rangka apa Bu?" tanya Bening ke arah Bu Dian yang duduk dua meja dari Naura. Di dalam ruangan itu ada 5 orang karyawan termasuk Bening. Memang keempat rekan kerja Bening mejanya bersebrangan dengan meja Bening, sementara itu di sebelah kiri Bening berdiri lemari arsip kayu yang kokoh dan di sebelah kanan meja Bening terdapat ruangan berpartisi yang di depan mintunya tergantung tulisan Manajer Keuangan. Beruntunglah Bapak Manajer mereka sedang perjalanan dinas sehingga memudahkan mereka untuk mengobrol dengan suara keras. "Syukuran rumah baru, kebetulan tetangga saya ada yang di divisi pemasaran. Jadi saya undang divisi sebelah, gak enak kalau gak diundang," jawab Ibu Dian. "Saya gak janji ya Bu," jawab Bening halus dan kepalanya kembali menghadap ke arah semula yaitu layar komputernya. Jari Bening sudah akan mulai menekan-nekan keyboard kembali ketika suara rekan kerjanya yang lain menghentikannya. "Mbak Bening mah gitu, gak asik!" komentar Yani yang duduk tepat di sebelah Naura. Ucapan Yani bahkan mendapatkan anggukkan setuju dari Naura dan Sari yang posisinya berjejer. Sedangkan Ibu Dian sudah mulai sibuk dengan kertas-kertasnya. Di antara mereka berlima memang ketiga rekannya itu masih single, sedangkan Ibu Dian sudah berkeluarga dan dirinya sendiri sudah pernah berkeluarga. "Saya bukannya gak mau, tapi kasihan Kevyn kalau di tinggal terlalu lama di TPA," jelas Bening sabar, tidak ingin menyinggung perasaan teman-teman sejawatnya itu. "Sudah-sudah, kalau Bening tidak bisa jangan dipaksa. Nanti kita cari hari lain aja buat kumpul-kumpul berikutnya," Ibu Dian menengahi ketika melihat Sari yang akan ikut membujuk Bening. "Yah Ibu! Kita kan niatnya mau nyomblangin Bening sama anak-anak pemasaran yang kece-kece itu!" protes Sari sambil cemberut, sedangkan Naura dan Yani menganggukkan kepala mereka kompak. "Walah kalian ini, kalau mau nyomblangin orang lihat-lihat dong. Saya ini kan janda adek-adek yang cantik," di akhir perkataannya Bening menghadiahi ketiganya kedipan mata sambil terkekeh kecil. "Janda kembang gitu siapa yang nolak!" Naura kembali tak mau kalah, dia mencoba mendebat Bening. "Iya nih ya Mbak Bening. Nih ya Mbak, itu Manajer kita aja sampai kecantol-cantol gitu sama Mbak. Padahal dia kan perjaka Mbak," nah kalimat gosip ini yang mengatakan si Yuni sambil bibirnya monyong-monyong menunjuk pintu ruangan manajer mereka yang memang tepat di hadapannya. "Jangan buat gosip yang enggak-enggak deh Yun, karena perkataan kamu yang sama persis itu minggu lalu, saya sudah jadi bahan gosipan divisi lain," Bening mendelikkan matanya pertanda tidak setuju dengan perkataan Yuni. Delikkan mata Bening bukanlah membuat orang yang melihatnya menjadi takut, justru bagi yang melihat delikkan matanya itu terlihat sangat ayu dan lembut. Pancaran mata Bening yang memang penuh dengan kelemah lembutannya. "Sudah-sudah, kalian ini jangan sampai buat Ibu ngomong sudah-sudah yang ketiga kalinya," akhirnya Ibu Dian menengahi kembali debat tak bermutu ala keempatnya, yang kalau kata Ibu Dian lebih terlihat seperti debat sekelompok remaja yang tengah merebutkan laki-laki. Kalimat Ibu Dian sukses membuat ruangan itu sunyi hanya ada suara ketak-ketuk keyboard komputer, para penghuninya sudah kembali dengan pekerjaan masing-masing. Namun, tidak dengan Bening yang terlihat melamun menatap layar komputer. Pikiran Bening melayang kepada seseorang yang sampai sekarang namanya masih terpatri di dalam hatinya, seseorang yang tidak pernah datang mencarinya, seseorang yang tidak pernah sekalipun menampakkan muka di depannya. Hanya ada satu kado terindah yang dia dapat dari kisah cinta dirinya dan laki-laki itu, seorang anak laki-laki bernama Kevyn Albe Basupati. Paras Kevyn yang sangat mirip dengan sang Ayah, Alden Lutfhy Basupati. Bukan karena Kevyn anaknya Bening tidak dapat membuka hati untuk laki-laki lain, tetapi karena hatinya yang tidak ingin ada nama lain yang terpatri. Sejak awal hatinya memang sudah dicuri oleh pencuri yang bernama Alden itu. Rasa sesak akan rindu sudah menggunung di dalam diri Bening, walaupun dia bersyukur masih dapat menyalurkan rindunya melalui Kevyn. Hati Bening selalu bertanya-tanya apakah mantan suaminya itu masih sendiri atau sudah ada penggantinya? Apakah laki-laki itu masih mencintainya? Apakah dia merindukan Bening? Semua pertanyaan itu selalu berputar-putar di dalam kepala Bening, disaat sang anak beberapa kali bertanya kemana Ayahnya, kenapa Ayahnya tidak pernah pulang. Itu cukup memukul perasaan Bening bahwa bukan hanya dirinya saja yang membutuhkan Alden. Bahkan Alden tidak mengetahui keberadaan Kevyn, memang selama empat tahun Bening pergi dari Jakarta pergi merantau ke Bali sambil melanjutkan kuliah strata satunya di sana dalam keadaan hamil. Disaat dia menikah dulu, Alden tak ingin Bening kuliah karena ingin segera mempunyai momongan. Satu tahun yang lalu Bening kembali ke Jakarta bersama sang buah hati, sesekali Paman dan Bibi Bening di Aceh mengunjunginya. Bening anak tunggal dan yatim piatu, kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan dan meninggalkan tabungan untuk sekolah Bening. Tabungan itulah yang digunakan Bening untuk menopang biaya hidupnya hingga lulus kuliah, walaupun Bening sempat harus bekerja sambilan untuk menutupi tabungannya yang masih kurang untuk biaya melahirkan. Dulu, saat Bening tahu dirinya hamil. Ingin Bening pergi menemui Ayah anaknya dan mengatakan keadaannya. Tetapi kembali itu hanya keinginan Bening, karena dia tak memiliki keberanian untuk itu. Bening yakin keputusannya sudah benar untuk melepas sang suami. Ceklek! Suara pintu ruangan yang terbuka menyentakkan Bening dari lamunan ngelanturnya, secara otomatis kepala Bening menoleh ke arah asal suara. Di sana berdiri laki-laki hitam manis berumur 30 tahun dengan kemeja yang sudah setengah kusut. Dia adalah manajer keuangan, atasan Bening yang bernama Fahreza Akbar yang tadi digosipkan Yuni. Bening hanya mengangguk singkat sambil bergumam kata "Pak" ketika Fahreza lewat di depan mejanya. Lalu setelahnya Bening kembali berkutan dengan pekerjaannya, berusaha keras mengusir bayangan Alden yang memang selalu hidup bersamanya selama lima tahun ini. Ya, Alden hanya hidup sebagai bayangan di hidup Bening yang sekarang. Bening dapat menjadi wonder woman bagi anaknya karena ada banyak kenangan manis yang Alden tinggalkan untuk dirinya ingat. Tak ada rasa benci di dalam diri Bening, yang ada hanya rasa cinta untuk Alden. ∞∞∞ Pukul lima sore Alden sudah berada di lobi gedung, dia akan berniat pulang dan sehabis magrib Alden akan kembali berkeliling Jakarta, mencari belahan jiwanya juga sekaligus mengenang masa-masa manis keduanya bersama. Alden membaca pesan singkat dari Mamanya sambil berjalan menuju parkiran, Alden menghela napas lelah begitu melihat isi pesan Mamanya yang mengatakan bahwa keluarga Om Satria mengajak keluarga makan malam bersama. Alden sudah dapat menebak jika ini tak-tik Mamanya dan Istri Om Satria untuk menjodohkan dirinya dengan anak Om Satria. Alden hanya membaca pesan tersebut tanpa ada niat untuk membalasnya, dan Alden sudah memutuskan dia akan tetap berkeliling Jakarta. "Ayo buruan Ning!" ketika Alden akan membuka pintu mobilnya sebuah suara menyentak Alden dan kepalanya berputar cepat mencari sumber suara. Tetapi yang Alden lihat hanya seorang Ibu-Ibu yang melambai kepada dua perempuan yang berjalan ke arahnya dengan semangat. "Ning? Memangnya yang kosakata nama orang ada Ning-nya Cuma Bening aja?" ujar Alden dengan nada mencibir untuk dirinya yang terlalu sangat merindukan kekasih hatinya. Bening aku harap kamu tetap sehat dan bahagia dimana pun kamu berada. Do"a Alden setiap harinya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
57.1K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook