"Jadi, teman lama, ya. Aku cuma heran, kenapa kamu begitu baik sampai rela menjadi kambing hitam dalam kesalahan mereka." Sera masih tersenyum sementara wajah Dito menjadi pucat.
"Maksud kamu apa?"
"Gak, kamu makan aja dulu. Aku mau nyusul Mas Aryan sebentar." Sera segera berdiri dan menyusul Aryan ke kamar.
Sera mengeryit saat mendengar suara-suara dari lantai atas, dia tahu itu suara Aryan dan Zara, jadi dia melangkah pelan untuk mendengar percakapan keduanya.
"Aku gak mau kita berakhir, Mas. Lagi pula Sera tidak tahu tentang kita." Sera mengarahkan ponselnya pada Aryan dan Zara yang berdebat di depan kamarnya dan Aryan.
"Belum. Dan aku tidak mau dia sampai tahu. Jadi, aku ingin mengakhiri ini sebelum semuanya terlambat." kata Aryan dengan memalingkan wajahnya.
Zara menggeleng. "Aku gak mau, Mas. Aku udah bilang aku rela terus begini asal bisa terus bersama kamu. Tolong jangan tinggalin aku, Mas."
Sera mendengus melihat Zara memeluk Aryan. Kedua orang itu tak tahu malu. Beraninya mereka berpelukan di rumah dimana jelas ada dirinya.
"Baiklah." Aryan berkata dengan pasrah seolah tak memiliki pilihan lain.
Sera membalik tubuhnya untuk segera pergi, sebelum itu Sera sengaja menyenggol guci agar pecah dan mengejutkan Aryan dan Zara. Benar saja saat terdengar suara pecahan Aryan mendorong Zara dan segera mencari sumber suara.
"Begitulah kalau kebohongan. Selalu takut ketahuan." Sera menatap keduanya yang memperhatikan sekitarnya dan bernafas lega saat tak menemukan siapapun.
"Jadi, kamu takut kehilangan aku. Tapi kenapa kamu menduakan aku, Mas?" Sera masih menatap Aryan dan Zara yang memperdebatkan hubungan mereka.
"Mas, aku janji akan terus menjaga rahasia ini. Aku gak akan biarin Sera tahu tentang kita." Zara kembali memelas air matanya mengaliri pipinya.
"Baiklah." Aryan berkata dengan pasrah seolah tak memiliki pilihan lain. "Aku ingin kamu mengerti, aku cuma takut kehilangan Sera."
Sera mendengus. Kalau begitu akan dia buat ketakutan Aryan membuat Zara semakin kesakitan. "Keegoisan dan keserakahan kamu akan menghancurkan kamu, Mas. Kamu pikir aku akan menerima kamu lagi?" Sera melanjutkan langkahnya kembali ke lantai satu dimana Dito masih menunggu.
Baru saja dia duduk di kursi makan Aryan muncul dengan pakaian yang sudah berganti. "Maaf, kalian nunggu lama, ya?" Aryan mendudukan dirinya di sebelah Sera.
Zara muncul dengan mata merah dan pipi yang sembab, dan jelas itu terlihat oleh Sera, namun dia tak berniat bertanya kenapa gadis itu berwajah murung karena dia tahu benar tangis itu adalah hasil pertengkarannya dengan Aryan.
Sera jadi berpikir, apa yang Zara lihat dari Aryan hingga begitu takut kehilangan Aryan bahkan memohon sambil menangis agar Aryan tidak meninggalkannya.
.....
Kegiatan Sera hari ini masih sama. Melayani Aryan dan mengantar Hanna ke sekolah.
Setelah memastikan Hanna masuk sekolah dia kembali memacu mobilnya. Bukan untuk pulang, kali ini dia akan pergi ke rumah sakit tempatnya batal melakukan pemeriksaan satu minggu lalu. Rencannya dia akan datang bersama Aryan, seperti janji pria itu yang akan melakukan konsultasi untuk program kehamilan mereka.
Tiba disana Sera belum melihat Aryan, karena jadwal konsultasi mereka memang pukul 11 siang. Tujuan Sera datang lebih awal adalah untuk meminta laporan medis tentang kehamilan Zara.
Untuk apa?
Tentu saja untuk membongkar perselingkuhan Zara dan Aryan di depan semua orang. Beberapa hari ini Sera bertahan dan justru merasa muak saat berhadapan dengan Aryan. Berpura-pura menunjukkan jika rumah tangga mereka baik- baik saja, padahal hati Sera terasa tercabik saat membayangkan kedekatan Aryan dan Zara di belakangnya.
"Permisi, suster, saya sudah membuat janji dengan dokter untuk pukul sebelas nanti," ucap Sera pada petugas resepsionis.
"Oh, anda harus menunggu satu jam lagi kalau begitu."
"Gak masalah. Oh, ya Suster. Sebenarnya saya datang atas rekomendasi Zara Aulia. Katanya disini dokternya bagus."
Suster tersenyum. "Senang mendengarnya kalau begitu, Bu."
Sera mengangguk. "Jadi, Zara sering datang kesini buat periksa kehamilan ya, Sus?"
Suster nampak mengerutkan keningnya. "Saya kurang tahu, Bu. Tapi mungkin benar."
Sera menghela nafasnya. "Zara temen saya sempat keguguran, Sus. Jadi saya khawatir kejadiannya terulang lagi."
Sera tahu pihak rumah sakit tidak akan dengan mudah memberi hasil rekam medis Zara. Jadi dia sudah menyiapkan skenario, apapun caranya dia harus mendapatkan bukti.
"Saya boleh lihat rekam medisnya gak, Sus. Saya cuma mastiin temen saya baik-baik saja."
"Ini privasi pasien, Bu, maaf."
"Saya cuma gak mau terjadi apapun pada bayi Zara, Suster. Karena itu saya akan ikut menjaganya. Tapi untuk itu saya harus tahu kondisinya. Kehamilan ini sangat di nantikan keluarganya terutama suaminya. Kalau sesuatu yang buruk terjadi lagi, saya tidak bisa bayangkan." Sera menunjukkan wajah memelas. "Saya mohon, Suster."
Melihat Sera yang memohon Suster tersebut pun merasa tak enak hati. "Tapi, tolong jangan beritahu siapapun. Karena ini melawan kode etik kami."
Sera tersenyum. "Tidak masalah, Suster. Lagi pula saya ini sahabat baiknya. Jangan khawatir saya akan menanggung semuanya. Saya jamin pekerjaan anda aman."
"Baiklah saya cari dulu datanya." Sera mengangguk, dan tersenyum. Satu bukti lagi dia dapatkan.
Lihat yang akan kamu lakukan untuk menyangkal ini, Mas.
......
Sera terhenyak saat merasakan tangannya di genggam, hingga dia menoleh dan menemukan Aryan di sebelahnya.
"Sayang, kamu gak papa?" Sera menggeleng.
"Jangan khawatir. Kita pasti bisa punya anak lagi. Benar kan, Dokter?" Aryan menatap dokter yang ada di depan mereka. Sejak 15 menit lalu mereka memang sudah berada di ruangan dokter untuk melakukan konsultasi program kehamilan kedua Sera. Namun sejak masuk Sera bahkan tak bisa mendengar apapun yang dokter katakan sebab pikirannya terpusat pada hasil tes kehamilan milik Zara yang dia dapatkan.
Siapa sangka Aryan benar-benar akan segera mendapatkan bayi, meski bukan darinya.
"Benar, Bu. Hanya perlu menjaga pola makan juga waktu yang tepat untuk berhubungan. Karena kondisi Bapak dan Ibu masih sangat sehat, hanya saja konsidi hormon yang tidak stabil membuat sedikit sulit," jelas Dokter.
"Bener, kan? Kita hanya perlu menunggu. Beberapa lama juga tidak masalah. Ada Hanna yang masih perlu mendapat kasih sayang kita." Aryan mengeratkan genggamannya.
Sera tersenyum. "Gak selama itu, Mas. Kamu akan segera mendapatkan bayi lagi." Aryan tertegun hingga suara Sera kembali terdengar. "Aku pastikan gak lama lagi."
"Bagus, harus tetap optimis, Bu." Dokter tersenyum hingga Aryan menghela nafasnya.
"Ya, kita harus optimis." Aryan mengecup punggung tangan Sera.
"Kalau begitu terimakasih, Dokter." Sera dan Aryan bangkit dari duduknya.
Setelah keluar dari ruangan Dokter Aryan tak melepas genggamannya, melihat Sera yang terus melamun Aryan kira Sera masih memikirkan masalah tadi.
"Sayang, jangan di pikirkan, ya. Meskipun kita gak punya anak lagi, aku gak keberatan. Lagi pula kita udah punya Hanna." Sera menunduk menatap gengaman tangan Aryan. Jika dia tak tahu kebrengsekan pria ini dia pasti akan sangat bahagia. Memiliki suami pengertian yang menerima apa adanya, di tambah kesetiaan juga paras yang tampan. Nyaris sempurna sebagai seorang pria.
Sera tersenyum. "Aku tahu."
"Kamu mau makan siang dulu, gak? Kita udah lama gak punya waktu berdua?"
"Mobilku gimana?"
"Nanti aku suruh supir bawa pulang. Kita bisa sekalian jemput Hanna, dia pasti senang." Sera mengangguk.
Lihatlah Aryan benar-benar seorang pria yang tak akan pernah orang lain kira tengah berkhianat. Jika Sera selamanya tak tahu dia mungkin akan buta selamanya.
Aryan memperlakukannya dengan manis dengan membuka pintu mobil bahkan memasang sabuk pengaman untuknya.
Sera membuka ponselnya, lalu mengarahkan kamera ke arah dirinya dan Aryan. "Mas, ayo foto dulu." Aryan tersenyum ke arah kamera hingga moment itu terekam sebagai sebuah gambar.
"Bagus kan, Mas," tunjuk Sera.
"Ya, bagus."
"Aku mau post di status, boleh?"
Aryan mengusap rambut Sera. "Boleh dong. Kirimin ke aku, aku juga mau post."
Sera mengangguk. "Oke."
Sera mengunggah foto tersebut dengan caption yang mungkin akan membuat seseorang di luar sana kepanasan.
Suamiku, terimakasih untuk hari ini.
Caption tersebut diiringi emotikon love hingga Aryan tersenyum.
"Coba biar aku yang unggah punya kamu?" Sera menengadahkan tangannya meminta ponsel Aryan.
Aryan menyerahkan ponselnya membiarkan Sera mengunggah foto mereka tanpa rasa khawatir apapun.
Sera mengutak-atik ponsel Aryan."Aku mencintaimu, istriku ..." gumamnya. Sera melihat pada Aryan. "Boleh aku tulis seperti itu?"
Aryan terkekeh. "Apapun buat kamu, Sayang."
Sera mengembangkan senyumnya seolah dia benar-benar bahagia. Setelah beberapa detik terkirim ponsel Aryan bergetar menandakan pesan masuk.
Ponsel Aryan masih di tangan Sera, hingga Sera melihat secara langsung pesan tersebut.
Sera mengerutkan keningnya saat membaca pesan tersebut.
"Mas, kok Zara balas statusnya kayak gini?"
Sera menunjukan layar ponsel Aryan, hingga Aryan membelalakan matanya melihat pesan tersebut.
Aku juga cinta kamu, Mas!