bc

Suami Licik Istri Cerdik

book_age18+
235
IKUTI
2.0K
BACA
family
HE
age gap
tragedy
bold
like
intro-logo
Uraian

Suamiku pikir aku tak tahu dia menguras hartaku untuk menyenangkan selingkuhan dan keluarganya. Padahal aku sedang mengumpulkan bukti agar bisa menjadikannya gelandangan. Tunggu saja pembalasanku, Mas. Kau licik aku lebih cerdik.

chap-preview
Pratinjau gratis
Mertua Zalim
Aku menghela napas pelan melihat sampah berserakan di setiap sudut pekarangan rumah Ibu mertua. Selalu seperti ini setiap hari, padahal tempat sampah sudah disediakan tepat di depan rumah, tetapi tidak ada yang berniat membuang ke sana. Entah malas atau menungguku melakukannya. Yah, seperti inilah keseharianku. Datang siang hari selepas mengerjakan pekerjaan rumah, bukannya rehat aku harus ke kediaman Ibu Mas Dayat untuk membantu bersih-bersih. Permintaan Mas Dayat kupikir berlebihan karena Ibunya masih sangat kuat, lagipula setiap ke sana aku disuruh mengerjakan ini dan itu layaknya asisten rumah tangga, padahal Kakak perempuannya selalu datang berkunjung untuk sekadar tidur, makan, dan main ponsel, sementara Ibu mertua bertandang ke rumah tetangga sampai sore. "Anak Bunda turun dulu, yuk." Aku menggendong Gio yang tampak lemas. "Gio sakit?" Tatapanku fokus di wajahnya yang memerah. Gio hanya diam lalu memel-ukku. Risau menghampiri ketika merasakan hawa panas dari badan bocah lelaki itu. "Gio demam, Nak? Pusing kepalanya?" Aku bertanya lagi, merasakan anggukan Gio aku berniat memutar kembali sepeda motor. "Eh, mau ke mana lagi?" Suara Ibu Mas Dayat membuatku urung bergerak. Wanita paruh baya itu berdiri bertolak pinggang di depan pintu, seperti biasa wajah masamnya menyambutku. "Udah sampai sini mau pergi lagi." "Gio demam, Bu. Aku mau bawa ke dokter sebentar." Aku menjelaskan kondisi Gio agar Ibu Mas Dayat mengijinkanku. Alih-alih beliau memasang raut menge-jek. "Hallah, jangan lebay jadi orang tua. Anakmu itu baik-baik aja. Ayo masuk, bersih-bersih. Ibu mau ke rumah Surti dulu. Jangan lupa sekalian masak." "Tapi, Bu ...." "Gak ada tapi-tapi, jangan cari alasan, ya. Nanti aku adukan ke Dayat tahu rasa!" Setelah berkata seperti itu, Ibu Mas Dayat ngeloyor pergi ke rumah tetangga. Aku mengusap punggung Gio sekadar memastikan bocah itu baik-baik saja. "Gio baik-baik aja, kan? Bunda bersih-bersih dulu setelah itu kita ke dokter minta obat, ya?" Aku sedikit lega merasakan anggukan Gio, mengeratkan pelukan berharap demam Gio berpindah ke badanku. Aku mere-bahkan bocah itu di sofa yang ada di ruang tamu. Lagi-lagi aku harus menahan sesak melihat kondisi rumah yang berantakan. Piring-piring kotor, gelas, dan sampah berserakan. Aku berjalan ke dapur bermaksud mengambil baskom untuk mengumpulkan semua piring kotor tadi, tetapi keadaan dapur tidak jauh berbeda dari ruang tamu, sampah bekas mie dibuang di wastafel. Bercak-bercak minyak membuat lantai dapur terasa licin. Aku benar-benar frustasi melihat kondisi rumah Ibu Mas Dayat, tetapi tak punya waktu berlama-lama untuk berdiam diri. Dengan cekatan aku mulai membersihkan ruang tamu, memasukkan semua sampah ke plastik lalu membersihkan setiap bagian ruangan, sambil mengepel sesekali mengecek kondisi Gio. Saat mencuci piring kotor di dapur, lamat-lamat aku mendengar rengekan Gio. Aku berlari ke ruang tamu dan melihat bocah laki-laki itu sedang dimandikan oleh ibu mertuaku di teras. "Bu, kenapa Gio dimandikan?" Aku segera memeluk Gio yang sudah basah kuyup, d@rahku mendidih melihat putraku menggigil karena ibu memandikannya langsung dengan pakaian yang melekat di badannya. "Anakmu itu badannya panas. Ya, sudah aku mandikan saja pakai air dingin." Jawaban Ibu ketus membuatku mati-matian meredam emosi agar tak tersulut. "Bu, kalau demam bukan dimandikan dengan air dingin, tapi dikompres!" Aku membalas lebih keras. Bukannya tidak hormat dengan ibu mertua, tetapi tindakan beliau sudah sangat kelewatan. Aku menggendong Gio masuk ke dalam kamar yang biasa aku tempati kalau aku dan Mas Dayat menginap di sana. Segera kukeringkan badan Gio. Jantungku berdenyut melihat bibirnya bergetar. Dia seperti ini mengatakan sesuatu, tetapi tak bisa. "Sabar, ya, Nak, setelah ini kita langsung berobat. Gio kuat, kan?" Aku bertanya untuk memastikan kondisi Putraku Gio tidak menjawab, dia hanya diam sambil mendekap badannya sendiri. Hatiku teriris melihat kondisi Putraku. Bagaimana mungkin Ibu tidak tahu kalau anak demam harusnya diberi obat dan dikompres dengan air hangat Namun, beliau malah melakukan sebaliknya. Gerakan tanganku terhenti ketika tidak sengaja melihat map berwarna merah tersembul di laci meja. Rasanya aku dengan familier benda itu, seperti .... "Bunda, sakit ...." Keluhan Gio membuatku harus mengurungkan niat membuka laci. Aku menggendongnya lalu berjalan tergesa-gesa keluar kamar. "Eh, mau ke mana? Pekerjaanmu belum selesai!" Ibu menghadang langkahku. "Aku mau bawa Gio ke dokter. Lihat, sekarang bibirnya biru, aku tidak terjadi sesuatu pada anakku." Aku melewati Ibu Mas dayat setengah berlari menuju sepeda motor yang kuletakkan di pekarangan rumah. "Lebay kamu, dikasih obat turun panas dari warung, jangan biasakan kasih obat dokter. Kamu pikir berobat ke dokter sekarang murah?" "Tenang saja, Bu, yang kupakai u@ngku bukan punya Mas Dayat. Lagi pula, bukankah selama ini u@ng yang Ibu terima dari tokoku juga?!" balasku sambil meletakkan Gio di jok belakang. Aku tidak peduli apa reaksi Ibu mertuaku. Masa bod0h penilaiannya padaku. Toh selama ini dia tidak pernah menganggapku sebagai menantu, mungkin di kepalanya aku ini hanyalah mesin u@ng sekaligus membantu gratisan untuknya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.4K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.2K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

TERNODA

read
198.6K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
54.7K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook