"Siapa kamu?"
Suara dingin Reagan kembali bertanya kepada wanita asing yang masih diam terpaku di tempatnya.
Ia memandangi wanita asing berambut blonde keemasan yang tengah berdiri menatapnya dengan manja.
Tidak ada ingatan wanita itu di dalam benak Reagan. Sebenarnya lebih tepatnya Reagan tidak pernah mau mengingat wanita-wanita yang tidak penting baginya. Apalagi wanita yang pernah menghabiskan satu malam dengannya, Reagan bahkan tidak mengingat nama-nama mereka karena bagi Reagan mereka hanyalah sebagai pengisi malamnya saja.
"Tuan Hernandez, perkenalkan saya putri dari Alfonso Anderson. Jessica Anderson," ucap wanita berambut blonde itu memperkenalkan dirinya.
'Ah, ternyata dia putri kedua si rubah licik itu. Mau apa dia menyuruh putri keduanya datang menemuiku? Ck, dasar tua bangka b******k! Sepertinya dia menyuruh putri keduanya datang untuk merayuku,' batin Reagan kesal. Rahang kokohnya tampak mengerat menahan amarahnya.
Jessica mengulurkan tangannya, tetapi Reagan tidak menyambutnya. Ia pun menarik kembali tangannya, lalu meremas kedua tangannya dengan erat karena tatapan tajam Reagan begitu mengintimidasinya. Wanita itu tampak khawatir dengan keadaannya sekarang, tetapi ia tidak ingin menyerah. Memang ibunya telah menyuruhnya datang untuk merayu Reagan.
Awalnya Jessica enggan melakukannya, tetapi setelah melihat wajah Reagan secara langsung, Jessica merasa ia akan melakukannya tanpa terpaksa. Apalagi jika mengingat kalau dirinya berhasil merayu pria tampan nan seksi di hadapannya ini, maka masa depannya akan cerah dan bergelimpangan harta. Wanita itu tersenyum dengan percaya diri. Ia yakin Reagan akan jatuh dengan pesona kecantikannya.
"Tuan …." panggil Jessica dengan manja.
Reagan tersenyum licik. Ia berpikir bahwa ia akan mencoba untuk mengikuti alur permainan wanita di hadapannya ini lebih dulu. Ingin dirinya mengetahui sampai sejauh mana wanita itu akan merayunya dan sampai sejauh mana kehebatan putri kedua Anderson tersebut.
"Untuk apa Tuan Anderson menyuruhmu ke sini? Bukankah sudah kutegaskan kepadanya kalau saya hanya ingin Selina yang datang menemuiku?" selidik Reagan dengan nada tajam, tetapi masih terkesan ramah.
Kedua jemari Jessica masih saling meremas dengan erat. Ia berusaha menyembunyikan ketakutannya, lalu memasang senyuman lebar di wajahnya. Dirinya telah diberitahu oleh ibunya bahwa Reagan pasti akan menanyakan hal ini dan tentunya mereka telah menyiapkan jawaban yang tidak akan merugikan Alfonso, tetapi mampu menyudutkan Selina.
"Tuan Hernandez, maafkan saya jika lancang. Ini bukan kesalahan ayah saya, tetapi kakakku." Suara Jessica terdengar mendayu manja. Memasang wajah sangat menyesal atas ketidakhadiran kakaknya.
"Oh?" Reagan menaikkan salah satu alisnya. Seringai tipis terulas di wajahnya.
Jessica pun melanjutkan ucapannya setelah mendengar respon ketertarikan Reagan atas pernyataannya, "Iya, kakakku tidak ingin menikah dengan Anda, Tuan Hernandez. Dia mengatakan jika dia tidak ingin hidup bersama dengan pria yang tidak dikenalnya. Jadi … saya berinisiatif menggantikan kakak saya, Tuan. Apa Anda bisa mempertimbangkannya?"
"Apa saya punya alasan untuk menolak? Apa yang aku dapatkan?" Reagan tersenyum tipis melihat sikap menjijikan wanita di depannya ini, tetapi ia tidak ingin menunjukkan bahwa dirinya sangat risih dengan ucapan Jessica tadi. Reagan masih berusaha bersikap ramah.
Melihat keramahan yang ditunjukkan Reagan padanya, Jessica pun tanpa ragu mendekati pria itu. Ia pun memegang tangan besarnya tanpa takut. "Saya harap Anda tidak keberatan, Tuan. Mungkin Anda tidak tahu seperti apa rupa kakakku, jika Anda bertemu dengannya mungkin Anda akan lebih memilihku karena saya lebih cantik dan seksi dibandingkan kakakku itu," ucap Jessica penuh percaya diri dengan penampilannya. Ia meletakkan salah satu tangan Reagan di salah satu bukit kembarnya yang besar. Ia berharap pria itu akan tergoda dengan tubuhnya.
Reagan akui kalau wanita berambut blonde keemasan yang berdiri di hadapannya ini memang memiliki kecantikan yang cukup memabukkan pria, apalagi dengan tubuh sintalnya yang saat ini dibalut dengan gaun mini dengan belahan d**a yang membuat kedua bukit kembarnya mencuat sedikit dari tempatnya. Pria mana pun pasti akan tergiur dengan penampilan seksi Jessica, tetapi tidak dengan Reagan.
Pria bermata kuning keemasan itu sama sekali tidak tergiur dengan wanita itu karena ia telah bosan melihat wanita sekelas Jessica yang suka rela memberikan tubuh mereka kepadanya tanpa ia minta. Wanita malamnya bahkan berpuluh-puluh lipat lebih cantik dan seksi dari Jessica dan pria itu pun hanya memandang mereka dengan sebelah mata.
Tangan Jessica pun perlahan mengusap cuping telinga Reagan tanpa takut karena ia melihat pria itu tidak merespon ucapannya. Apalagi pria itu tampak tak tertarik dengan bukit kembarnya. Gadis itu terus bertanya aneh di dalam hati apa yang salah dengan tubuhnya. Kali ini ia bermaksud menggoda pria itu dengan wajah dan tubuhnya lebih jauh.
"Tuan …." panggil Jessica hampir seperti bisikan dengan suara yang menggoda. "Saya bisa memuaskan Anda setiap hari jika Anda mau."
Melihat tidak ada penolakan dari Reagan, Jessica memulai serangannya. Ia pun mendekatkan wajahnya dan menorehkan bibir ranum nan seksi miliknya pada bibir tipis pria itu. Kedua lengannya bergelayut manja di leher kokoh pria itu. Bibir merah merekahnya mengulum dan melumat bibir pria itu dengan pelan. Tidak mendapatkan respon yang diberikan Reagan pada bibirnya, ekor mata Jessica pun melirik ke arah pria itu.
Terkejut, itulah yang dirasakan Jessica saat ia meliriknya. Ia mendapati betapa dinginnya kedua manik mata kuning keemasan itu menatapnya. Pria itu menatapnya dengan sinis dan tajam. Seperti sepasang belati yang seakan-akan hendak membunuhnya dengan tatapan itu. Jessica pun segera menarik dirinya tanpa diminta dan menelan salivanya dengan kasar.
"Ma-maafkan saya, Tuan," ucap Jessica gugup.
Reagan mengusap bibirnya dengan ujung jempolnya dan menyeringai tipis. "Maaf? Untuk apa?" cibirnya.
"Sa-saya tadi begitu tergoda dengan Anda jadi tanpa sadar saya …."
Jessica memulai akting kecilnya. Namun, sandiwara Jessica terbaca jelas di mata Reagan. Pria itu tidak memberikannya kesempatan untuk berakting lebih lanjut. Ia sudah cukup muak dengan sikap murahan wanita itu. Satu tangan besar nan kokoh milik Reagan dengan cepat meraih leher jenjang Jessica, ia mencekik leher wanita itu dengan cukup erat.
"Saya rasa sudah cukup permainanmu ini, Nona Anderson. Apa Anda tahu bagaimana akhir nasib orang-orang yang berani menyentuh bibirku tanpa kuminta, hm?" Reagan mempererat cengkeramannya pada leher wanita itu. Jessica menggeleng pelan dengan sisa tenaganya.
"Mereka semua berakhir mengenaskan dengan lidah yang terpotong," lanjut Reagan membuat Jessica terbelalak takut. Cairan bening telah menumpuk di pelupuk matanya.
Wajah Jessica juga memerah karena aliran darah yang menumpuk di area wajahnya. Napasnya terasa hampir putus karena Reagan tidak main-main dengan ancamannya. Jessica berusaha melepaskan cengkeraman pria itu, tetapi ia tidak mampu karena tenaga pria itu jauh lebih besar darinya.
"Ma-maaf … kan … sa-saya …." ucap Jessica lirih dengan napas terputus-putus. Buliran air mata pun akhirnya lolos membasahi wajahnya. Pasokan udara di rongga paru-parunya hampir habis.
Senyuman seringai jahat Reagan terlihat jelas di kedua bola mata Jessica yang telah basah. Ia berpikir mungkin hidupnya akan berakhir di sini. Ia sangat menyesal telah mengikuti perintah ibunya. Yah, walaupun begitu Jessica juga tidak dapat menyalahkan ibunya sepenuhnya karena Jessica pun tergiur dengan wajah tampan dan tubuh Reagan tadi.
Sebuah ketukan pelan di pintu ruangan Reagan menyadarkan pria itu dari pikiran jahatnya. Sebenarnya ia tidak bermaksud untuk membunuh wanita itu, ia hanya ingin memberikan pelajaran yang setimpal kepadanya agar Jessica kelak tidak berani melakukan hal itu lagi kepadanya. Terlebih karena dia telah menjelek-jelekkan Selina di awal pertemuan mereka. Beraninya wanita itu meragukan penilaian dirinya akan calon istri yang dipilihnya. Begitu pemikiran Reagan tadi.
Perlahan Reagan pun melonggarkan cengkeramannya, Jessica pun dengan cepat melepaskan diri dan terduduk di lantai sambil memegang lehernya yang masih utuh. Wanita itu terbatuk-batuk dan berusaha mengambil udara sebanyak mungkin untuk mengisi kekosongan di rongga paru-parunya.
"Sampaikan kepada Tuan Anderson. Jika dia berani sekali lagi menyuruhmu datang untuk menggodaku, aku tidak akan segan-segan untuk menghancurkan perusahaannya hingga tak berbekas, termasuk mematahkan kedua kakimu ini," ancam Reagan.
Refleks, Jessica memeluk kedua kakinya dengan horor. Suara pria itu dan setiap perkataannya membuat Jessica bergidik ngeri. Apalagi jika melihat kedua bola mata pria itu yang begitu ingin menghabisinya sekarang juga. Ia pun mengangguk cepat dan berdiri terhuyung-huyung.
"Keluar!" teriak Reagan dengan penuh amarah.
Tanpa diminta pun, Jessica dengan cepat segera mengambil langkah seribu. Meninggalkan tempat itu dengan sempoyongan karena ia begitu kaget mendapatkan perlakuan yang membuat bulu kuduknya meremang. Mungkin ia akan mengalami trauma selama beberapa hari atas kejadian ini. Jessica hampir saja menabrak Hans yang masih berdiri di balik pintu ruangan itu.
Hans melihat kondisi mengenaskan wanita itu. Ia bisa menebak apa yang baru saja terjadi beberapa saat lalu di dalam ruangan itu. Pria itu hanya menghela napas pelan dan melenggang masuk ke dalam ruangan untuk mengingatkan atasannya jika akan ada rapat bulanan sebentar lagi.
To be continue ….