Mobil mulai menyala dan meluncur menerobos pekatnya malam yang mendung. Kami tidak saling bicara selama perjalanan. Aku melirik Alex sebentar-sebentar dari sudut mataku. Aku masih sedikit sakit hati untuk membuka percakapan dengannya, sementara Alex tetap asik mengulum bibirnya rapat-rapat seperti sedang sakit tenggorokan. Percayalah, tidak ada sekecil pun harapan untuk mencarikan suasana. Alex mengarahkan mobilnya dengan tenang menuju Bleecker Street. Kemudian menepi perlahan di depan High Branch bar. Aku turun saat dia mematikan mesin mobilnya kemudian menunggunya untuk keluar dari mobil sambil menggosokkan kedua tanganku yang kedinginan. Bodohnya aku, sampai lupa membawa mantel hangatku. Dinginnya udara menyilet sampai ke tulangku. Alex keluar dari jok kemudinya dan berjalan ke arahk

