Part 12

1635 Kata
"Jelaskan pada kami, Ria!" suara Hayam Wuruk yang tegas menggelegar ke segala penjuru ruangan. Kedua mata Ria spontan tertutup, lantaran terkejut oleh bentakan Hayam Wuruk yang tiba-tiba. "a***y, kaget gue! Ini Maknya Hayam Wuruk ngidam apa pas bunting dia? Ngidam toa masjid, sampe suaranya gede banget?" "Tenanglah, Kakanda. Ria pasti akan menjelaskan semuanya. Kakanda sabarlah dulu," Nertaja yang duduk disebelah Ria, menenangkan amarah Kakandanya yang berapi-rapi. Wanita itu turut mengusap bahu Ria. "Iye, iye, santuy elahh! Bakal gue jelasin, kok." sahut Ria bersuara lemah. Ria berdehem. Ia menggaruk kepalanya yang terasa gatal, "Jadi, gini. Gue emang berasal dari masa depan, tapi sumpah! Gue gak ada niatan buat bohongin kalian semua! Suer tekewer-kewer deh!" jari telunjuk dan tengahnya Ria perlihatkan membentuk angka dua. "Gue tuh mau jujur, tapi nunggu waktu yang tepat. Nunggu aba-aba Author nya dulu biar sesuai naskah! Nanti maen gaskeun aja, dipotong gaji gue." sambung Ria mulai melenceng dari topik pembicaraan. Pakai bawa-bawa nama penulis pula. Kan, fitnah ini namanya. Ria gak ada moral! "Kau tahu, Ria?" "Nggak, Baginda. Gue bukan tahu, tapi manusia." pertanyaan Hayam Wuruk, Ria beri jawaban yang aneh. Semua orang jadi mengerutkan dahi. "Dengarkan dahulu aku bicara, jangan memotong! Kau ini!" kesal Hayam Wuruk tanpa sadar membentak lagi. Beruntung Ria tak mudah baperan orangnya. Hati Ria sekuat baja. "Dari awal aku sudah curiga denganmu." lanjut Hayam Wuruk. "Walaupun katamu, kau berasal dari kerajaan asing yang bernama Indonesia. Mana ada kerajaan yang bernama Indonesia, setahu ku selama aku hidup di dunia ini. Apalagi kerajaan itu kau katakan belum Majapahit takhlukan. Hanya Kerajaan Padjadjaran lah yang belum Majapahit takhlukan. Selebihnya sudah aku ratakan di bawah naungan Majapahit." "Eh, eh, tunggu dulu ya!" sela Ria, mengangkat jari telunjuknya ke udara. "Gue gak pernah tuh, ngakunya dari kerajaan yang namanya Indonesia. Gue cuma bilang, asal gue dari Indonesia. Kalian aja yang pertama langsung ambil kesimpulan bilangnya gue dari kerajaan Indonesia. Lain kali—JANGAN NGADI-NGADI KELEN!" drastis intonasi Ria meninggi disertai matanya yang melotot-lotot seperti ingin copot.  "Ria, tenang. Kasihani pita suaramu." tegur Nertaja. "Santuy, udah biasa ini mah. Tiap hari kerjaan gue ngemilin toak masjid komplek." balas Ria tersenyum paksa. Risih ia sebenarnya dengan Nertaja yang sedikit-sedikit menenangkan. Elus-elus pundaknya. Ria kan, jadi sedikit takut. Mulai berpikir macam-macam. "Tolong dong, Ria, otaknya jangan nethink! Nertaja normal, Nertaja normaalll! Seratus delapan puluh persen deraja dikali logaritma!" "Lanjutkanlah lagi penjelasanmu, Anakku. Kami menunggu." Mpu Wira yang sedari tadi menyimak, akhirnya bersuara. "Kek, mon maap nih, ye. Gue bukan Anak, lo!" koreksi Ria, ingin menangis hebat rasanya. "Lantas, Indonesia itu apa?" celetuk Gajah Mada, sudah dari awal ia penasaran. Ria malah tertawa cengengesan, membuat semua orang menatapnya bingung. "Kalian pasti kaget. Wow, wow! Kaget sekaget-kagertnya, tapi jangan sampe ayanan, mimisan dan kejang-kejang!" Menyadari semua orang masih berekspresi sama, Ria jadi malu sendiri. Ia pun berusaha menormalkan diri untuk sejenak. "Indonesia itu sebenarnya Majapahit di masa depan." "APA?!" "Nah, keun, bener apa kata gue." "Ba—bagaimana bisa?!" mulut Nertaja menganga kecil. Bergantian ia menatap Ria dan semua orang. "Mustahil sekali Majapahit yang namanya indah seperti itu berganti dengan nama Indonesia!" Hayam Wuruk tak kalah terkejut. "Eanjir, sekate-kate lo makhluk purba! Nama Indonesia itu asal kalian tau, susah payah diperjuangkan oleh pahlawan nasional! Butuh banyak perjuangan, pertumpahan darah, kehilangan orang yang disayang dan harta benda, demi kemerdekaan Negara Indonesia." "Maksudmu merdeka, apa?" alis Gajah Mada beradu bingung. Otaknya semakin tidak paham saja dengan cerita Ria. "Nih, ya. Duh, gue ceritain sedikit aja, ya. Gue gak mau spoiler banyak-banyak! Intinya, kedepannya ya. Majapahit bakalan runtuh dan diganti oleh kerajaan lain. Nah, kerajaan baru ini yang mendirikan masih keturunan Raja Majaphit terakhir. Cuma pada masa kerajaan ini, Agama Arab sudah tersebar luas bahkan Rajanya penganut agama tersebut." "Tidak mungkin!" teriak Hayam Wuruk sukses menghentikan cerita Ria. Ria pun menatap Raja itu tajam, "Dari tadiii, gak mungkiinn mulu! Gak percayaan orangnya lo, yak! Susah nih, lo dikibulin! Pusing, maling mutar otak mau nipu lo! Berasap kepalanya bisa-bisa!" cerca Ria pedih. "Sang Hyang Widi, Kakanda! Diam sejenak! Kami ini mau mendengar cerita, Ria!" bukan hanya Ria yang kesal, Nertaja rupanya sama. Gregetan putri Majapahit itu dengan sikap Kakaknya. Terpaksa Hayam Wuruk mengalah. Mati-matian ia tutup mulut selama Ria bercerita. "Oke, lanjut! Teruuusss, makin banyak kerajaan kecil yang lahir, netas dia! Oe... Oee! Gak lama dari itu, mulai kedatangan bangsa asing. Dari mulai masuknya penjajah portugis ke Malaka." Semua orang menyimak cerita Ria dengan seksama. Di tatap oleh semua orang tanpa berkedip, membuat Ria gugup. Mau menghindari mata setiap orang, Ria pun cepat-cepat menyudahi ceritanya. "Intinya, tuh! Indonesia dijajah Belanda selama seratus empat puluh dua tahun dan dijajah jepang tiga setengah tahun." "Belanda? Jepang? Apa itu?" lagi lagi yang bertanya adalah Gajah Mada. "Itu, Jepang dan Belanda adalah sebuah Negara. Sama kayak Indonesia juga." "Tapi, kenapa dua Negara itu menjajah Negara lain?" "Aduuuhh, Oomm! Ya, sama kayak Majapahit lah. Dua Negara itu punya hastrat untuk menakhlukan Negara lainnya!" perjelas Ria gemas. "Ah... Paham, paham." kepala Gajah Mada naik turun. "Lalu, kau Ricis? Bagaimana?" sahut Nertaja menimbulkan kerutan bingung di dahi Ria. "Gue? Gue kenapa? Gue sehat lahir batin." Nertaja menatap datar Ria yang selalu tidak nyambung menjawab ucapan orang lain. "Tidak, Ricis. Maksudku, kau ini kan sedang terjebak di sini. Nah, bagaimana caramu untuk pulang?" "Oh, lo ngusir gue, Ner?" balas Ria serius, tapi niatnya bercanda. "Wah, tega lo Ner! Jahat sama sahabat sendiri!" "Bu—bukan Ricis! Bukan begitu maksudku!" panik Nertaja. Ia tak tahu, jikalau Ria hanya bercanda. Maklum, terbiasa diseriusin. "Dahlah, Ner! Cukup tau gue!" Ria menepis-nepis tangan Nertaja yang hendak menyentuh. "Mulai detik ini! Lo, gue, END! Gue mau kita rujuk balik, asal lo beliin gue rujak!" Terjadi adu mulut antara Ria dan Nertaja. Perbedaan ekspresi Nertaja yang panik dan Ria yang tertawa geli. "Cemas lo cemas! Bhuhahaha, komuk lo gitu amat Ner! NGAKAKK!" "Riciisss, maafkan aku!" teriak Ria, masih mengira Ria marah. "CUKUP!" "Eh, buwong ape tu man! Buwong puyuh!" latah Ria, mendengar bariton berat Hayam Wuruk. Ria menyentuh jantungnya yang berdebar. Ia juga menatap Hayam Wuruk syock. "Kalo gue doain pita suara Hayam Wuruk jebol, dosa gak ya? Lucu juga kalo di jejak sejarah di ceritain Raja keempat Majapahit bisu." "Tidak ada yang boleh pergi dari sini, kecuali atas seizinku!" tekan Hayam Wuruk. Dan dengan santainya Ria menjawab, "Emm, berarti lo gak izinin gue pergi yak?" "Tidak!" "Oke, santai!" "Karena kau telah membohongiku!" "IRI BILANG BOS!" "Aku marah denganmu dan akan memberimu hukuman yang setimpal!" Selepas berkata demikian, Hayam Wuruk berlalu meninggalkan Ria yang melotot lebar matanya. Sedikit lagi mata wanita itu copot. Berusaha Ria mengedipkan matanya, "Duh, perih mata gue! Buta nih, sip buta mata gue!" Kedua matanya yang berair, Ria usap sampai rasa perih itu hilang. Setelah matanya ia rasa tidak perih lagi, Ria pun kembali mengingat kata-kata Hayam Wuruk. "OMAIGAT GAEESS!" Sontak semua orang menutup kuping berkat jeritan Ria. Lalu, Ria menggoncang-goncangkan tubuh Nertaja. "Ner, sekarang kita balik sahabatan! Tolong bantu gue, sahabat! Kakak lo marah, sahabat! Dia mau hukum gue, kepala gue mau dia kesot!" "Tau dari mana kau, jika kebiasaan Baginda menghukum adalah dengan cara penggal kepala?" sahut Gajah Mada menambah ketakutan Ria. "HAAHH, TUH KAN NERTAJAAA! KAKAK LO PSIKOPAATTT! HUWEEE!" Ria benar-benar menangis sebab ketakutan. Tangisan Ria membuat kuping setiap orang berdengung. Nertaja melempar tatapan membunuh ke Gajah Mada. Karena tangisan Ria bersumber dari ucapan pria itu. Gajah Mada yang diberi tatapan membunuh oleh putri Majapahit tersubut, membalas dengan senyum kecut. Merasa bersalah. "Ya Allah, Ner! Gimana gue bisa tenaangg?! Nyawa gue ini di ujung ekor! Eh, tanduk! Kalo gue mati karena di penggal kepalanya, gue gak mau mendahului jadi hantu jeruk purut, ya! Huweee! Gak mau tau! Lo harus tolongin gue, bantu bujuk Kakak lo, kek!" Melihat kelakuan Ria yang bagaikan cacing kepanasan, membuat Nertaja kebingungan. Sampai menimbulkan efek gatal dirambutnya. "Aku juga bingung, Ricis. Aku pun sebagai Adik juga takut jikalau Kakanda marah." "Terus gimanaaa?! Gimana biar dia gak ngambek lagiii?! Cowok kalo ngambek kudu di bujuk pakek apasiihh?! Kalo cewek tinggal di kasih seblak! Kalo cowok?! Apaan?! Ayam geprek, suka gak Kakak lo, Ner?" "Ayam apa?" bingung Nertaja. "Ayam goyeng!" sembur Ria, setelah itu ia panik lagi. "Datang saja kau ke Bajang Ratu." ucap Gajah Mada menghentikan kegelisahan Ria. "Apaan tuh, bajang ratu? Di mana tempatnya? Shareloc gan!" "Biar aku hantarkan dirimu, Ria." Nertaja menawarkan diri. "Ini serius, gak papa gue datangin Kakak lo?" "Tak apa. Itu adalah tempat di mana Kakanda suka menyendiri. Sekedar duduk menikmati semilir angin agar jiwanya tenang." "Kudu bawa sesajen gak ke sana?" "Sesajen apanya? Kau pikir Baginda Hayam Wuruk sejenis makhluk halus!" sentak Gajah Mada tidak terima. "Yaelah, sok sokan makhluk halus. Tinggal ngomong setan aja, ngapa?" bibir Ria tertarik ke atas membentuk senyuman licik. "Gak papa kok, Om, sesekali durhaka sama Raja. Di ruangan ini kan, gak ada CCTV. Kecuali... Dinding ruangan ini udah Baginda Raja pasang telinga die. Kalopun ada, sumbat aja makek bungkusan cilok telinganye biar die kagak bisa denger." "Gadis gila!" umpat Gajah Mada, takjub sekali dengan tingkah Ria. Suka tak terduga. "Cukup kau berbicara pelan dan lemah lembut saja kepada, Kakanda. Hatinya pasti akan luluh." beri tahu Nertaja. Terpikir nantinya ia akan membujuk Hayam Wuruk pasti susah. Nertaja mendesis. "Isshh, Kakak lo jadi cowok ngambekkan bener, bisa-bisanya ngalahin cewek tingkah dia! Sumpah, Ner, kayaknya Kakak lo makek ilmu hitam deh. Terlalu gak masuk akal soalnya. Masa cewek yang kudu bujuk cowok. Di mana-mana cewek itu selalu benar. Kalopun cewek bisa salah, cowok lebih salah!" "Sudahlah, jangan kau pikirkan hal itu. Sekarang yang mesti kau lakukan, bagaimana caranya membuat Kakanda tidak jadi menghukum mu." "Eh, iya loh! Huwee, gak mau mati muda gue, Ner, sebelum ketemu jodoh gue." "Iya, iya," Nertaja mengiyakan agar urusan selesai. Lantas, Nertaja berdiri. Tangan kanannya terulur. "Baiklah, Ria. Kita cari Kakanda ke Bajang Ratu." "Oteweh, beibih!" Dua wanita itu pun beranjak pergi mencari keberadaan Hayam Wuruk." °°° Bersambung... 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN