Adisa 27

1311 Kata
Di hari Senin ini, semua murid yang akan mengikuti olimpiade MIPA se Jawa Tengah ini sudah berkumpul dengan di temani oleh keluarga dan teman-temannya yang akan memberikan semangat untuk mereka. Sedangkan keluarga dari Adisa belum ada yang datang sama sekali, hanya Haga dan kedua orang tuanya yang menemani Adisa disana. Stacy kemudian berjalan mendekati Adisa dn merangkul perempuan berbadan kecil itu, memberinya semangat agar Adisa tidak merasa berbeda disana. "Mungkin Oma, Eyang sama Alex datengnya nanti, soalnya kan macet," ujar Stacy yang masih merangkul Adisa dari semping. "Iya Ca, lagian kan udah ada aku sama Daddy sama Mommy. Udah nggak usah murung kayak gitu dong, senyum cobaaaa," sambar Haga kemudian memegang kedua pipi Adisa dan menariknya keatas menjadi berbentuk senyuman. "Dad, nanti kalau Adisa berhasil menyelesaikan olimpiade ini, kita kasih surprise ya?" celetuk Stacy yang masih berusaha membuat Adisa kembali tersenyum. "Iya, nanti kamu aja yang atur ya honey," Stacy kemudian mengembangkan senyumnya. "Gimana kalau kita bawa Dica ke Toronto dan ketemu sama semua saudara Haga disana?" Adisa yang terkejut langsung menoleh kearah Stacy dan membelalakkan matanya. "Are you serious Mom?" "If you happy, I'm happy buddy," balas Stacy lalu mencium kening Adisa dan Haga tersenyum melihat pemandangan itu. "Pengumuman bagi semua peserta olimpiade, diharap untuk segera duduk di meja yang telah di siapkan. Karena perlombaan akan segera di mulai dalam lima belas menit ke depan, dan diharapkan para peserta membawa peralatan tulis sendiri dan tidak boleh saling meminjam. Sekian terimakasih," "Tuh udah mau mulai, cepet sana, sebentar lagi juga Alex sama Oma dan eyang kamu dateng. Semangat Dicayang," ujar Haga kemudian ia mengecup pipi Adisa. "Ih malu dilihat sama Mommy sama Daddy," bisik Adisa di telinga Haga lalu ia berjalan meninggalkan Haga, Stacy dan Benjamin dengan senyum yang mengejek mereka berdua. Saat Adisa sudah duduk di meja nomor satu bersama Christie dan tiga orang lainnya, dirinya merapihkan mejanya, mengeluarkan barang-barang yang mungkin akan ia pakai saat mengerjakan soalnya nanti. Adisa kemudian melihat-lihat seluruh orang yang datang dan duduk di tribun yang mengelilingi para peserta, perasaan itu datang lagi. Perlahan-lahan detak jantung Adisa berpacu lebih cepat yang membuat napasnya sesak, dan keringat dingin mulai keluar dari dalam tubuhnya. Saat semua peserta sudah duduk rapih di kursinya masing-masing, begitupun dengan para penonton. Kemudian para panitia mulai membagikan beberapa lembaran soal dan lembaran kertas kosong untuk coret-coretan. Saat Adisa sedang melihat-lihat kearah tribun, tiba-tiba saja Zaki datang bersama dua orang misterius yang Adisa temui di cafe miliknya bersama dengan Haga beberapa waktu lalu itu. Adisa terus memperhatikan mereka bertiga sampai akhirnya mereka duduk di kursi paling belakang dekat pintu keluar yang hampir tidak terlihat dari bawah. Adisa terus bertanya-tanya didalam diamnya, sampai kemudian Zaki dengan tiba-tiba mengacungkan kedua jempolnya memberikan Adisa semangat dari kejauhan. Adisa tersenyum singkat dan ia beralih mencari-cari keberadaan Haga, saat ia menemukan Haga, Adisa langsung memberi kode bahwa ada Zaki dengan dua orang stranger di cafe itu. "Siapa? Yang di cafe kasih kamu surat?" tanya Haga yang hanya menggerakkan bibirnya dan tangannya yang menunjukkan angka dua. Adisa mengangguk lalu ia menunjuk ke arah belakang. "Dibelakang?" tanya Haga dengan ibu jari yang menunjuk ke arah belakang. "Iya bawel!" jawab Adisa dengan wajah kesal lalu Haga terkekeh sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya. Haga kemudian berjalan keluar dari kursi barisannya, dan berniat untuk mendekati Zaki. Namun saat ia ingin duduk di samping dua orang aneh itu, Zaki tiba-tiba menarik tangannya dengan sangat kencang. "Ga, mau kemana?" tanya Zaki kemudian laki-laki itu mengajak Haga untuk mencari kursi yang lainnya. "Mau duduk disitu tadi, Om Zaki mau ngajak aku kemana ini?" tanya Haga yang masih kaget dengan perlakuan Zaki yang tiba-tiba itu. "Kita duduk disini aja yuk, sekalian kita pegang spanduk ini biar Adisa lebih semangat lagi ngerjain soalnya," jawab Zaki lalu ia memberikan Haga sebuah spanduk berukuran yang lumayan besar. Di spanduk itu tertulis nama Adisa dan kata-kata mutiara yang membuat Adisa tersenyum saat membacanya. "I know you can, Mom and Dad always support you from far away. We love you, Adisa Fyneen Sarwapalaka." "Waktu yang disediakan hanya satu jam untuk dua puluh lima nomor, jadi dua puluh lima nomor itu nanti kalian bagi-bagi dengan lima orang yang ada di kelompok kalian, dan masing-masing mendapatkan lima soal. Harap dijawab dengan teliti, dan jangan lupa untuk diperiksa lagi agar tidak ada jawaban yang salah, olimpiade ini akan kita mulai dalam hitungan ketiga dari sekarang, satu, dua, tiga, mulai!" Sepuluh kelompok yang mengikuti olimpiade langsung berdiskusi dan membagi soal-soal kepada lima orang di kelompoknya masing-masing. "Jadi gini aja ya, kita kerjain sesuai absen dulu. Gue nomor satu sampai lima, Christie enam sampai sepuluh dan seterusnya. Nah nanti kalo ada yang kesulitan, baru kita tuker ke yang paham. Ngerti kan kalian semua?" jelas Adisa dan mereka berempat mengangguk dan langsung fokus mengerjakan soal-soal yang ada di lembaran kertas-kertas itu. "Itu anak kita Tam," gumam seorang perempuan dengan kaca mata dan topi yang menutupi sebagian wajahnya. Laki-laki yang dipanggil tadi tersenyum kemudian mengelap air matanya yang menetes di pipinya. "Kita terlalu jahat nggak, untuk ninggalin mereka selama ini." Kemudian sang wanita memeluk pasangannya dan menangis di dadabidang laki-laki itu. "Sabar ya, belum saatnya. Kita cuman bisa nunggu Zaki buat atur semuanya," bisik laki-laki itu dan membalas pelukan dari pasangannya. Sedangkan Haga terus memperhatikan kedua orang aneh yang terus membuat pikirannya dan Adisa bertanya-tanya siapa orang dibalik pakaian serba hitam tersebut. "Om Zaki kenal mereka?" tanya Haga sambil menunjuk kursi belakang yang sebelumnya Zaki tempati. Zaki menggeleng lalu kembali menonton Adisa yang sedang fokus mengerjakan soal-soalnya. "Bohong ya?" "Buat apa Om bohong? Emangnya kalo Om bilang kenal, kamu mau ngapain hmm?" tanya Zaki yang membuat Haga langsung terdiam lalu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. *** Beberapa jam kemudian, Adisa dan kelompoknya yang lain sudah berhasil mengerjakan tiga ronde olimpiade MIPA dan sekolah Adisa berhasil ke tiga besar. Adisa dan yang lainnya di beri jeda untuk mengisi perutnya karena sudah hampir enam jam mereka terus berpikir tanpa makan dan minum di bawah sana. Haga, Stacy dan Benjamin langsung berjalan mendekat Adisa sambil memberikan tempat makan dan minum yang Stacy beli beberapa menit yang lalu. "Kamu pasti lapar kan, ini makan dulu yuk disana," ujar Stacy dengan mengajak Adisa duduk di tempatnya. "Thanks Mom," jawab Adisa kemudian ia membuka kotak makannya dan mulai menghabiskan makanan yang diberikan oleh Stacy tadi. Lalu dari kejauhan Alex datang bersama dengan Intan dan Harsa sambil membawa buket snack yang sangat besar, dan disusul oleh Zaki di belakang mereka. "Oh udah ada kalian, maaf ya saya dan keluarga datang telat, karena ada something tadi. Dica, ini untuk kamu karena sudah melakukan yang terbaik," ujar Intan sambil memberikan buket snack itu kepada Adisa. Adisa hanya tersenyum simpul lalu menerima buket snack tersebut dari Intan tanpa mengatakan sepatah katapun. "Iya nggak apa, makasih juga udah mau menyempatkan waktu untuk datang kesini. Lagi pula Adisa juga udah berhasil masuk ke tiga besar dan masih ada satu ronde lagi untuk menentukan apakah sekolah Adisa yang jadi pemenangnya atau bukan," jelas Stacy kemudian merangkul Intan yang menggunakan pakaian formal itu. "Oh begitu, yaudah saya dan keluarga langsung pergi lagi. Karena saya dan Bapak habis ini mau langsung ke Papua untuk pembukaan cafe baru, soalnya kan Zaki juga izin nggak bisa hadi kesana jadi mau nggak mau ya harus saya yang kesana. Yaudah saya pamit dulu ya, Dica Oma sama Eyang pamit dulu. Oma selalu berdoa yang terbaik untuk kamu," ucap Intan kemudian mengecup kening cucunya dan pergi dari sana bersama dengan Harsa. "Ca, Om juga pamit pulang dulu ya. Om tau kamu hebat, dan pasti sekolah kamu yang akan jadi juaranya karena ada anak dari Adhista dan Diratama didalamnya, ini Om bawa sesuatu kamu buka kalau udah sampai rumah ya. Semangat Dicantik," ujar Zaki sambil memberikan sebuah kotak warna putih dengan ukuran sedang kepada Adisa. Kemudian Zaki memeluk anak dari sahabatnya itu sambil melihat keatas dan berbisik. "Mereka lihat kamu kok Ca, they came here to see youre fighting."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN