Benar-benar Takut

1246 Kata
Sera baru saja tiba di Jakarta dan langsung menjemput Hanna di rumah temannya. "Makasih loh, Mbak. Udah jagain Hanna, makasih juga mobilnya," ucap Sera tak enak hati dengan menyerahkan kunci mobil yang di pinjamnya. "Gak Papa, kita saling bantu aja." Rosy, ibu dari teman Hanna, Raisa meletakkan satu cangkir teh di depan Sera. Sera menggenggam teh hangat yang di suguhkan Rosy. "Makasih teh nya." Tangan Sera yang menggenggam cangkir gemetar hingga cangkir yang dia genggam pun ikut bergetar. "Kamu baik- baik saja?" Sera merasakan Rosy menyentuh tangannya yang bergetar. "Kamu bisa bicara sama Mbak kalau mau?" Sera merasakan ketulusan dalam nada bicara Rosy, hanya saja dia tak bisa bicara saat ini. Rasa marah dan kecewa masih menyelimuti Sera. Zara yang berteman dengannya sejak dulu saja bisa berkhianat, bagaimana Rosy yang baru dia kenal di sekolah Hanna. Dan mereka tak terlalu dekat. Hanya sebatas perkumpulan ibu- ibu yang selalu menemani dan mengantar jemput putra putri mereka sekolah. Dan Sera berani meminta tolong pada Rosy hanya karena Hanna dekat dengan Raysa, putri Rosy. "Mbak gak maksa kalau kamu gak percaya." Rosy memang lebih tua beberapa tahun darinya, hingga demi kesopanan, Sera memanggil Rosy, 'Mbak'. "Maafin, aku, Mbak. Aku cuma belum siap berbagi." Rosy mengangguk mengerti. "Ya sudah, kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa ngomong langsung sama Mbak." "Terimakasih." Sera tersenyum merasakan tepukan di bahunya. "Mama!" Sera menghela nafasnya saat melihat Hanna berlari ke arahnya. "Hai, Sayang. Ayo kita pulang," ajaknya. Hanna mengangguk, "Ayo pamit dulu sana tante Rosy." "Tante, Raysa, aku pulang dulu." "Ya, Sayang. Hati-hati,ya. Lain kali kita main lagi." Hanna mengangguk dan melambaikan tangannya. "Sekali lagi makasih, Mbak," ucap Sera sebelum benar-benar pergi. .... "Ma, Papa telepon," ucap Hanna dengan menunjuk ponsel Sera yang ada di dasbor. Sera menoleh dan melihat dimana benar-benar ada nama 'Papa Hanna' disana. "Biarin aja, Mama lagi nyetir." Hanna mengangguk dan membiarkan ponsel Sera terus berdering hingga beberapa kali. Bocah itu juga tak berani menerima panggilan tersebut sebab takut mengganggu. Apalagi dia melihat wajah Sera yang murung. Suasana hati ibunya itu pasti sedang tidak baik. Sera bukan tak menyadari, dia melihat sejak dia mematikan teleponnya, Aryan terus menghubunginya. Jika dihitung mungkin sudah puluhan kali sejak dia di perjalanan pulang. 'Kamu benar-benar takut aku tahu? Sayangnya aku sudah tahu semuanya,' gumam Sera dalam hati. Sera tahu Aryan mungkin menyadari saat dia mematikan teleponnya, karena itu Aryan terus mencoba menghubunginya. Bukan hanya itu ada juga beberapa pesan dari Aryan, dan tak satupun Sera baca. Sera ingin tahu apa yang akan Aryan lakukan jika dia tahu yang sebenarnya. Sayang, kamu dimana? Sayang, kenapa kamu gak angkat telepon dariku? Sayang, kamu baik- baik aja? Pesan- pesan itu muncul di layar atas ponselnya dan Sera tak berniat membuka satupun. "Kenapa, kamu mulai takut?" gumam Sera. "Kenapa, Ma?" Sera menoleh dan seketika tertegun saat ternyata Hanna memperhatikannya. "Gak kok. Mama cuma lagi kepikiran sesuatu." Hanna kembali membuka mulutnya, namun disaat yang sama mereka baru saja tiba di rumah. "Udah sampe, ayo turun!" Dan Sera berhasil mengalihkan perhatian Hanna agar bocah itu tak bertanya lebih jauh. "Langsung mandi ya, abis itu kita makan malam," ucap Sera saat mereka memasuki rumah. Hanna mengangguk. "Oke, Ma." .... Saat makan malam Sera hanya menatap Hanna yang makan dengan lahap dan sangat menikmati makanan kesukaannya. "Pelan-pelan, Sayang," ucap Sera saat melihat Hanna begitu bersemangat. Hanna menyengir. "Maaf, Ma. Mama gak makan?" Sera menggeleng. "Mama masih kenyang." "Emang kapan Mama makan?" Hanna turun dari kursinya. "Mau Anna suapin?" Sera menggeleng, namun Hanna dengan kukuh menyodorkan suapannya hingga mau tak mau Sera membuka mulutnya. Sera tersenyum lalu mengusap pipi Hanna. "Anna, kalau nanti Mama sama Papa pisah rumah, Anna ikut siapa?" Hati Sera rasanya pedih saat mengatakan kemungkinan yang akan terjadi dalam rumah tangganya. Bagaimana pun dia tak bisa lagi mempertahankan pernikahan yang sudah ternoda ini. Hanna nampak mengerutkan keningnya. "Kenapa pisah rumah? Bukannya kita juga tinggal satu rumah, Ma?" Sera kembali tersenyum menutupi rasa ingin menangis, dia tak boleh menunjukkan kerapuhannya di depan Hanna. "Mama cuma tanya, mungkin aja kan kalau Papa nanti tinggal sama Nenek, Kakek?" Hanna menggeleng. "Anna gak mau, Anna gak suka. Maunya kita tinggal bareng-bareng, kayak sekarang. Anna bahagia." Sera memalingkan wajahnya saat terasa matanya memanas dan ingin menangis. Melihat senyum Hanna yang manis dia tidak sanggup membayangkan bagaimana jika dia dan Aryan berpisah. "Mama tahu." Sera mengusap rambut Hanna. "Sekarang Anna abisin makannya, Mama mau cuci tangan dulu." Hanna mengerutkan keningnya, namun tak urung juga mengangguk saat melihat Sera pergi ke arah wastafel. Sera menggenggam ujung wastafel, bayangan dimana Aryan dan Zara saling memeluk dan bergandengan kembali terlintas. Juga percakapan yang dia dengar yang amat menyakitkan. Sera kira saat dia lelah menangis dia tidak akan menangis lagi. Nyatanya saat bayangan itu terlintas dia kembali ingin menangis. Apalagi saat mengingat Hanna, entah apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia mungkin bisa membuang dan melupakan perasaannya. Tapi dia tidak akan tega melihat Hanna bersedih saat mengetahui kenyataannya. Aryan b******k! Bisa- bisanya dia menghancurkan rumah tangga mereka begitu saja. "Bilang aja, kamu udah gak cinta sama dia." Ucapan itu terus terngiang di telinga Sera membuat denyutan di hatinya semakin perih. "Iya, kalau udah gak cinta kenapa gak bilang sejak awal. Bukan malah berpura-pura dan berkhianat di belakangku." ... Sera baru saja melihat Hanna di kamarnya, dan memastikan bocah itu tertidur saat mendengar pintu rumahnya terbuka setelah suara mobil berhenti di pelataran rumah. Itu suara mobil Aryan. Suara langkah kaki yang terburu-buru membuat Sera mengerutkan keningnya. Merasakan suasana gelap Sera menyalakan lampu hingga suasana terang pun memperlihatkan Aryan yang menghentikan langkanya dengan tubuh kaku. "Mas? Kamu pulang?" Sera jelas terkejut. Aryan bilang dia akan pergi selama dua hari. Tapi ini bahkan belum satu hari dia pergi sudah kembali. Aryan menatap Sera dengan wajah gugupnya. Pria itu mendekat lalu menggenggam tangan Sera yang masih menampilkan wajah kebingungan. "Sayang, kamu baik-baik aja? Ada hal yang ingin aku jelaskan," ucap Aryan dengan terburu- buru. "Aku? Kenapa?" Aryan terdiam melihat Sera yang tak menampakkan kemarahan Aryan menghela nafasnya lega. Mungkin ini hanya ketakutannya saja. Sera sama sekali tak tahu dengan perselingkuhannya. Sera tak mendengar percakapannya dan Zara. Aryan menggeleng, lalu memeluk Sera erat. "Aku cuma kangen. Aku juga khawatir kamu tidak membalas pesanku." Sera menaikan tangannya untuk melingkarkan tangannya di pinggang Aryan. "Maaf, tadi aku sibuk main sama Hanna sampai gak sadar kamu nelpon." Aryan semakin lega saat Sera membalas pelukannya. itu berarti Sera benar-benar tak tahu. "Padahal belum satu hari kamu pergi, udah kangen aja?" Sera tersenyum menatap Aryan. 'Kamu benar-benar takut rupanya, Mas. Sampai langsung kembali. Tapi bagaimana lagi, kenyataan sudah terlihat di depan mataku.' "Karena aku cinta sama kamu. Dimana pun aku selalu ingat kamu." Sera terkekeh dengan mendorong pinggang Aryan menjauh. "Oh, ya?" Aryan mengangguk pasti. Sera menaikan sudut bibirnya ingin dia cabik wajah sok setia suaminya ini dan meluapkan semua kemarahannya. Namun Sera tahu ini belum saatnya. Bukti yang dia miliki belum cukup untuk mengungkap pengkhianatan mereka. Sera juga tak ingin dia menderita sendirian, memiliki kesakitan yang menyesakkan sendirian. Akan dia buat Aryan menyesal karena sudah mengkhianatinya. Ketakutan Aryan akan segera terjadi. "Aku selalu penasaran, Mas. Banyak wanita cantik di kantor kamu, apa gak ada yang membuat kamu tertarik?" "Kenapa kamu bicara seperti itu?" Aryan kembali di liputi rasa takut. "Ya jawab aja, sih." Sera mencebik kesal saat Aryan kembali bertanya. "Aku cuma penasaran kamu bisa sesetia apa?" "Gak ada. Gak ada yang bisa membuat aku tertarik selain kamu. Lagian aku punya kamu, istriku yang sempurna. Untuk apa aku lihat wanita lain." Sera tersenyum. "Termasuk Zara?" Dan wajah Aryan berubah seketika.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN